Syirkah - WordPress.com

advertisement
Syirkah Kesesuainnya Dengan Perseroan Modern
Oleh: Nurul Ichsan
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Abstraksi :
This study discusses the syirkah in Islamic law and similarity by share in modern
trading. Syirkah mean is the mixing property between two people or more so cannot to
be differed. In the classic age study of syirkah is very simple but that can grow up and
appropriate with the demand of time and modern world. Now in the modern words
there is terminology like joint venture, share, stock, effect, stock market, stock
exchange. All these is kind of share in Islamic jurisprudence can be named by syirkah
inan. Jurist defines syirkah inan by the mixing of financial between two people or
more. If we see deeply the mechanism, function and the purpose of buying stocks or
share of corporation in the effect market or stock exchange that can be conclude the
similarity between syirkah inan and stock or shareholding in the modern transaction.
So the effect market or stock exchange can be acceptanced by Islamic jurisprudence
because of the main purpose side for financial that or for helping each other to
expand activity of trading and stock in the corporation.
Kata Kunci : Syirkah, kemitrausahaan, Perseroan, Pasar modal, Bursa Saham.
A. Pendahuluan
Agama Islam mengajarkan kepada manusia untuk selalu menjaga kehormatan
orang lain,khususnya dalam bidang mu'amalah setiap umat Islam diwajibkan untuk
saling menghormati dan menjaga kepentingan sesama manusia yang berkenaan
dengan masalah harta benda. Dalam Islam laba keuntungan duniawi yang ingin
diperoleh bukanlah sebagai tujuan utama akan tetapi keridhoan Allah SWT yang lebih
diharapkan di dalam kehidupan ini.
Dalam bidang mu'amalah terdapat konsep ajaran Islam mengenai syirkah yang
memberikan nilai-nilai hukum serta akhlak guna memelihara dan menjaga berbagai
kepentingan manusia, khususnya dalam hal ini adalah mengenai bagaimana menjaga
kepentingan diantara dua orang atau lebih yang mengadakan kontrak perjanjian atau
bermitra usaha, berkongsi saling memberikan apa yang ada pada mereka sebagai
modal ataupun jaminan harta guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi.
B. Definisi Syirkah
Dari segi bahasa syirkah bermakna pencampuran salah satu harta dengan harta
yang lain sehingga tidak dapat dibedakan antara keduanya. 1 Tetapi jumhur fuqaha
menggunakan istilah ini pada akad atau kontrak yang khusus berkenaan dengan
kemitrausahaan atau kerjasama sekalipun tidak terjadi percampuran harta atau saham.
Sedangkan dari segi istilah para fuqaha mempunyai pendapat masing-masing
yang berbeda mengenai definisi syirkah. Ulama Malikiyah berpendapat syirkah
merupakan izin kedua belah pihak yang berkongsi dalam pengurusan harta benda
bersama dan setiap pihak mempunyai hak pengurusan itu. Menurut ulama Hambali
syirkah adalah perkongsian hak atau pengelolaan. Menurut ulama Syafiiyah, syirkah
ialah tetapnya hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih secara memiliki bersamasama. Adapun menurut ulama Hanafiyah, syirkah ialah satu kontrak antara dua rekan
kongsi dalam modal dan untung.
