BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.2 Pemasaran 2.2.1 Pengertian Pemasaran The chartered institute of marketing (2007) mendefinisikan pemasaran sebagai “proses” manajemen untuk mengidentifikasi, mengantisipasi,dan memuaskan kebutuhan konsumen.” Menurut Ali Hasan (2007) pemasaran adalah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder ( pelanggan, karyawan, pemegang saham) Dan menurut Gronroos (2012) juga mendefinisikan pemasaran sebagai “proses untuk mengidentifikasi dan menetapkan,memelihara,serta meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya,sehingga tujuan dari semua pihak yang terlibat dapat dipenuhi,yang dilakukan dengan cara yang saling menguntungkan dan memenuhi janjinya” Senada dengan Gronross,kotler dan amstrong (2012) juga mendefinisikan pemasaran sebagai “proses sosial dan manajerial yang dilakukan individu atau kelompok untuk memperoleh kebutuhan dan keinginan, dengan cara membuat serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain” Menurut Stanton (2001), definisi pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Menurut Cannon, Perreault,dan McCarthy (2008), Pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen. Menurut Tjiptono (2008), Strategi pemasaran adalah suatu alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan pesaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Dari pengertian diatas maka dapat kita simpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses kegiatan pertukaran dimana perusahaan menciptakan nilai yang dibutuhkan oleh pelanggan kemudian mengkomunikasikan nilai tersebut sehingga menciptakan sebuah hubungan yang kuat dengan pelanggan dan membuat pelanggan merasa puas sehingga perusahaan dapat menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalan atas kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan. 2.2.2 Bauran Pemasaran Dalam pemasaran terdapat strategi pemasaran yang disebut bauran pemasaran (Marketing mix) yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi konsumen agar dapat membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan untuk dapat memuaskan para konsumen. Pengertian bauran pemasaran menurut Buchari Alma (2007). Menurut Kotler dan Amstrong (2003), Bauran Pemasaran adalah perangkat alat pemasaran taktis dan dapat dikendalikan produk, harga, distribusi, dan promosi yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran. Menurut Zeithaml dan Bitner (2008) Bauran pemasaran adalah elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan tamu dan untuk memuaskan tamu. Bauran pemasaran dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang disebut 4P yaitu (Product, Price, Place, dan Promotion) 1. Product Kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar 2. Price Jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk memperoleh suatu produk 3. Place Kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia untuk target pasar. 4. Promotion Aktivitas menyampaikan manfaat produk dan membujuk konsumen membelinya. Pendekatan pemasaran 4P tradisional (product, place, prices, promotion) seperti yang di ungkapkan di atas berhasil dengan baik untuk barang, tetapi elemen-elemen atau variabelvariabel tambahan perlu pemasaran jasa yaitu, orang (people), bukti fisik (physical evidence), proses (process) Kotler (2012). Adapun pengertian 7P menurut Kotler dan Amstrong (2012): 1. Produk Produk (product) adalah mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang tepat untuk dipasarkan dengan mengubah produk atau jasa yang ada dengan menambah dan mengambil tindakan yang lain yang mempengaruhi bermacam macam produk atau jasa. 2. Price Harga (price), adalah suatu sistem manajemen perusahaan yang akan menentukan harga dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus menentukan strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran ongkos angkut dan berbagai variabel yang bersangkutan. 3. Place Distribusi (place), yakni memilih dan mengelola saluran perdagangan yang dipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk melayani pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk melakukan pengiriman dan perniagaan produk secara fisik. 