BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori perbankan Perekonomian yang semakin modern memerlukan lembaga keuangan yang maju untuk menopang aktivitas ekonomi yang terjadi di dalamnya. Lembaga keuangan dikelompokkan menjadi lembaga keuangan depositori, yang lebih dikenal dengan lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non depositori dikenal dengan lembaga keuangan bukan bank berdasarkan batasan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dananya. Kegiatan utama kedua lembaga keuangan ini adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali ke masyarakat. Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dalam UU No. 10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank sebagai suatu badan usaha tetap berorientasi untuk meningkatkan laba melalui setiap kegiatan operasional, termasuk dalam fungsinya sebagai financial intermediary, yaitu menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan fungsi utama dari bank dan merupakan sumber pendapatan yang utama pada umumnya. Pendapatan ini diperoleh dari spread suku bunga simpanan dan kredit yang dikenakan oleh bank. 14 1) Fungsi bank Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Menurut Susilo,dkk (2000:6) secara lebih spesifik fungsi bank dapat dibagi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. (1) Agent of trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanan dananya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. (2) Agent of development Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling 15 mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. (3) Agent of services Bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan. Ketiga fungsi bank tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan atau financial intermediary institution. 16 2) Jenis bank Menurut Kasmir (2004:32) jenis perbankan dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain: (1) Dilihat dari segi fungsinya Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank dikategorikan menjadi dua jenis yaitu: a) Bank Umum Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya berdasarkan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada dan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Kegiatan BPR hanya meliputi kegiatan penghimpunan dan penyalur dana saja, bahkan dalam menghimpun dana BPR dilarang untuk menerima simpanan giro. Dalam hal jangkauan wilayah operasi, BPR hanya dibatasi dalam wilayah-wilayah tertentu saja. Pendirian BPR dengan modal awal yang relatif lebih kecil jika dibandingkan 17 dengan modal awal bank umum. Larangan lainnya adalah BPR tidak diperkenankan ikut kliring serta transaksi valuta asing. (2) Dilihat dari segi kepemilikannya Kepemilikan ini dapat dilihat dari akta pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank bersangkutan. Adapun pembagian bank sebagai berikut: a) Bank milik pemerintah Di mana akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah. Contoh: BNI, BRI, BTN, bank Mandiri, dan BPD. b) Bank milik swasta nasional Bank yang seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendirian didirikan oleh swasta, sehingga pembagian keuntungan diambil oleh swasta. Contoh: Danamon, BCA, CIMB, Niaga, dan sebagainya. c) Bank milik asing Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara. Contoh: ABN Amro Bank, Bank Of America, City Bank, Deutsche Bank, dan sebagainya. d) Bank milik campuran Bank milik campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Contoh: Bank Merincorp, Bank Sakura Swadarma, Mitsubishi Bank, Inter Pacific Bank, dan sebagainya. 18 (3) Dilihat dari segi status Jenis bank menurut status merupakan pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal atau kualitas pelayanannnya. Jenis bank dari segi status pada umumnya dapat dilihat pada bank umum sebagai berikut: a) Bank devisa Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers cheque, pembukuan dan pembayaran Letter of Credit (L/C) dan transaksi luar negeri lainnya. b) Bank non devisa Bank ini merupakan bank yang belum mempunyai ijin untuk melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi transaksi yang dilakukan bank non devisa masih dalam batas-batas suatu negara. (4) Dilihat dari segi cara menentukan harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok yaitu: a) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, 19 tabungan maupun deposito. Pihak perbankan menggunakan berbagai biayabiaya dalam nominal atau persentase tertentu untuk jasa-jasa lainnya. b) Bank yang berdasarkan prinsip syariah Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya berdasarkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. 