Wahbah Zuhaili, ulama kontemporer, menyatakan bahwa definisi ulama
Hanafiyah ini adalah merupakan definisi yang lebih baik daripada definisi ulama
lainnya, karena definisi ini mengungkapkan syirkah sebagai suatu kontrak, sedangkan
definisi yang lain adalah melihat kepada tujuan kontrak atau hasilnya.2 Absussami'
Al-Misri ulama kontemporer lainnya menyatakan bahwa syirkah merupakan suatu
kontrak antara dua orang atau lebih dalam hal perkongsian modal dan keuntungan.3
Syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu
dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersamasama menjalankan suatu usaha, pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian
yang ditentukan. Dalam syirkah
tidak perlu bagi setiap pihak ikut serta dalam
kegiatan transaksi-transaksi, meski tidak seorangpun yang secara formal dapat
dilekuarkan dari keikutsertaan tersebut. Pada prinsipnya setiap pihak mempunyai hak
untuk ikut serta meskipun dalam prakteknya tidak demikian. Dengan melalui
kesepakatan bersama yang memungkinkan adalah bahwa modal disediakan oleh
beberapa orang bersama-sama termasuk orang yang menyediakan modal. 4
C. Dasar Hukum
a. Al Quran surat Annisa ayat 12 yang artinya Maka mereka bersekutu pada satu
pertiga (dengan mendapat sama banyak laki-laki dan perempuan Sdr. seibu). Surat
shad ayat 240 yang artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang
behubungan sebahagiannya berlaku zalim kepada sebahagian lainnya kecuali
orang yang beriman dan beramal sholeh.
b. Hadits Qudsi Rasulullah SAW diriwayatkan dari Abu Dawud dan Al Hakim yang
artinya: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bermitra usaha selama
masing-masing mereka tidak mengkhianati yang lain. Jika salah seorang
berkhianat Aku keluar meninggalkan mereka berdua.
Maksud hadits diatas adalah Allah SWT akan bersama-sama dengan orang
yang bermitra usaha untuk menjaga dan memelihara mereka, dan menurunkan
rahmat dan memberikan keberkahan atas perniagaan mereka. Sebaliknya jika
terjadi pengkhianatan diantara mereka niscaya Ahhah SWT akan mengangkat
keberkahan dan bantuan Nya dari mereka yang bermitra. Hadits ini merupakan
dasar pelajaran yang berharga yang telah diletakkan oleh Rasulullah SAW bagi
setiap pengelolaan perusahaan yang akan menuju kepada kesuksesan dimana
perusahaan adalah amanah dari Allah SWT. Menjaga amanah merupakan perkara
yang amat penting dalam setiap urusan yang dilakukan manusia, termasuk
mengenai kerjasama usaha didalamnya.
c. Ijma' ulama sepakat bahwa mengadakan syarikat berdasarkan kepada dalil yang
telah disebutkan adalah boleh atau halal hukumnya walaupun sebagian mereka
saling berbeda pendapat mengenai jenis-jenis syirkah itu.
C. Pembagian Syirkah dan Aktivitasnya
Syirkah terbagi atas dua macam:
1. Syirkatul Milk yaitu dua orang atau lebih memiliki sesuatu tanpa melalui
kontrak kerjasama
2. Syirkatul Uqud yaitu kerjasama yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk
bermitra usaha dalam harta dan keuntungan secara keseluruhannya melalui
sebuah kontrak perjanjian.
Syirkatul Milk atau kepemilikan bersama terbagi dua yaitu:
a. Ikhtiyariyah, syirkah ini
berlaku dengan perbuatan kedua belah pihak yang
berkongsi baik dalam hal pembelian, hadiyah ataupun wasiat. Contohnya: dua
orang atau lebih
mendapat hadiyah sesuatu barang maka barang tersebut
sudah menjadi milik mereka berdua secara kongsi.
b. Ijbariyah, syirkah ini berlaku kepada dua orang atau lebih tanpa melalui adanya
perbuatan keduanya, contoh: dua orang yang mendapat warisan satu barang,
maka barang tersebut menjadi milik bersama.
Hukum untuk kedua jenis syirkah ini adalah bahwa salah seorang keduanya
tidak boleh melakuan aktivitas pengelolaan apapun tanpa seizin mitra usahanya.