4. Promosi Promosi (promotion), adalah suatu unsur yang digunakan untuk memberitahukan dan membujuk pasar tentang produk atau jasa yang baru pada perusahaan melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi. 5. Physical Evidence Sarana Fisik (Physical Evidence), merupakan hal yang nyata yang turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Unsur yang termasuk dalam sarana fisik antara lain lingkungan atau bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan barang-barang lainnya. 6. People Orang (People), adalah semua pelaku yang memainkan peranan penting dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen dari orang adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain.Semua sikap dan tindakan karyawan, cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penyampaian jasa. 7. Proses Proses (Process), adalah semua prosedur aktual mekanisme, dan aliran aktifitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini memiliki arti sesuatu untuk menyampaikan jasa. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan senang merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian jasa itu sendiri 2.3 Consumer Behaviour Menurut Kotler dan Keller (2013) Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu,kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan membuang barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Perilaku Konsumen merupakan keseluruhan dari keputusan konsumen dengan menghargai akuisisi, konsumsi, dan penempatan dari barang, jasa waktu dan ide-ide dari keputusan seseorang (dari waktu ke waktu) hoyer dan macinnis ( 2010) Menurut Dharmmesta dan Handoko, (2008 ) Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Definisisi perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2008) Perilaku konsumen menggambarkan cara individu mengambil keputusanuntuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang,usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu,kelompok, maupun organisasi dimana mereka secara langsung terlibat untuk memilih, menggunakan dan membuang barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2012) sebagai berikut: 1. Faktor Budaya Budaya, sub budaya, dan kelas social merupakan pengaruh penting terhadap perilaku pembelian konsumen. Budaya adalah penentu fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Setiap budaya terdiri dari sub budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub budaya termasuk kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. 2. Faktor Sosial Selain faktor budaya, faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, dan peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. 1. Kelompok acuan, adalah semua kelompok yang memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku konsumen. 2. Keluarga, adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan anggota keluarga merupakan acuan primer yang paling berpengaruh. 3. Peran dan status, peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh seseorang. Setiap peran yang dilakukan dinamakan status. 3. Faktor Pribadi Karakteristik pribadi yang mempengaruhi keputusan pembeli termasuk usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai. 2.4 Internet Menurut Allan (2005) internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang saling terhubung secara fisik dan memiliki kemampuan untuk membaca dan menguraikan protokol komunikasi tertentu yang disebut Internet Protocol (IP) dan Transmission Control Protocol (TCP). Protokol adalah spesifikasi sederhana mengenai bagaimana komputer saling bertukar informasi. Pengertian menurut strauss, El-Ansary, Frost (2003) Internet adalah seluruh jaringan yang saling terhubung satu sama lain. Beberapa komputer- komputer dalam jaringan ini menyimpan file, seperti halaman web, yang dapat diakses oleh seluruh jaringan komputer. Internet adalah jaringan komputer yang tumbuh cepat dan terdiri dari jutaan jaringan perusahaan, pendidikan, serta pemerintah yang menghubungkan ratusan juta komputer serta pemakainya di lebih dari 200 negara (O’Brien, 2005) 2.5 Website Menurut O’Brien dan Marakas (2010), Website merupakan sebuah fasilitas yang menawarkan ruang bincang, email, maupun pesan instan dimana para surfer internet dapat menjelajahi www (world wide web) dengan menggunakan software browser untuk mendapat berbagai macam informasi, hiburan, ataupun kepentingan lainnya. Menurut Pipiapoh (2010), website merupakan komponen atau kumpulan komponen yang terdiri dari teks, gambar, suara animasi sehingga lebih merupakan media informasi