3) Kegiatan bank umum Kegiatan utama suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, dan giro kemudian menyalurkan kembali dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat umum dalam bentuk kredit yang diberikan (loanable fund). Kegiatan bank di Indonesia terutama kegiatan bank umum adalah menghimpun dana dari masyarakat (funding), menyalurkan dana kepada masyarakat (lending), dan memberikan jasajasa bank lainnya (services) (Martono, 2002:24). Bank sebagai lembaga perantara keuangan, dalam kegiatannya sehari-hari tentu tidak dapat dipisahkan dari bidang keuangan. Kegiatan bank di Indonesia terutama kegiatan bank umum (Djumhana, 2006:24) sebagai berikut: (1) Menghimpun dana dari masyarakat Menghimpun dana berarti mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro maupun tabungan deposito. Alternatif simpanan yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah simpanan dalam bentuk giro, tabungan, sertifikat, dan deposito. 20 a) Giro (demand deposit) Adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Rekening giro sangat dibutuhkan dalam penyelesaian transaksi-transaksi, terutama yang bersifat skala besar. Tujuan dari rekening giro adalah mempermudah dan mempercepat proses transaksi, maka rekening giro disebut juga sebagai rekening deposito transaksi (transactional demand). b) Tabungan (saving deposit) Adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. c) Deposito berjangka (time deposit) Adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Pilihan jangka waktu penarikannya dapat 1 bulan, 3 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan. d) Sertifikat deposito (certificate of deposit) Adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. (2) Menyalurkan dana dari masyarakat Menyalurkan dana berarti memberikan kembali dana yang telah dihimpun melalui simpanan giro, tabungan dan deposito kepada masyarakat dalam 21 bentuk pinjaman bagi bank konvensional, di samping dikenakan bunga, debitur juga dikenakan jasa pinjaman berupa biaya administrasi. (3) Memberikan jasa-jasa lainnya (services) Jasa-jasa bank lainnya merupakan jasa pendukung kegiatan bank jasa-jasa ini diberikan terutama untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan penyimpanan dana dan penyaluran kredit. Jasa-jasa tersebut antara lain: a) Transfer (kiriman uang) Adalah jasa bank yang dapat digunakan untuk pengiriman uang, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Transfer dapat dilakukan dengan menggunakan telex, mail transfer, telepon, telegraf, dan lainnya. b) Kliring (clearing) Adalah suatu mekanisme penyelesaian transaksi lewat proses pemindahbukuan. Bila kliring hanya dilakukan oleh dua bank, maka mekanisme itu dapat dilaksanakan secara langsung oleh kedua bank yang terlibat. c) Letter of credit (L/C) Adalah jasa yang diberikan bank umum kepada nasabah dalam rangka mempermudah dan memperlancar transaksi, terutama yang berkaitan dengan transaksi internasional. d) Jasa penitipan/penyimpanan Bank menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. 22 e) Menerima setoran-setoran dan melayani pembayaran Bank juga melayani nasabah dalam hal menerima setoran-setoran dan melayani pembayaran-pembayaran. f) Kegiatan di pasar modal Kegiatan yang dapat dilakukan oleh bank umum di pasar modal adalah penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarrantor), wali amanat (trustee) dan pedagang sekuritas (dealer). Bank umum juga dapat bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. 2.1.2 Intermediasi perbankan Pengembangan lembaga keuangan adalah prasyarat untuk meningkatkan intermediasi keuangan. Pengembangan lembaga keuangan akan meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Shrestha, 2005:41). Menurut Diamond (1984) dalam Surya Dewi (2011:35) intermediasi keuangan muncul terkait dengan minimisasi biaya informasi untuk melakukan monitoring, karena monitoring langsung mahal, adanya asimetri informasi yang menyebabkan risk aversion sehingga lebih efisien jika monitoring didelegasikan pada lembaga keuangan. Fungsi intermediasi merupakan kegiatan perbankan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam menjalankan kegiatan intermediasinya, bank harus memperhatikan likuiditasnya yaitu terjadinya penarikan dana simpanan maupun pinjaman dengan tetap berupaya menjaga profitabilitasnya, 23 untuk itu bank harus berhati-hati dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Studi empiris menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan persentase kredit terhadap total aset, diikuti dengan penurunan surat-surat berharga dan kas. Salah satu ukuran untuk melihat fungsi intermediasi perbankan adalah loan to deposit ratio (LDR). Alasan LDR digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan karena LDR mengukur efektivitas perbankan dalam penyaluran kredit melalui dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. LDR melihat seberapa total kredit terhadap total dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. 