Syirkah uqud atau kontrak adalah terjadi apabila dua orang atau lebih bermitra
usaha dalam hal harta benda dan keuntungan secara keseluruhannya melalui sebuah
kontrak perjanjian. Syirkah jenis ini terbagi atas empat macam, yaitu:
a. Syirkah Inan, yaitu dua orang bermitra pada suatu harta kepunyaan mereka
berdua untuk berniaga dengan harta itu dan keuntungannya dibagi antara
mereka berdua. Syirkah jenis ini oleh jumhur diakui paling disepakati.
b. Syirkah mufawadah, syirkah ini dinamakan mufawadah karena terdapat
persamaan pada modal, pembagian keuntungan, pengelolaan dan tanggung
jawab. Setiap rekan kongsi hendaklah menyerahkan secara mutlak kuasa
syirkah kepada rekannya. Syirkah jenis ini dipelopori ulama Hanafiyah dan
Zaidiyah.
c. Syirkah wujuh yaitu dua orang yang terkenal di kalangan masyarakat tanpa
memberikan modal sepakat untuk sama-sama membeli secara hutang atas
tanggungan masing-masing dan menjual dengan cara tunai. Syirkah ini
dibolehkan oleh kalangan Hanafiyah, Hambaliyah dan Zaidiyah
d. Syirkah Abdan, syirkah ini dikenal juga sebagai syirkah a'mal yaitu sebuah
syirkah yang mana dua orang bermitra yang mengambil kerjaan atau usaha
menurut tanggungan masing-masing dan hasilnya dibagi sesama mereka.
Syirkah ini dibolehkan oleh ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hambaliyah dan
Zaidiyah.
Secara ringkasnya, para ulama sependapat mengatakan bahwa syarikat inan
adalah yang dibolehkan dan sah menurut hukum Islam, sedangkan syirkah-syirkah
lainnya mereka berselisih pendapat mengenai hukum perdagangannya. Para ulama
mazhab Syafi'i dan Zahiri berpendapat bahwa semua jenis syirkah adalah batal
kecuali syirkah inan dan mudharabah. Ulama mazhab Hambali membolehkan semua
jenis syirkah kecuali mufawadah. Sedangkan ulama mazhab Hanafi dan Zaidiyah
membolehkan semua jenis syirkah tanpa kecuali jika dipenuhi syarat-syarat yang
diperlukan.5
D. Syarat Syirkah
a. Syarat umum syirkah uqud
1. Dapat menerima perwakilan artinya salah seorang dari dua orang yang
bermitra menjadi wakil kepada mitra usahanya yang lain dalam pengurusan
harta syirkah dan pada sisi yang lain ia mengurusi juga hartanya sendiri. Oleh
karena itu dalam syirkah setiap mitra usaha boleh mengijinkan mitranya yang
lain dalam pengelolaan atas azas perwakilan
2. Hendaklah keuntungan diketahui kadarnya contonya sepertiga (⅓) atau
seperdua (½).
3. Keuntungan
hendaklah
menjadi
bagian
yang
tidak
tertentu
pada
keseluruhannya. Kalau keuntungan yang dibagikan itu bersifat tertentu seperti
500.000 atau satu juta, maka syirkah ini tidak sah. Jadi maksud tidak tertentu
di sini adalah keuntungan adalah harus bersifat persentase.
b. Syarat Syirkah Inan
1. Syarat kerja. Dalam syirkah inan boleh dua orang yang bermitra usaha
mensyaratkan kerja kepada keduanya atau kepada salah seorang saja dan
seorang lagi tidak.
2. Pembagian keuntungan. Keuntungan adalah sesuai kadar modal, baik itu sama
banyak atau tidak sama banyak. Tetapi disisi ulama mazhab Hanafi
keuntungan boleh dibagi secara tidak rata dalam kasus modal tidak sama satu
sama lainnya, hal ini dengan syarat bahwa usaha hendaklah dilakukan oleh
kedua-duanya ataupun dilakukan oleh pihak yang mensyaratkan keuntungan
lebih untuknya. Penambahan keuntungan dalam hal ini karena penambahan
kerja. Seperti jika salah seorang mitra usahanya itu lebih cerdik, lebih tangguh,
lebih banyak dan kebih kuat dalam bekerjanya. Oleh karena itu ia berhak
mendapat lebihan atas keuntungan daripada mitra usahanya.