yang menarik untuk dikunjungi 2.6 Website Quality Website yang bermutu dari sudut pandang pengguna dapat dilihat dari tingkat 10 persepsi layanan aktual yang tinggi dan kesenjangan (gap) mutu layanan yang dirasakan (aktual) dengan tingkat harapan ideal yang rendah, tingkat pengukuran kualitas website banyak menggunakan skala likert (Barnes & Vidgen, 2001). Tingkat kunjungan pada website memiliki banyak penyebab dalam menentukan tingkat kualitas pada website. Penyebab ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti hosting yang dipakai, kemampuan teknis dari penyedia layanan internet, waktu jeda yang dicatat sebagai waktu kunjungan website (Clifton, 2010). WEBQUAL (Website Quality). WEBQUAL diciptakan berdasarkan saluran fungsi kualitas. Menurut Slabey (dalam Barnes dan Vidgen, 2001) dinyatakan definisi quality function deployment (QFD) adalah “structured and disciplined process that provides a means to identify and carry the voice of the customer through each stage of product and service development and implementation” yaitu proses yang terstruktur dan teratur yang disediakan untuk mengidentifikasi dan membawa keluhan pelanggan melalui tiap tingkatan implementasi dan pengembangan produk atau jasa. Menurut Wingfield (2002), (E-Commerce (special report): cover story - a you can minimize the risk”, Wall Street Journal.) menampilkan website secara professional mengindikasikan bahwa perusahaan e-retailer berkompeten dalam menjalankan operasionalnya. Tampilan website yang professional memberikan pelanggan rasa nyaman, maka dengan begitu pelanggan dapat lebih percaya dan nyaman dalam melakukan pembelian Rayport dan Jaworski dalam Kotler dan Armstrong (2008) berpendapat bahwa tantangan utama dalam merancang situs web yang atraktif pada pandangan pertama dan cukup menarik untuk mendorong kunjungan ulang. Banyak pemasar menciptakan situs web yang berwarna-warni, memiliki kecanggihan grafis yang menggabungkan teks, suara, dan animasi untuk menangkap dan mempertahankan perhatian. Untuk menarik pengunjung baru dan mendorong kunjungan ulang, saran Kotler dan Armstrong (2008), pemasar online harus memperhatikan dengan cermat tujuh C rancangan situs web yang efektif yaitu: 1. Context (konteks): tata letak dan rancangan situs 2. Content (isi): teks, gambar, suara dan video yang menjadi isi situs web 3. Community (komunitas): cara situs memungkinkan komunikasi antar pengguna 4. Customization (penyesuaian): kemampuan situs untuk menyesuaikan dirinya sendiri kepada pengguna berbeda atau memungkinkan pengguna mempersonalisasikan situs 5. Communication (komunikasi): cara situs memungkinkan komunikasi situs dengan pengguna, pengguna dengan situs, atau komunikasi dua arah 6. Connection (hubungan): tingkat hubungan situs dengan situs lain 7. Commerce (perdagangan): kapabilitas situs untuk memungkinkan transaksi perdagangan. 2.6.1 Indikator kualitas sebuah website Ada beberapa Hal dalam pengukuran Kualitas Website Menurut Jurnal WEBQUAL: A Exploring the 30 Factors Associated With Quality (2006 ), yang ditulis oleh “Kausar Fiaz Khawaja, Dr. Rahat Hussain Bokhari” Ada 9 indikator kualitas sebuah website antara lain: 1. Reliability (keandalan dari situs website), 2. Navigability (Panduan untuk menggunakan website). 3. Responsiveness (Ketanggapan dalam memecahkan masalah). 4. Efficiency (Efisien informasi). 5. Funtionality (fungsi keseluruhan dari website). 6. Usefulness (Kegunaan fitur atau menu bagi pengguna). 7. Information Accuracy (Keakuratan Informasi yang disampaikan kepada pengguna). 8. Ease of use (Kemudahan dalan penggunaan website). 9. Web Appearance (Penampilan Website). Selain itu menurut jurnal yang berjudul “ Effect of Agile Methods on Website Quality for Electronic Commerce” David F.Rico(2007) Menuliskan ada 14 indikator Kualitas Website antara lain: 1. In-depth information 2. Processing Efficiency 3. Processing speed 4. Personalization 5. Product Selection 6. Protection of privacy 7. Feelings of safety 8. Adequate sequrity 9. Order receive 10. On time delivery 11. Order accurate 12. Willingness to respond 13. Desire to fix issues 14. Promptness of service 2.7 Corporate Social Responsibility Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan. Menurut Michael Hopkins (2003) pengertian CSR adalah (CSR is concerned with treating the stakeholders of the firm ethically or in