6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pembayaran 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pembayaran
2.1.1 Defenisi
Committee for Payment and Settlement Systems/ Bank for International
Settlement (CPSS/BIS) yaitu lembaga internasional yang menerbitkan acuan best
practice
dalam
pengelolaan
sistem
pembayaran
mendefinisikan
sistem
pembayaran adalah interaksi antar entitas yang terdiri dari, seperangkat instrumen,
prosedur, IFT system untuk melancarkan perputaran dana.
Dalam
Undang-Undang
Tentang
Bank
Indonesia
no.23
pasal
1
mendefinisikan sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup
seperangkat
aturan,
lembaga,
dan
mekanisme,
yang
digunakan
untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul
dari suatu kegiatan ekonomi.
Menurut Guitian (1998) sistem pembayaran merupakan alat untuk
melakukan pembayaran yang di terima secara umun, lembaga dan organisasi yang
mengatur pembayaran (termasuk Prudential Regulation), prosedur operasi,
jaringan komunikasi yang digunakan untuk memulai, mengirimkan informasi
pembayaran dari pembayar ke penerima pembayaran dan menyelesaikan
pembayaran.
Listfield dan Montes-Negret (1994) berpendapat bahwa sistem pembayaran
sebenarnya cukup sederhana: itu mendefinisikan prosedur, aturan, standar dan
6
instrumen yang digunakan untuk pertukaran nilai keuangan antara dua pihak
melaksanakan sebuah kewajiban.
Dari semua defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem
pembayaran merupakan alat pembayaran, prosedur perbankan yang berhubungan
dengan pembayaran dan sistem transfer antar bank yang dipakai dalam proses
pembayaran.
2.1.2 Evolusi Sistem Pembayaran
Perkembangan sistem pembayaran dimulai dari sistem perekonomian yang
paling senderhana. Pada saat itu seseorang bertransaksi dengan saling menukarkan
barangnya untuk saling memenuhi kebutuhannnya. Jenis transaksi ini dikenal
dengan istilah barter. Kemudian sistem barter ditinggalkan dan digantikan dengan
sistem commodity currency yaitu pertukaran yang menggunakan barang tertentu
sebagai media penukaran (medium of exchange) atau standar nilai dalam transaksi
. Sebagai contoh, garam yang digunakan oleh orang romawi sebagai alat tukar
maupun sebagai alat pembayaran upah. Jadi agar proses tukar menukar dapat
berlangsung harus ada dua keinginan yang saling bertemu atau “kehendak ganda
yang saling selaras” (double coincidence of wants) (Manurung, 2004).
Sejalan dengan berjalannya waktu sistem barter dan commodity currency
menjadi tidak efisien karena memiliki beberapa kendala yaitu sulit mencari orang
yang mau saling bertukar barang, sulit menentukan nilai barang yang akan
ditukarkan, dan setiap orang memiliki ide yang berbeda dalam menilai yang akan
dipertukarkan.
7
Dengan meningkatnya kebutuhan manusia dan kegiatan ekonomi yang terus
berkembang, kedua sistem transaksi tersebut menjadi tidak efisien lagi. Kemudian
muncullah uang yang mempunyai fungsi sebagai alat ukur nilai seuatu barang dan
juga sebagai alat tukar untuk digunakan dalam perdagangan. Namun sejalan
dengan perkembangan ekonomi dan teknologi, penggunaan uang tunai dirasa
kurang cukup praktis untuk pembayaran-pembayaran dalam transaksi benilai
besar, karena diperlukan kuantitas uang fisik yang banyak dalam melakukan
transaksi-transaksi bernilai besar. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut
dilakukan inovasi-inovasi baru dalam penciptaan alat pembayaran yang bersifat
non-tunai.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka dikembangkan sistem
pembayaran yang bersifat elektronis dalam bentuk kartu untuk mempermudah
transaksi. Dalam bentuk kartu pertama kali dikenalkan oleh John Biggins pada
tahun 1946 dengan sebutan “Charg-It”. Agustus 1966, InterBank Card
Association (ICA) yang didirikan oleh sekelompok bank perkreditan, menciptakan
sistem kartu kredit nasional (Mastercard). kemudian Seattle's First National Bank
menawarkan kartu debit pertama kepada para eksekutif bisnis pada tahun 1978
(Brighthub.com). Dan pada 1990 David Chaum membetuk e-money.