2.1.3 Kredit perbankan 1) Pengertian dan peranan kredit Dalam arti luas kredit diartikan sebagai kepercayaan dan dalam bahasa latin kredit berarti “credere” artinya percaya (Kasmir, 2004:93). Kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang, maupun jasa. Pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain: (1) Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. (2) Berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dijelaskan bahwa kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang 24 mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga. 2) Tujuan kredit Ruang lingkup tujuan kredit sangat luas. Proses perkreditan dilakukan secara hati-hati oleh bank dengan maksud untuk mencapai sasaran dan tujuan pemberian kredit. Menurut Sinungan (1994:3) dua fungsi pokok yang saling berkaitan dengan kredit sebagai berikut: (1) Profitability, adalah tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diperoleh dari pemungutan bunga. (2) Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benarbenar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Tujuan kredit berarti tidak lepas dari falsafah yang dianut oleh suatu negara karena pada dasarnya tujuan kredit didasarkan pada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut, seperti pada negara-negara liberal yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. Pemberian kredit ini adalah untuk memperoleh keuntungan melalui tingkat suku bunga kredit yaitu biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjamannya yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Tingkat suku bunga sebagai harga dapat dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti. Bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit apabila nasabah yang akan menerima kredit 25 mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya itu, dengan demikian profitability dan safety akan berjalan beriringan (Martono, 2002:52). 3) Fungsi kredit Secara garis besar fungsi kredit dalam perekonomian, perdagangan dan keuangan adalah sebagai berikut (Martono, 2002:52): (1) Meningkatkan daya guna dari uang Yaitu para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya. (2) Meningkatkan daya guna dari barang Yaitu dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. (3) Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Yaitu kredit yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel. Kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang. (4) Sebagai salah satu alat stabilisasi ekonomi Keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain pengendalian tingkat inflasi, peningkatan ekspor, dan pemenuhan kebutuhan rakyat. Arus kredit diarahkan pada sektor yang produktif sehingga 26 dapat meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa diekspor. (5) Akan menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat Bantuan kredit dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. (6) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional Bantuan kredit maka pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek baru. Pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakan proyek tersebut, sehingga tertampungnya tenaga kerja akan meningkatkan pemerataan pendapatan. (7) Sebagai alat hubungan ekonomi internasional Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung. 4) Macam-macam kredit Menurut Manurung (2004:188), kredit yang disalurkan oleh sistem perbankan pada umumnya ditujukan untuk tiga penggunaan, yaitu: (1) Kredit Modal Kerja (KMK) diberikan untuk tujuan komersial, yaitu membuat perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk sementara masih lebih kecil daripada arus kas keluar. Kredit KMK ada 2 macam yaitu: a) KMK Revolving: Kredit ini merupakan kredit berkelanjutan dalam jangka panjang, sehingga nasabah KMK dapat memperpanjang kredit setiap periode 27 tanpa harus mengajukan permohonan kredit baru. Bank hanya perlu meninjau secara berkala kinerja nasabah berdasarkan laporan kegiatan usaha yang wajib diserahkan secara rutin oleh nasabah bersangkutan. b) KMK Einmaleg: Kegiatan usaha debitur sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan atau pihak bank kurang mempercayai kemampuan nasabah maka pihak bank akan memberikan KMK Einmaleg. Fasilitas ini hanya diberikan sebatas satu kali perputaran usaha nasabah dan apabila pada periode selanjutnya nasabah mendekati KMK lagi maka nasabah harus mengajukan permohonan kredit baru. (2) Kredit Investasi diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang modal dan jasa, yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi modernisasi, ekspansi, relokasi, dan pendirian usaha baru. Dilihat dari jangka waktu pengembaliannya, kredit investasi termasuk kredit jangka menengah dan panjang. (3) Kredit Konsumtif yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan dana bagi debitur yang ingin membeli barang atau kebutuhan-kebutuhan konsumtif. Bank umum maupun BPR diizinkan untuk menyalurkan ketiga jenis kredit ini. Perbedaan karakteristik kedua bank tersebut menyebabkan porsi tiap-tiap kredit untuk bank umum dan BPR juga berbeda. 