a responsible manner). Pengertian CSR menurut Johnson (2002) menyatakan bahwa: “ CSR is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact to society“ Menurut Wibisono (2007), Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan. Sedangkan Menurut Nor Hadi (2011) CSR atau Tanggung Jawab Sosial merupakan sebuah bentuk komitmen perusahaan dalam berkontribusi membangun perekonomian perusahaan yang diimbangi dengan melakukan kegiatan etis yang dapat meningkatkan kualitas hidup dari pekerja atau karyawan beserta keluarganya agar setaraf dengan komunitas lokal dan masyarakat secara luas. Menurut Trinidads & Tobacco Bureau of Standards dalam Reza Rahman (2009), Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas. Reza Rahman memberikan 3 (tiga) defenisi CSR sebagai berikut: 1. Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut dalam peraturan perundang-undangan; 2. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas; dan 3. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup; 2.7.1 Bentuk Program CSR Menurut Kotler dan Lee (2005). ada enam bentuk program yang dijalankan oleh perusahaan utnuk mendukung masalah-masalah sosial dan memenuhi komitmen untuk tanggung jawab sosial perusahaan. Berikut adalah enam program CSR: 1. Cause Promotion Merupakan salah satu bentuk dari CSR yang ditunjukkan dengan kepedulian perusahaan terhadap isu-isu tertentu yang sedang beredar dalam masyarakat, lalu perusahaan mengajak semua lapisan masyarakat untuk ikut peduli pada isu tersebut. 2. Cause Related Marketing Bentuk CSR seperti ini sering kita alami sehari-hari. Dimana suatu ketika kita membeli produk tertentu atau kita disarankan untuk membeli produk tertentu yang ternyata berapa persen dari penjualan produk tersebut akan didonasikan untuk membantu mengatasi dan mencegah masalah tertentu. 3. Corporate Social Marketing Pada corporate social marketing ini perusahaan memiliki target untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap suatu isu dari yang kurang baik menjadi baik. 4. Corporate Philanthropy Merupakan salah satu bentuk CSR berupa pemberian kontribusi atau bantuan secara langsung baik dalam bentuk dana maupun jasa kepada pihak yang membutuhkan baik itu perorangan maupun lembaga atau kelompok. 5. Corporate Volunteering Pada corporate volunteering, perusahaan akan melibatkan karyawannya secara langsung dalam kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan memberikan kesempatan seperti waktu bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan CSR pada jam kerja, dimana karyawan tersebut tetap mendapatkan gaji. 6. Social Responsibility Business Practice Social Responsibility Business Practice adalah inisiatif dari sebuah perusahaan untuk mengadopsi dan mengatur praktek bisnis seperti sistem kerja dan investasinya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi lingkungan. 2.7.2 Lima Pilar Aktivitas Corporate Social Responsibility Konsep Corporate Social Responsibility diukur dengan menggunakan lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu (Wibisono, 2007) 1. Building Human Capital Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community development. 2. Strengthening Economies Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar. 3. Assessing Social Chesion Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik. 4. Encouraging Good Governence Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik. 5. Protecting The Environment Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan. Selanjutnya menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74, menyatakan sebuah perusahaan tidak terlepas dari Corporate Social Responsibility, atau disebut dengan konsep tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut dijelaskan tanggung jawab perusahaan mencakup empat jenjang yang merupakan kesatuan, yaitu: 1) Tanggung jawab ekonomis berarti perusahaan perlu menghasilkan laba sebagai fondasi untuk dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya; 2) Tanggung jawab hukum perusahaan yakni harus bertanggung jawab secara hukum dengan mentaati ketentuan hukum yang berlaku; 3) Tanggung jawab etis perusahaan bertanggung jawab untuk mempraktekkan halhal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai, etika, dan norma-norma kemasyarakatan; 4) Tanggung jawab filantropis berarti perusahaan harus memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat sejalan dengan operasi bisnisnya 2.7.3 Bentuk Implementasi Corporate Sosial Responsisbility (CSR) Faktor yang menjadi penyebab mengapa tanggung jawab sosial menjadi begitu penting untuk dilaksanakan, di antaranya sebagai berikut: 1) Adanya arus globalisasi, yang memberikan gambaran tentang hilangnya garis pembatas di antara berbagai wilayah di dunia sehingga menghadirkan universalitas. Dengan demikian menjadi sangat mungkin perusahaan multinasional dapat berkembang dimana saja sebagai mata rantai globalisasi. 