Manakala menurut ulama selain mazhab Hanafi hendaklah keuntungan dan
kerugian mengikut kadar harta (modal) masing-masing. Jika disyaratkan dua
orang yang bermitra berbeda untung dan rugi sedang modal keduanya adalah
sama banyak ataupun disyarakan pembagian untung dan rugi adalah sama
banyak sedang modal berbeda maka kontrak itu tidak sah.6
3. Kerusakan harta syirkah. Jika salah satu dari harta benda (modal) milik mitra
usaha rusak sebelum digunakan untuk membeli dan sebelum masing-masing
dari harta keduanya digabungkan, maka syirkah ini menjadi batal, sebab hal
yang dikontrakkan di dalam perjanjian syirkah adalah harta benda (modal).
Dan syirkah ini memang khusus mengenai kerja sama harta benda (modal)
yang dikontrakkan itu. Jika rusak maka terbatalah kontrak tersebut. Pendapat
ini adalah menurut mazhab Hanafi dan Syafi'i. Adapun menurut mazhab
Maliki dan Hambali jika terjadi kasus semacam ini maka kerusakan itu
ditanggung bersama oleh mitra usaha.
4. Tasarruf (pengelolaan dan pengurusan) harta. Setiap mitra usaha syirkah inan
boleh menjual harta syirkah. Sebab dia telah melakukan kontrak syirkah
dimana setiap mintra usaha memberi izin kepada mitranya yang lain untuk
menjual harta syirkah. Lagi pula istilah syirkah mengandung arti perwakilan.
Oleh karena itu setiap mitra usaha menjadi wakil rekannya yang lain. Hanya
saja dalam pengurusan dan pengelolaan harta ini ia tetap harus mengikuti
perjanjian dan kesepakatan yang telah disetujui bersama.7
Diantara beberapa jenis pengelolaan adalah seperti memperjualbelikan
harta syirkah, menyerahkan kepada orang lain untuk diperdagangkan,
melakukan mudharabah dengan harta syirkah atau menggadaikan dan
menerima barang gadaian. Secara ringkasnya seorang mitra usaha dalam
mengurus kemitrausahaannya hendaklah dengan cara-cara yang tidak
menimbulkan kemudaratan.8
E. Syirkah Kesesuainnya Dengan Perseroan Modern
Islam adalah agama bagi kehidupan, segala pekerjaan dan usaha yang halal
sangatlah dianjurkan oleh agama. Sebaliknya segala usaha dan pekerjaan yang
membawa kepada permusuhan dan merusakkan ikatan kerjasama antara manusia
sangatlah dilarang oleh syariat Islam. Berdasarkan kepentingan dan maslahat manusia
ini maka syariat mengatur berbagai jenis syirkah ini atas dasar taradhin, adil dan tidak
merugikan hak orang lain.
Di dalam dunia modern terdapat istilah saham dan pasar modal. Penyertaan
saham di sebuah perusahaan untuk mendapatkan keuntungan jika perusahaan itu
meraup keuntungan di dalam fiqh klasik disebut dengan al-syirkah.9 Sekalipun
pembahasan syirkah masih amat sederhana di zaman klasik namun hal tersebut bisa
berkembang dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan waktu dan ruang. Dari
berbagai bentuk syirkah yang dikemukanan para ulama fiqh, syirkah inan amat
berdekatan dengan penyertaan modal melalui pembelian saham atau perusahaan. Para
ulama fiqh mendefinisikan syirkah inan dengan penggabungan modal dari dua orang
atau lebih yang jumlahnya tidak harus sama.