5) Manajemen perkreditan Manajemen perkreditan merupakan suatu proses yang terintegrasi antara sumber-sumber dana, alokasi dana yang dapat dijadikan kredit dengan perencanaan, pengorganisasian, pemberian, administrasi, dan pengamanan kredit 28 (Martono, 2002:51). Manajemen perkreditan adalah pengelolaan kredit yang dijalankan oleh bank meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sedemikian rupa sehingga kredit tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan debitur. Pengalaman adanya kredit macet akhir-akhir ini telah memacu kalangan perbankan untuk lebih berhati-hati dalam mengatur alokasi dana kredit. Rencana kredit disusun lebih matang, analisis atas permohonan kredit lebih terarah dan pengamanan kredit lebih digalakkan, disamping sistem pembinaan nasabah. Menurut Billy (2010:38) menyatakan bahwa ketika bank menetapkan keputusan pemberian kredit, maka sasaran yang hendak dicapai adalah aman, terarah, dan menghasilkan pendapatan. Aman dalam arti bahwa bank akan dapat menerima kembali nilai ekonomi yang telah diserahkan, sedangkan terarah maksudnya adalah bahwa penggunaan kredit harus sesuai dengan perencanaan kredit yang telah ditetapkan dan menghasilkan berarti pemberian kredit tersebut harus memberikan kontribusi pendapatan bagi bank, perusahaan debitur, dan masyarakat umumnya. Unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut (Martono, 2002:53): (1) Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang atau jasa akan benar-benar diterima kembali pada waktu tertentu di masa datang. 29 (2) Kesepakatan Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. (3) Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu yang mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. (4) Risiko Faktor risiko dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama faktor kerugian yang diakibatkan adanya unsur kesengajaan nasabah untuk tidak membayar kreditnya padahal mampu. Kedua, risiko kerugian yang ditimbulkan oleh unsur ketidaksengajaan nasabah sehingga mereka tidak mampu membayar kreditnya, misalnya akibat terjadi musibah bencana alam. Pada umumnya untuk menganalisis suatu permohonan kredit, bank mempergunakan prinsip yang dikenal dengan prinsip 5 C, yang terdiri dari (Rachmat dan Maya, 2008:83): (1)Character, adalah mencakup keinginan kuat calon debitur untuk memenuhi janji atau melunasi kewajiban sesuai jadwal, dalam kondisi baik dan buruk. (2)Capacity, berkaitan dengan kemampuan calon debitur untuk melunasi kredit sesuai jadwal berdasarkan analisis finansial. (3)Capital, peniaian atas modal yang dimiliki calon debitur ingin melihat kekuatan permodalan, juga komitmen dalam usaha. (4)Collateral, berkaitan dengan jaminan yang dibutuhkan oleh bank untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian. 30 (5)Condition, adalah kondisi ekonomi lingkungan eksternal perusahaan yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan usaha. Pengambilan keputusan pemberian kredit didasarkan pada konsep 7P dan 3R. Tujuh unsur tersebut adalah: (1)Personality, penilaian kepribadian calon debitur seperti tingkah laku dan sejarah hidupnya dalam menghadapi masalah. (2)Purpose, menilai tujuan calon debitur dalam mengajukan permohonan kredit dan berapa besar kredit yang diajukan. (3)Prospect, menilai prospek usaha yang direncanakan debitur, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. (4)Payment, menilai bagaimana cara calon debitur melunasi kredit, dari mana saja sumber dana tersebut, dan bagaimana tingkat kepastiannya. (5)Profitability, menilai berapa tingkat keuntungan yang diperkirakan akan diraih calon debitur. (6)Protection, menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang dan asuransi. (7)Party, bertujuan mengklarifikasikan calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan karakternya. Konsep 3R adalah sebagai berikut: (1)Tingkat Pengembalian Usaha (Return) (2)Kemampuan membayar kembali (Repayment) (3)Kemampuan menanggung risiko (Risk Bearing Ability) 31 6) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit oleh bank Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Bank umum dalam menyalurkan kreditnya dipengaruhi baik oleh faktor eksternal bank seperti peraturan moneter yang berlaku, persaingan, situasi sosial