2) Konsumen dan investor sebagai public primer organisasi profit membutuhkan gambaran mengenai tanggung jawab organisasi terhadap isu sosial dan lingkungannya. 3) Sebagai bagian dalam etika berorganisasi, maka dibutuhkan tanggung jawab organisasi untuk dapat mengelola organisasi dengan baik (lebih layak dikenal dengan good corporate governance). 4) Masyarakat pada beberapa negara menganggap bahwa organisasi sudah memenuhi standar etika berorganisasi, ketika organisasi tersebut peduli pada lingkungan dan masalah sosial. 5) Tanggung jawab sosial setidaknya dapat mereduksi krisis yang berpotensi terjadi pada organisasi. 2.7.4 Manfaat CSR Kepada Perusahaan Menurut A.B. Susanto (2009) dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, antara lain sebagai berikut: 1. Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankanya. CSR akan mendongkrak citra perusahaan, yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. Manakala terdapat pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan melakukan perilaku serta praktik-praktik yang tidak pantas, masyarakat akan menunjukkan pembelaannya. Karyawan pun akan berdiri di belakang perusahaan, membela tempat institusi-institusi mereka bekerja. 2. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika suatu perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memaafkannya. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumen goods yang lalu dilanda isu adanya kandungan berbahaya dalam produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, maka masyarakat dapat memaklumi dan memaafkannya sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dan kinerjanya. 3. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memilki reputasi yang baik, yang secara konsisiten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada penigkatan kinerja dan produktivitas. 4. CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdersnya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memilki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Hal ini mengakibatkan para stakeholders senang dan merasa nyaman dalam menjalankan hubungan dengan perusahaan. 5. Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide. Konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memilki reputasi yang baik. 6. Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya 2.7.5 Indikator CSR Terdapat 6 indikator CSR menurut Andrea Perez & ignacio (2013) 1. Helps solve social problems 2. Uses part of its budget for donations and social project to advance the situation of the most underprivileged groups of the society 3. Contributes money to cultural and social event. 4. Play a role in the society beyond the generation of economic benefits 5. Is concerned with improving the general well being of society 6. Is concerned with respecting and protecting the natural environment 2.8 Trust Chaudhuri dan Holbrook (2001) mendefinisikan kepercayaan terhadap merek sebagai kemauan dari rata-rata konsumen untuk bergantung kepada kemampuan dari sebuah merek dalam melaksanakan segala kegunaan atau fungsinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara spesifik, kepercayaan dapat mengurangi ketidakpastian dalam sebuah lingkungan di mana konsumen merasa tidak aman di dalamnya, karena mereka mengetahui bahwa mereka dapat mengandalkan merek yang sudah dipercaya tersebut. Belief atau rasa percaya terhadap reliabilitas, keamanan, dan kejujuran merupakan faktor-faktor terpenting dalam trust. Delgado-Ballester dan Munuera-Alemán (2001) mendefinisikan trust atau kepercayaan sebagai “a feeling of security held by the consumer that the brand will meet his/her consumption expectations”. Kepercayaan adalah rasa aman yang dirasakan oleh konsumen terhadap merek, bahwa merek tersebut akan memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Proses di mana seorang individu menghubungkan kepercayaan dengan merek didasarkan atas pengalamannya dengan merek tersebut. Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang penuh ketidakpastian. 2.8.1 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan seseorang. McKnight et al (2002) menyatakan bahwa ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen yaitu perceived web vendor reputation, dan perceived web site quality. a. Perceived web vendor reputation Reputasi merupakan suatu atribut yang diberikan kepada penjual berdasarkan pada informasi dari orang atau sumber lain. Reputasi dapat menjadi penting untuk membangun kepercayaan seorang konsumen terhadap penjual karena konsumen tidak memiliki pengalaman pribadi dengan penjual, Reputasi dari mulut ke mulut yang juga dapat menjadi kunci ketertarikan konsumen. Informasi positif yang didengar oleh konsumen tentang penjual dapat mengurangi persepsi terhadap resiko dan ketidakamanan ketika bertransaksi dengan penjual. Hal ini dapat membantu meningkatkan kepercayaan konsumen tentang kompetensi, benevolence, dan integritas pada penjual. b. Perceived web site quality Perceived web site quality yaitu persepsi akan kualitas situs dari toko maya. Tampilan toko maya dapat mempengaruhi kesan pertama yang terbentuk. Menurut Wing Field (dalam Chen & Phillon, 2003), menampilkan website secara professional mengindikasikan bahwa toko maya tersebut berkompeten dalam menjalankan operasionalnya. Tampilan website yang professional memberikan rasa nyaman kepada pelanggan, dengan begitu pelanggan dapat lebih percaya dan nyaman dalam melakukan pembelian. 2.8.2 Faktor – Faktor Pembentuk Kepercayaan Pendekatan yang juga perlu dilakukan untuk membentuk kepercayaan dan hubungan adalah dengan mendengarkan, yang merupakan kunci membangun kepercayaan karena tiga faktor penting (Griffin, 2003): 1. Pelanggan lebih cenderung mempercayai seseorang yang menunjukkan rasa hormat dan apa yang dikatakannya. 2. Pelanggan cenderung lebih mempercayai perusahaan mendengarkan dan membantu masalah-masalahnya. bila perusahaan 3. Semakin banyak pelanggan memberitahu maksudnya, semakin besar rasa kepercayaannya. Faktor yang membentuk kepercayaan seseorang ada tiga menurut Mayer et al dalam rofiq (2007) • Kemampuan (Ability) • Kebaikan hati ( Benevolence) • Integritas (Integrity) 2.8.3 Jenis – Jenis Kepercayaan Terdapat tiga jenis kepercayaan menurut Mowen (2002), yaitu: a. Kepercayaan Atribut Objek Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut objek. Kepercayaan atribut objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek, seperti seseorang, barang atau jasa, melalui kepercayaan atribut objek, konsumen menyatakan apa yang diketahui tentang sesuatu hal variasi atributnya. b. Kepercayaan Manfaat Atribut Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhannya dengan kata lain memiliki atribut yang akan memberikan manfaat yang dapat dikenal. Hubungan antara atribut dan manfaat ini menggambarkan jenis kepercayaan kedua. Kepercayaan atribut manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan manfaat tertentu. c. Kepercayaan Manfaat Objek Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya. Kepercayaan manfaat objek merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk, orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu. 2.8.4 Indikator Trust Terdapat 6 Indikator Trust Menurut (Anderson and Narus 1990) dalam Fatma noyan dan Gulhayat Golbasi Simsek (2012) 1. I feel relieved about this supermarket 2. I believe that I can trust this supermarket will not try to cheat me 3. I believed that this supermarket is truthful 4. This supermarket want to win trust from customers 5. This supermarket provide me steady trust 6. I trust this supermarket 2.9 Purchase Intention Purchase intention adalah kecenderungan untuk membeli sebuah merek dan secaraumum berdasarkan kesesuaian antara motif pembelian dengan atribut atau karakteristikdari merek yang dapat dipertimbangkan (Belch, 2004). Berman & Evans (2004) mendefinisikan minat beli sebagai rasa ketertarikan yang dialami oleh konsumen terhadap suatu produk (barang dan jasa) yang dipengaruhi oleh sikap di luar konsumen dan di dalam konsumen itu sendiri. Schiffman & Kanuk (2004) mendefinisikan minat sebagai kualitas motivasi yang merupakan proses dorongan yang menyebabkan