Syirkan inan dibangun atas prinsip perwakilan dan kepercayaan, karena
masing-masing pihak telah menanamkan modalnya dalam bentuk saham kepada
perseroan, berarti telah memberikan kepercayaan kepada perseroan untuk mengelola
saham tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari perseroan ini dibagi sesuai dengan
kesepakatan bersama dan kerugian yang diderita ditanggung oleh para pemegang
saham sesuai dengan persentase saham masing-masing, sesuai dengan kaidah fiqh
yang menyatakan keuntungan sesuai dengan kesepakatan bersama dan kerugian sesuai
dengan persentase modal masing-masing.
Jika diperhatikan mekanisme, fungsi dan tujuan pembelian saham-saham
perusahaan di bursa efek atau pasar modal, maka dijumpai kesamaannya dengan
saham yang diberikan pemodal pada syirkah inan tersebut. Dengan demikian, dari
segi fungsi dan tujuan saham yang berlaku di bursa efek dapat diterima oleh fiqh
Islam karena tujuan utama disamping tujuan finansial juga dalam upaya tolongmenolong untuk mengembangkan kinerja dan modal suatu perusahaan. Atas dasar itu,
keberadaan dan mekanisme saham yang diperdagangkan di pasar modal atau bursa
efek dapat dimasukkan ke dalam prinsip umum yaitu jual beli dan ta'awun antar
sesama manusia, hanya saja yang perlu dicatat adalah bahwa cara penyertaan modal
tersebut melalui saham dilakukan melalui penjualan saham baik melalui pasar perdana
maupun pasar sekunder sementara dalam syirkah inan penyertaan modal (saham)
dilakukan secara langsung, bahkan sebelum suatu perusahaan memulai aktivitas
bisnisnya.
Dengan demikian, ada sedikit perbedaan dalam penyertaan modal di suatu
perusahaan antara yang berlaku di pasar modal dewasa ini dengan penyertaan modal
dalam syirkah inan. 10Namun demikian konsep syirkah inan dalam fiqh klasik bukan
membatasi mekanisme dan prosedur penyertaaan modal, karena persoalan ini lebih
ditentukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia, apalagi jika
persoalan perusahaan itu diatur oleh perundang-undangan suatu negara.
Dalam pasar modal Indonesia, terdaftar dua jenis efek yaitu obligasi dan
saham yang boleh dipasarkan hanya di gedung bursa. Efek tersebut diterbitkan oleh
emiten-emiten yang memenuhi persyaratan untuk go publik. Dari terpenuhinya
persyaratan mencerminkan perusahaan sebagai emiten itu mempunyai prospek yang
cerah.
Cerahnya prospek mendorong keoptimisan pemodal untuk melakukan
investasi dengan cara membeli obligasi/saham yang diterbitkan. Pada kesempatan ini
para penjual efek tidak segan-segan menaikkan harga jual yang terlampau jauh dari
nilai nominalnya. Dalam jual beli ini terdapat alternatif apakah membeli untuk
memdapat laba ataukah menjual untuk
mendapat laba perdagangan. Sebelum
membahas lebih lanjut tentang bursa efek atau pasar modal ada istilah-istilah yang
sering muncul yang perlu untuk dijelaskan, antara lain:
1. Obligasi atau surat utang berasal dari bahasa Belanda 'obligatie' yang artinya
kontrak. Obligasi merupakan jenis efek berupa surat pengakuan utang atas
pinjaman utang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu
sekirang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang
jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten.
2. Saham atau sero adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan
modal pada perseroan terbatas (PT).
3. Emiten adalah perusahaan yang menerbitkan emisi atau saham
4. Agio adalah kelebihan harga yang ditawarkan yang melebihi harga yang
tertera dalam lembaran saham.
5. Pasar perdana merupakan penawaran saham dari emiten kepada investor
selama jangka waktu yang ditetapkan oleh BAPEPAM sebelum saham
tersebut diperdagangkan di pasar sekunder.
6. Pasar sekunder adalah mekanisme mempertemukan penawaran jual dan
permintaan beli yang dilaksanakan di bursa efek oleh investor melalui
pedagang perantara.