politik, karakteristik usaha nasabah, suku bunga dan sebagainya maupun dipengaruhi oleh faktor internal bank seperti kemampuan bank dalam menghimpun dana, financial position (capital adequacy ratio), aktiva tertimbang menurut risiko, batas maksimum pemberian kredit, kualitas aktiva produktifnya dan faktor produksi yang tersedia di bank. Menurut Kurniawan (2004:440) persaingan strategis dalam industri perbankan dapat dilihat berdasarkan kemampuan dalam mengendalikan penentuan tingkat suku bunga kredit, selain itu faktor profitabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam rasio return on assets juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit. Menurut Melitz dan Pardue (1973) dalam Desi (2010:2) merumuskan model penawaran kredit oleh sistem perbankan sebagai berikut: SK = g (S, ic, ib, BD) ............................................................................................ (1) Keterangan: SK = Jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank S = Kendala- kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan mengenai nisbah cadangan ic = Tingkat suku bunga kredit bank ib = Biaya oportunitas meminjamkan uang BD = Biaya deposito bank Model tersebut selanjutnya disempurnakan Warjiyo (2004:17) yang menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui transmisi 32 kebijakan moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar dipergunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Pernyataan seperti itu tidak selamanya benar, selain dana yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR). Perilaku penawaran kredit dapat dinyatakan dalam suatu bentuk hubungan fungsional sebagai berikut: Ks = f (DPK, prospek usaha debitur, kondisi perbankan itu sendiri) = f (DPK prospek usaha debitur CAR, NPL, LDR) .................................(2) Keterangan: KS = Kredit yang ditawarkan perbankan DPK = Dana Pihak Ketiga Kondisi perbankan terdiri atas: CAR = Capital Adequacy Ratio NPL = Non Performing Loan LDR = Loan to Deposit Ratio Faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam return on assets (ROA) juga berpengaruh terhadap keputusan bank untuk menyalurkan kredit kepada debitur selain faktor-faktor diatas. 7) Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2005, batas maksimum pemberian kredit atau yang biasa disingkat BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Batas maksimum pemberian kredit atau Legal Lending Limit (LLL), sejalan dengan 33 prinsip prudential banking, maka kepada setiap bank dalam penyaluran dananya tidak diperkenankan ditujukan kepada kelompok tertentu dalam jumlah yang tidak terbatas. Besarnya batas maksimum pemberian kredit (BMPK) yang diperkenankan kepada: (1) Pihak terkait adalah perseorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan bank, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau keuangan. BMPK seluruh pihak terkait adalah sebesar 10 persen dari modal bank. (2) Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) kepada pihak tidak terkait kepada 1 (satu) peminjam adalah 20 persen dari modal bank dan BMPK kepada pihak tidak terkait kepada 1 (satu) kelompok peminjam adalah 25 persen dari modal bank. Peminjam digolongkan sebagai kelompok peminjam apabila mempunyai hubungan pengendalian melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan, meliputi peminjam merupakan pengendali peminjam lain, common ownership, financial interdependence, penerbit jaminan dan direksi, komisaris, dan atau pejabat eksekutif peminjam menjadi direksi dan atau komisaris pada peminjam lain. 2.1.4 Teori UMKM Beberapa lembaga atau instansi bahkan undang-undang memberikan definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), diantaranya adalah Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 34 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UMKM yang disampaikan berbedabeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementerian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,- s.d. Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan. 1) Usaha Mikro Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000,- per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50.000.000,-. 2) Usaha Kecil Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-. 35 3) Usaha Menengah Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,- sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp 500.000.000,- s/d Rp 5.000.000.000,-. 2.1.5 Loan to deposit ratio (LDR) Loan to deposit ratio (LDR) merupakan salah satu indikator yang paling umum dalam pengukuran fungsi intermediasi perbankan di Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 menyebutkan rasio LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan dana pihak ketiga (DPK) yang mencangkup Giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antarbank). Berdasarkan pengalaman empiris, nilai LDR yang merupakan rasio kredit atau total aset idealnya adalah 70 persen, yang berarti total kredit yang disalurkan perbankan merupakan 70 persen dari total aset. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposit dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin rendah kemampuan likuiditas bank (Dendawijaya, 2001). Rasio LDR juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan suatu bank. Bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang dititipkan oleh masyarakat apabila kredit yang 36 disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah, oleh karena itu pemerintah membatasi antara kredit dibandingkan dengan simpanan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Unsur-unsur loan to deposit ratio (LDR) antara lain: 1) Total loans Total loans adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan bank termasuk kantornya di luar negeri kepada pihak ketiga bukan bank baik di dalam maupun di luar negeri. Agus, 2003 menyatakan dalam konsep LDR tersebut, posisi kredit yang dihitung adalah kredit secara bersih (netto) yang berarti kredit yang disalurkan perbankan sudah dikurangi dengan pelunasan, pembayaran bunga, penjualan, maupun penghapusan (write off). Metode perhitungan seperti ini menyebabkan perubahan posisi kredit dari waktu ke waktu selalu lebih kecil dari jumlah kredit yang disalurkan. 2) Total deposit Total deposit adalah dana yang dihimpun oleh bank berupa giro, sertifikat deposito, deposito berjangka dan tabungan, tidak termasuk simpanan antar bank. Berdasarkan pengalaman empiris, nilai LDR yang merupakan rasio kredit atau total aset idealnya adalah 70 persen dari total aset (Sudiana dan Sari, 2011:20). LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu penting arti LDR bagi perbankan maka angka LDR saat ini telah dijadikan persyaratan seperti: 1) Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank. 37 2) Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian bank jangkar (LDR minimum 50 persen). 3) Sebagai faktor penentu besar kecilnya giro wajib minimum (GWM) sebuah bank. 4) Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger (Djoko Retnadi, 2007). LDR awalnya digunakan sebagai rasio untuk mengukur tingkat likuiditas bank, namun karena begitu rendahnya angka LDR pasca rekapitulasi tahun 19992000, akhirnya angka LDR berubah fungsi dan lebih sering digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur kemampuan sebuah bank dalam menyalurkan kredit (fungsi intermediasi). 2.1.6 Hubungan LDR dengan penyaluran kredit UMKM LDR merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank dan digunakan untuk mengukur jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun dan disalurkan dalam bentuk kredit. LDR bank yang sangat tinggi mempunyai kemampuan penyaluran kredit dan penghimpunan dana lebih besar. LDR diprediksi mempunyai pengaruh positif terhadap penyaluran kredit UMKM (Anindita, 2011:62). 2.1.7 BI rate BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate digunakan sebagai pedoman perbankan dalam menentukan tingkat suku bunga kredit yang disalurkan (Laporan Perekonomian Tahun 2005). 38 Penentuan nilai BI rate adalah wewenang Bank Indonesia dalam melaksanakan fungsinya sebagai banknya bank. BI rate berpeluang untuk diturunkan selama tingkat inflasi berada pada batas yang terkendali. Penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia selanjutnya akan menjadi pedoman bagi industri perbankan untuk menurunkan tingkat suku bunganya, sehingga diharapkan kredit yang disalurkan ke masyarakat akan meningkat secara signifikan. 2.1.8 Hubungan BI rate dengan penyaluran kredit UMKM Pihak bank berhak membebankan bunga yang telah ditetapkan sehingga ada timbal balik atas pinjaman yang diberikan dalam proses penyaluran kredit. BI rate digunakan sebagai pedoman perbankan dalam menentukan tingkat suku bunga pinjaman yang disalurkan. Tingkat suku bunga pinjaman yang dibebankan kepada peminjam akan sangat mempengaruhi besar kecilnya pinjaman, oleh sebab itu salah satu faktor yang terpenting dalam keputusan untuk meminjam dana (kredit) adalah tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga sangat menjadi patokan oleh lembaga keuangan khususnya bank umum karena jika tingkat suku bunga yang ditawarkan terlalu tinggi maka masyarakat yang akan meminjam dana di bank akan mengalami penurunan. Kredit yang disalurkan bank dengan bunga yang rendah cenderung mampu menarik minat masyarakat untuk meminjam dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan tinggi akan mengurangi minat masyarakat untuk meminjam, jadi hubungan BI rate yang mempengaruhi tingkat suku bunga kredit dengan kredit UMKM yang disalurkan bank umum adalah negatif. 