tingkah laku meskipun tidak memberikan arah setepat-tepatnya dari tingkah laku tersebut. Tetap minat terhadap suatu produk tidak selalu konsisten dengan perilaku tergantung pada situasi lainnya. Minat beli konsumen terhadap suatu produk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Lamb, Hair, Mc Daniel, 2001) antara lain: 1. Awareness (Kesadaran) Awareness merupakan suatu tingkat kepekaan terhadap produk yang dirasakan oleh konsumen, serta pengetahuan adanya produk baru, dimana wiraniaga dapat menyajikan suatu manfaat bagi konsumen jika menggunakan produk tersebut. Dapat dikatakan pula bahwa suatu produk baru dapat dirasakan oleh konsumen. 2. Interest (Minat) Penyajian penjualan dimulai dengan menarik perhatian calon konsumen, dimana wiraniaga harus dapat berusaha memikat minat calon pembeli sambil menghidupkan keinginannya terhadap produk. Berbagai pendekatan dapat digunakan untuk menarik perhatian calon konsumen dan memulai penyajian produk. Wiraniaga dapat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti, dan juga harus memilih waktu dan lokasi yang tepat untuk melakukan presentasi. 3. Desire (Keinginan untuk mencoba dan memiliki) Setelah menangkap perhatian calon pembeli, wiraniaga dapat memikat mintanya sehingga dapat menimbulkan keinginan akan produk lewat uraian penjualan dimana disini wiraniaga dapat melakukan demonstrasi. Wiraniaga juga dapat menawarkan sesuatu pembuktian dengan mengadakan test untuk memberikan pengetahuan kepada pelanggan. 4. Action (Menimbulkan tindakan) Sesudah menerangkan produk dan manfaatnya, wiraniaga harus berusaha menutup penjualan dan mencatat pesanan. Wiraniaga juga harus berhati-hati dalam melakukan demonstrasi karena wiraniaga dapat saja kehilangan penjualan karena berbicara terlampau banyak. Calon konsumen mungkin sudah siap melakukan pembelian pada awal mulanya akan tetapi kemudian berubah pikiran jika wiraniaga mau melakukan penyajian secara lengkap. Percobaan penutupan juga dapat dilakukan dengan mengeluarkan keberatan-keberatan pembeli, sehingga wiraniaga akan berkesempatan untuk menjawab pertanyaan atau keberatan-keberatan yang diajukan oleh calon konsumen. Selain itu wiraniaga dapat menawarkan produk, mempresentasikan ciriciri produk, keunggulan, manfaat, dan nilai dari produk yang ditawarkan 2.10 Repurchase Intention Menurut Anoraga (2000) Repurchase Intention merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sesudah mengadakan pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut. Minat pembelian ulang (Repurchase Intention) adalah keputusan terencana seseorang untuk melakukan pembelian kembali atas produk atau jasa tertentu, dengan mempertimbangkan situasi yang terjadi dan tingkat kesukaan (Hellier et al. 2003) Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (2001) Repurchase Intention adalah “a specific type of purchase intentions is Repurchase Intentions, which reflect whether we anticipate buying the same product or brand again” penjelasan tersebut mengatakan bahwa bentuk spesifik dari niat pembelian adalah niat pembelian ulang, yang mencerminkan harapan untuk membeli ulang produk atau merek yang sama. Menurut Schiffman & Kanuk (2000) (Schiffman, Leon G. And Leslie L. Kanuk. 2000. Consumer Behavior. Fifth Edition, Prentice-Hall Inc. New Jersey) perilaku pembelian ulang itu sangat berhubungan dengan konsep dari brand loyalty, dimana kebanyakan perusahaan mendukung karena hal ini memilki kontribusi yang besar untuk kestabilan yang baik di dalam marketplace. Sutisna (2001) berpendapat bahwa ketika seorang konsumen memperoleh respon yang positif atas tindakan masa lalu, dari situ akan terjadi penguatan, dengan dimilikinya pemikiran positif atas apa yang diterimanya memungkinkan individu untuk melakukan pembelian secara berulang Jones,dkk., (2003) menjelaskan bahwa, niat pembelian ulang (Repurchase Intentions) adalah suatu kemungkinan untuk memanfaatkan kembali suatu barang atau jasa dimasa yang akan datang. Repurchase Intention merupakan suatu komitmen konsumen yang terbentuk setelah konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas terhadap pembelian tersebut (Hicks et al, 2005). 2.10.1 Faktor Yang Mempengaruhi Repurchase Intention Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan Repurchase Intention, Menurut Kotler dan Keller (2007), yaitu psikologis, pribadi, dan sosial. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari unsur-unsur yang lebih kecil yang membentuk suatu kesatuan tentang bagaimana manusia berperilaku dalam kehidupan ekonominya: 1. Faktor Psikologis a. Motivasi Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, yaitu muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, mengantuk dan hal lain yang bersifat pskogenis, yaitu muncul dari tekanan psikologis sseperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki, sebagian besar kebutuhan psikogenis tidak cukup kuat untuk memotivasi orang agar bertindak dengan segera. Suatu tindakan akan menjadi motif jika dia di dorong sampai mencapai tingkat intensitas yang memadai. b. Persepsi Sesorang yan termotivasi siap untuk bertindak dan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi merupakan proses bagaimana seseorang individu memilih, menggunakan dan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memilikiarti. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. c. Pembelajaran Pembelajaran meliputi perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. d. Keyakinan dan sikap Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap.Hal ini kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka. 2. Faktor Pribadi a. Usia Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya, selera orang terhadap suatu barang juga berhubungan dengan usianya. b. Pekerjaan Suatu pemahaman atas tipe-tipe oekerjaan memberikan pandangan ke dalam kebutuhan para konsumen.Pergantian pekerjaan menyebabkan perubahan-perubahan pada perilaku pembelanjaan. c. Keadaan ekonomi Pemilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan sekonomi seseorang. d. Gaya hidup Keunikan dimana suatu kelompok tertentu membedakan dirinya dari orang lain, melibatkan suatu pemahaman atas pengaruh-pengaruh kelas social, referensi, dan kebudayaan terhadap perilaku pembelian mereka. e. Kepribadian dan konsep diri Kepribadian merupakan karakteristik psikolog yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relative konsisten dan bertahan lama dalam lingkungannya. 3. Faktor Sosial a. Kelompok Acuan Kelompok yang berpengaruh langsung dan tidak membentukkan perilaku dan gaya hidup yang dipilih seseorang. langsung dalam b. Keluarga Keluarga dianggap sebagai salah satu kelompok yang paling berpengaruh dari semua kelompok acuan yang ada karena perilaku terhadap took dan produk dikembangkan dalam rumah tangga. c. Peran dan status Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya dalam keluarga, organisasi,dll, posisi seseorang dalam setiap kelompokdapat di definisan dalam peran dan status. 2.10.2 Indikator Repurchase Intention Berdasarkan teori-teori niat membeli ulang yang ada, indikator niat beli ulang adalah sebagai berikut: a. Niat Tradisional, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang berkeinginan untuk selalu membeli ulang produk yang telah dikonsumsi. b. Niat Referensial, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang cenderung mereferensikan produk yang sudah dibelinya agar juga dibeli orang lain. c. Niat Preferensial, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsinya. Preferensi ini hanya dapat diganti apabila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. d. Niat Eksploratif, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilangganinya. Dalam jurnal Pengaruh Brand Identity Terhadap Timbulnya Brand Preference Dan Repurchase Intention Pada Merek Toyota yang ditulis oleh Beatrice Clementia Halim, Diah Dharmayanti, S.E., M.Si., dan Ritzky Karina M.R. Brahmana, S.E., M.A (2014). Terdapat teori yang menyatakan bahwa Repurchase Intention dapat diukur dengan menggunakan 3 indikator (Fullerton, 1990) yaitu: 1. Pilihan pertama untuk produk. 2. Akan tetap membeli produk. 3. Akan terus menjadi pelanggan setia. Indikator Repurchase Intention ( Hellier et al 2003) dalam Fatma Noyan dan Gulhayat Golbasi Simsek (2012) 1. I plan to do the big part of my future shopping from this supermarket 2. If I go shopping today, I will go to this supermarket again 3. I purchase the big part of my shopping from this supermarket 4. When I go shopping, I firstly consider this supermarket 5. When I go shopping, this supermarket is my first choice 2.11 Kerangka Pemikiran Website quality Trust CSR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis (2015) Repurchase Intention