7. underwriter adalah penjamin emisi berupa perusahan atau sindikat perusahaan
yang menjamin seluruh efek yang yang diemisikan oleh memiten. Underwriter
merupakan mediator antara emiten dan para pemodal.
8. Bursa efek adalah pasar sekunder yang menjual saham dengan alat elektronik
yang modern dan canggih seperti JATS (Jakarta Automated Trading Sistem)
dimana transaksi saham diproses melalui pemindahbukuan.
9. Broker adalah pedagang perantara.
11
Ada dua bentuk penawaran saham di pasar modal yaitu melalui penawaran
pasar perdana dan melalui penawaran pasar sekunder. Harga saham yang ditawarkan
pada kedua pasar ini bisa berbeda dan secara mayoritas harga saham di pasar sekunder
jauh lebih tinggi resikonya dibandingkan harga saham di pasar perdana.
Penawaran saham di pasar perdana merupakan harga yang disepakati oleh
emiten dengan penjamin emisi dan harga tidak bisa ditawar. Harga saham yang
ditetapkan ini melebihi harga nominal yang tertera di lembaran saham. Kelebihan
harga ini didasarkan atas prospek perusahaan yang menjual saham dan kekuatan
permintaan pasar. Semakin banyak permintaan saham di pasar perdana semakin tinggi
harga saham tersebut. Dengan demikian tinggi rendahnya harga saham di pasar
perdana amat tergantung ke dalam hukum supply and demand (penawaran dan
permintaan). Dalam Islam hukum ini diakui artinya tidak ada seorangpun yang boleh
ikut campur merubah harga pasar sewenang-wenang atau atas dasar keinginan
pemerintah karena ini termasuk kezaliman yang dilarang oleh Islam.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa agio kelebihan harga saham yang
berhasil dijual di pasar perdana dari harga nominal saham, merupakan sesuatu yang
dibolehkan syara', karena kelebihan harga itu didasarkan atas hukum supply and
demand. Kebolehan transaksi ini juga harus dibarengi dengan suatu prinsip utama
dalam Islam yaitu atas dasar suka sama suka
sehingga masing-masing pihak
mencapai tujuan yang dikehendaki yaitu kemaslahatan bersama.
Penawaran di pasar sekunder amat berbeda dengan transaksi saham dipasar
perdana, sebagimana yang telah dijelaskan sebelumnya, di pasar
perdana proses
perdagangan hanya terjadi ketika emiten atau perusahaan yang menjual saham
mengeluarkan emisi baru, sementara proses perdagangan pada pasar sekunder terjadi
setiap hari, dan dalam satu hari bisa terjadi beberapa kali perdagangan, akan tetapi
untuk melakukan transaksi, pasar sekunder memberlakukan adanya jasa pedagang
perantara (broker) karena investor sendiri tidak boleh langsung terjun ke lantai bursa.
Harga saham tidak lagi ditentukan oleh emiten dan penjamin emisi
(underwriter) sebagaimana halnya pasar perdana, akan tetapi berdasarkan atas teori
supply and demand disamping juga ditentukan oleh prospek perusahaan yang
menerbitkan saham (emiten). Atas dasar itu harga saham di pasar sekunder bisa lebih
tinggi dari harga saham di pasar perdana bahkan dapat menjadikan investor
kebingungan dan melakukan berbagai spekulasi.
Turun naiknya harga saham terjadi disebabkan adanya unsur permainan yang
dilakukan oleh spekulator untuk mendapatkan keuntungan
(capital gain) dalam
waktu singkat baik itu dengan cara Netting (membeli saham pada awal perdagangan
dimulai dan langsung dijual pada hari itu juga dalam posisi harga beli lebih rendah
daripada harga jual sehingga didapat keuntungan tanpa harus mengeluarkan modal)
ataupun Short selling ( menjual saham pada posisi harga tertentu, kemudian membeli
pada hari yang sama yaitu saat harga saham turun). Dengan demikian ramainya bursa
efek dengan unsur-unsur spekulatif dan para spekulan menyebabkan perkembangan
harga saham tidak bisa dipastikan, sekalipun dilakukan oleh analis yang paling pintar.