39 2.1.9 Tingkat inflasi Nanga (2005:237) menyebutkan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus-menerus sepanjang waktu. Merujuk dari definisi tersebut, setidaknya ada tiga hal penting ditekankan yaitu: 1) Kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat. 2) Kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus, yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya. 3) Tingkat harga yang dimaksud di sini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga mengalami kenaikan bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum. Beberapa cara untuk menggolongkan inflasi, dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita (Boediono, 2005:162). Penggolongan pertama didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut, dapat dibedakan menjadi beberapa macam inflasi: 1) inflasi ringan, yaitu masih dibawah 10 persen setahun 2) inflasi sedang, antara 10-30 persen setahun 3) inflasi berat, berada di antara 30-100 persen setahun 4) hiperinflasi berada di atas 100 persen setahun 40 Dilihat dari faktor penyebab, maka inflasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: 1) Inflasi yang timbul akibat permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat, biasanya disebut demand inflation. 2) Inflasi yang timbul akibat kenaikan biaya produksi atau biasa disebut cost inflation. 2.1.10 Hubungan tingkat inflasi dengan penyaluran kredit UMKM Meningkatnya inflasi mengakibatkan nilai uang akan “menurun”, menyebabkan masyarakat merasa tidak diuntungkan untuk menyimpan uang di bank dengan harapan bunga ditengah inflasi yang tinggi, sehingga mereka enggan untuk menabung, yang menyebabkan dana yang dihimpun bank akan menjadi lebih sedikit dan berakibat penyaluran kredit berkurang (Seandy, 2010:42). Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit UMKM dari penjelasan tersebut. 2.1.11 Non performing loan (NPL) Non performing loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Bank mempunyai harapan agar kredit mempunyai resiko minimal artinya dapat dikembalikan tepat waktu dan tidak menjadi kredit bermasalah. Bank tidak bisa mendapatkan kembali modal yang telah dikeluarkan apabila terjadi banyak penunggakan pembayaran kredit oleh debitur, hal ini akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan bisa berimbas pada penurunan tingkat kepercayaan masyarakat. 41 Menurut Desi (2010:4) penilaian kolektibilitas kredit digolongkan ke dalam 5 kelompok yaitu lancar (pass),dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (sub-standard), diragukan (doubtfull) dan macet (loss). Apabila kredit dikaitkan dengan tingkat kolektibitasnya, maka yang digolongkan kredit bermasalah adalah kredit yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, NPL dirumuskan sebagai berikut: Kredit dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet .............................................................................................................. (3) NPL = x 100% Total Kredit Secara umum ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah, yaitu: 1) Faktor internal bank antara lain: (1) Analisis kredit yang bertugas mengelola kredit dinilai tidak mampu dan adanya tekanan dari pihak ketiga untuk meloloskan permohonan kredit debitur. (2) Bank terlalu agresif menyalurkan kredit karena besarnya dana simpanan pihak ketiga yang berhasil dihimpun dalam waktu singkat sehingga bank membutuhkan biaya dana (pendapatan bunga kredit) cukup besar guna menutup beban bunga simpanan pihak ketiga tersebut. Strategi penyaluran yang demikian cepat akan menurunkan kualitas kredit itu sendiri. 42 2) Faktor eksternal bank antara lain: (1) Menurunnya kondisi ekonomi dan moneter negara atau sektor usaha bagi banyak perusahaan sehingga berdampak kepada hasil penjualan barang dan jasa yang semakin menurun, selanjutnya mempengaruhi debitur dalam membayar pinjaman. (2) Meningkatnya tingkat suku bunga pinjaman (Suhardjono, 2003:12) menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat BI rate. 2.1.12 Hubungan non performing loan dengan penyaluran kredit UMKM NPL akan berdampak pada sikap bank dalam menyalurkan kembali dana bank dalam bentuk kredit, dan menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit. Variabel NPL diduga akan berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank karena semakin besar NPL akan menyebabkan persediaan penyaluran kredit akan berkurang (Sudiana dan Sari, 2011:24). Hubungan NPL dengan penyaluran kredit UMKM adalah negatif. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk memberi dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variabel maupun konsep-konsep yang dipakai dalam penelitian. Penelitian sebelumnya yang digunakan atau dijadikan acuan dalam penelitian ini antara lain: 1) Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ni Putu Wiwin Setyari (2006). Berdasarkan pemaparan dan hasil analisis terhadap posisi Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum dan BPR di Bali dapat disimpulkan selama kurun waktu 1993-2005 BPR lebih mampu menjalankan peran kredit sebagai 43 intermediary institution dalam Perekonomian Bali dengan posisi LDR selalu berada diatas 70 persen. Sebaliknya LDR bank umum yang awalnya berada diatas kisaran 85 persen turun drastis pada periode 1998 dan 1999 dan sampai akhir periode penelitian posisi LDR. Bank umum masih berada di bawah 60 persen. Hal tersebut berbeda dengan BPR, yang memiliki wilayah kerja terbatas dan ruang lingkup usaha yang lebih kecil sehingga memungkinkan BPR menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah periode penelitian yaitu tahun 2004-2011 serta ruang lingkup penelitian dengan menganalisis fungsi Intermediasi Bank Umum di Provinsi Bali dalam pengaruhnya terhadap penyaluran kredit UMKM di Provinsi Bali. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama mencari peran intermediasi perbankan. Persamaan lainnya adalah sama-sama menggunakan metode penghitungan LDR. 2) Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Irma Anindita (2011). Teknik analisis data yang digunakan analisis regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji F dan uji t. Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap penelitian ini diketahui secara simultan bahwa CAR, LDR, NPL dan suku bunga dengan uji F berpengaruh secara signifikan. Hasil secara parsial dengan uji t, diperoleh hasil bahwa variabel CAR, NPL dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM dengan tingkat signifikansi 0,000, 0,000 dan 0,035, sedangkan variabel LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM. Perbedaan penelitian ini dengan 44 penelitian Irma Anindita adalah dari lokasi penelitian yaitu di Indonesia, sedangkan lokasi penelitian ini di Provinsi Bali. Kemudian dari sisi variabel independen yang diteliti meliputi Suku Bunga Kredit, CAR, NPL, dan LDR, sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel independen Loan to Deposit Ratio, BI Rate, Tingkat inflasi, dan Non Performing Loan untuk mencari pengaruh fungsi intermediasi bank umum terhadap pengembangan UMKM. Penelitian Irma Anindita dalam periode 2003-2010 sedangkan penelitian ini dalam periode 2004-2011. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Irma Anindita adalah sama-sama menggunakan Loan to Deposit Ratio dan Non Performing Loan untuk mencari pengaruh fungsi intermediasi bank umum terhadap pengembangan UMKM. 3) Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ida Bagus Wisrama Manuaba (2011). Hasilnya adalah perbankan Provinsi Bali belum mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan maksimal, hal ini dibuktikan dari nilai Loan to Deposit Ratio selama periode tahun 2002-2009 selalu dibawah 85 persen. Posisi terbesar hanya mencapai 70 persen. Ini berarti bank-bank di Provinsi Bali kurang optimal dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Besarnya pertambahan PDRB yangh ditimbulkan dari multiplier effect investasi melalui penyaluran kredit oleh perbankan di Provinsi Bali selama periode 2002-2009 adalah 7,764 triliun rupiah. Sektor potensial yang pantas mendapatkan perhatian perbankan adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air, serta pengangkutan dan komunikasi. Analisis terhadap sektor ekonomi basis menunjukkan bahwa ada lima sektor ekonomi yang memiliki LQ > 1, yang 45 berarti masuk dalam sektor ekonomi basis. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah periode penelitian yaitu tahun 2004-2011 serta ruang lingkup penelitian dengan menganalisis fungsi Intermediasi untuk Bank Umum di Provinsi Bali dalam pengaruhnya terhadap penyaluran kredit UMKM di Provinsi Bali. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti peran intermediasi perbankan. Persamaan lainnya adalah alat analisis yang dipergunakan dengan menghitung nilai LDR. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian terdahulu serta teori- teori yang telah dikemukakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Diduga bahwa loan to deposit ratio, BI rate, tingkat inflasi dan non performing loan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap jumlah kredit UMKM yang disalurkan bank umum di Provinsi Bali. 2) Diduga bahwa loan to deposit ratio berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap jumlah kredit UMKM yang disalurkan bank umum di Provinsi Bali. BI rate, tingkat inflasi dan non performing loan berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap jumlah kredit UMKM yang disalurkan bank umum di Provinsi Bali. 46