Disamping unsur spekulasi yang tinggi, terdapat faktor lain yang
mengguncang harga saham di bursa sekunder yaitu seperti insider trading (informasi
orang dalam) dan corner (sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai pasokan
saham sehingga harga saham bisa direkayasa melalui transaksi fiktif).
Jika ditinjau dari hukum Islam, penawaran saham di pasar sekunder memiliki
beberapa unsur yang tidak sejalan, bahkan bertentangan dengan prinsip dan nilai
bermu'amalah dalam Islam. Dalam unsur netting dan short selling sebagai unsur
permainan dalam harga saham terkandung makna ihtikar (penimbunan) yang dilarang
Islam. Dalam prakteknya seorang pembeli atau investor berupaya membeli sebanyakbanyaknya suatu komoditas sehingga stok komoditas tersebut menipis dan harga
melonjak naik. Di saat harga melonjak naik maka saham tersebut dilepas ke pasar
sehingga meraup keuntungan yang besar, praktek ini dilarang oleh syariat Islam.
Akibat perilaku para spekulan di pasar sekunder harga saham sulit untuk
ditebak dan sulit untuk stabil karena fluktuasi harga di lantai bursa bisa terjadi pada
setiap saat. Hal ini juga akan membawa dampak yang negatif bagi para pengusaha dan
investor sendiri. Dalam kajian hukum Islam unsur spekulatif ini dapat disebut jahalah
(ketidakpastian). Secara definitif al-jahalah diartikan sebagi unsur yang tidak jelas
pada kualitas, kuantitas atau harga suatu komoditas. Transasi yang mengandung unsur
jahalah ini dilarang dalam Islam, karena bisa merugikan para pelaku ekonomi dan
menimbulkan pertengkaran diantara mereka.
Faktor spekulatif yang berlangsung dalam perdagangan saham dipasar
sekunder menurut M.A. Mannan sama dengan mengadu nasib atau masir yang
dilarang agama, yaitu suatu bentuk usaha yang pada hakikatnya merupakan gejala
untuk membeli sesuatu dengan harga murah kemudian menjualnya ketika harga
tinggi. Apabila harga dimasa depan lebih mahal dari harga masa sekarang, maka para
spekulan akan berusaha membeli komoditas tersebut sebanyak-banyaknya, kemudian
menjualnya ketika harga sudah mahal. Demikian juga halnya apabila harga di masa
yang akan datang lebih rendah dari harga yang berlaku sekarang, maka para spekulan
juga akan melepas seluruh sahamnya untuk menghindari kemerosotan harga saham di
masa yang akan datang.12
Fluktuasi harga saham di pasar sekunder juga dipengaruhi oleh unsur insider
trading yaitu campur tangan orang dalam yang menyebabkan terjadinya kompetisi
yang tidak sehat di kalangan investor. Sikap ini sama dengan ba' ul khadhir libad
yatiu transaksi yang dilakukan oleh orang-orang kota ketika melakukan transaksi yang
dilakukan oleh orang orang dusun dengan mendatangi mereka yang didalamnya
terdapat unsur penipuan karena orang dusun tersebut tidak mengetahui secara pasti
harga komoditas sebenarnya, transaksi semacam ini dilarang oleh syariat Islam.
Keuntungan yang diperoleh di pasar modal atau bursa efek sesuai dengan jenis
pasar yang ada yaitu pasar perdana dan pasar sekunder, dimana dalam pasar perdana
perdagangan masih dianggap perdagangan biasa yaitu selembar saham ditawarkan
dengan mengajukan harga tertentu yang ditetapkan berdasarkan keadaan perusahaan
dan kekuatan pasar, oleh sebab itu keuntungan yang diperoleh darinya masih dalam
batas yang wajar. Keuntungan yang diperoleh perusahaan akan dibagi kepada seluruh
pemegang saham sesuai dengan persentase saham masing-masing. Hal ini
dianalogikan sesuai dengan syirkah inan dalam sistem ekonomi Islam, dimana
masing-masing investor yang menanamkan investasinya di suatu perusahaan tersebut
tidak harus sama kuantitasnya. Atas dasar itu pula keuntungan yang diperoleh oleh
masing-masing investor juga tidak sama, melainkan sesuai dengan besarnya saham
masing-masing.13
Kerugian berarti hilangnya sebagian dari modal dan oleh karena itu akan
dibagi sesuai dengan modal yang ditanamkan dalam usaha dan ditanggung oleh
pemilik modal. Pada prinsipnya dalam kasus kerugian yang terjadi dalam usaha
berdasarkan syirkah harus dibagi sesuai ukuran atas modal yang ditanamkan hal ini
disepakati oleh semua ahli fiqh baik imam syiah maupun keempat imam sunni.14
Keuntungan saham di pasar sekunder sama dengan di pasar perdana, tetapi
persoalannya muncul ketika terjadi permainan harga saham dalam bentuk netting,
short selling, insider traiding, corner yang keempat bentuk tindakan ini tidak dapat
diterima dan disahkan oleh hukum Islam. Jika kenaikan saham terjadi secara wajar hal
ini dibolehkan dalam Islam, akan tetapi jika kenaikan harga disebabkan hasil
"penggorengan saham" yang dilakukan secara tidak sehat dilantai bursa sudah pasti
bersifat negatif dan dapat merugikan lorang lain, maka hal ini dilarang dalam Islam.
Bursa efek memang dapat menggairahkan perekonomian suatu negara yang
kemudian dapat membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi dan
kesejahteraan rakyatnya, akan tetapi tidak boleh perdagangan ini dilakukan cara-cara
yang tidak benar sehingga tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik
pula, apabila dilakukan dengn cara yang kotor maka tidak diridhai Allah SWT
sehingga hukum yang dijatuhkan adalah haram bertransaksi dengan cara-cara yang
batil.
Dafatar Pustaka
Abdus Sami' Almisri, Altijarah fil Islam, (Cairo: Maktabah Wahbah, 1986), h. 118
Junaedi, Pasar Modal Indonesia Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1990
M. Nejatullah Siddiqi, Kemitra usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam,
Penterjemah F. Mumtihani, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h.8-9
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekobnomi Islam, Penterjemah Nastangain,
(Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1997), h. 292-293
Wahbah Zuhaili, Al fiqhul Islam wa Adillatuhu, (Darul Fikri: Damaskus, 1989)
Nasrun Haroen, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjaun Hukum Islam,( Jakarta:
Kalimah, 2000
1
Wahbah Zuhaili, Al fiqhul Islam wa Adillatuhu, (Darul Fikri: Damaskus, 1989), h. 795
Ibid.
3
Abdus Sami' Almisri, Altijarah fil Islam, (Cairo: Maktabah Wahbah, 1986), h. 118
4
M. Nejatullah Siddiqi, Kemitra usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam, Penterjemah F.
Mumtihani, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h.8-9
5
Wahbah Wahbah Zuhaili, Al fiqhul Islam wa Adillatuhu, h. 797
6
Wahbah Wahbah Zuhaili, h. 816-819
7
Abdus Sami' Almisri, Altijarah fil Islam,h. 119
8
Ibid.
9
Nasrun Haroen, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjaun Hukum Islam,( Jakarta: Kalimah, 2000),
h.76
10
Ibid., h.78
11
Junaedi, Pasar Modal Indonesia Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h.
4-9
12
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekobnomi Islam, Penterjemah Nastangain, (Yogyakarta, PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1997), h. 292-293
13
Nasrun Haroen, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjaun Hukum Islam, h. 100
14
M. Nejatullah Siddiqi, Kemitra usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam, h.15
2
Download