2.2 Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK)
APMK adalah sebuah perangkat berbentuk kartu yang memungkinkan
pemiliknya
(pemegang
kartu)
untuk
melakukan
pembayaran
elektronik
(Wikipedia). Berdasarkan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu, yang selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran
8
yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu
debit.
2.2.1 Kartu ATM-Debit
Kartu ATM-Debit adalah alat pembayaran yang menggunakan kartu yang
dananya berasal dari rekening nasabah. Kartu ATM adalah jenis APMK yang
dapat digunakan untuk melakukan penarikan dan pemindahan dana, dimana
dengan seketika akan menguragi simpanan pemegang kartu pada bank ketika
melakukan transaksi. Kartu Debit merupakan APMK yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,
termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi
seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada
Bank.
ATM-Debit merupakan kartu pembayaran gabungan antara kartu ATM dan
kartu debit, sehingga memiliki lebih banyak fungsi dibandingkan kartu ATM
biasa yaitu selain bertransaksi melaui mesin ATM dapat juga di gunakan untuk
berbelanja di tempat perbelanjaan.
2.2.2 Kartu Kredit
Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana
kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer
atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran
9
pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card)
ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
2.2.3 Institusi Yang Berperan Penting Dalam Penyelenggaraan APMK
Institusi/lembaga yang berperan penting dalam penyelenggaraan APMK,
diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Prinsipal
Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab
atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang
berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi APMK yang
kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
Tabel 2.1
Daftar Prinsipal Kartu Debit dan Kartu Kredit di Indonesia
No. Nama Prinsipal Kartu Debit
Nama Jaringan
1
2
3
4
5
6
ATM Bersama
ALTO Debet
Prima Debet
Maestro
Electron
CUP
ARTAJASA
DAYA NETWORK
RINTIS SEJAHTERA
PT. MASTERCARD
PT. VISA WORLDWIDE
PT. UNION PAY
No. Nama Prinsipal Kartu Kredit
Nama Jaringan
1
2
3
4
5
American Express
JCB
Mastercard
Visacard
CUP
PT. AMERICAN EXPRESS
PT. JCB
PT. MASTERCARD
PT. VISA WORLDWIDE
PT. UNION PAY
Sumber : Bank Indonesia
10
B. Penerbit
Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan APMK.
Setiap Bank dapat bertindak sebagai Penerbit, baik Penerbit Kartu Kredit,
Kartu ATM, dan Kartu Debet.
C. Acquirer
Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama
dengan pedagang, yang dapat memproses data APMK yang diterbitkan oleh
pihak lain. Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, Bank dan
Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Financial Acquirer.
D. Perusahaan Switching
Perusahaan Switching adalah perusahaan yang menyediakan jasa switching
atau routing atas transaksi elektronik yang menggunakan APMK melalui
terminal seperti ATM atau Electronic Data Captured (EDC) dalam rangka
memperoleh otorisasi dari Penerbit.
E. Lembaga Penyelenggara Kliring
Lembaga Kliring adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan
perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau
Acquirer dalam rangka transaksi APMK
2.3 Uang
2.3.1 Defenisi Uang
Secara umum definisi uang yang telah di sepakati para ahli ekonomi adalah
sesuatu (benda) yang diterima secara umum dalam proses pertukaran barang dan
jasa. Mishkin (2008) mendefenisikan uang (juga yang disebut sebagai uang
11
beredar) sebagai sesuatu yang secara umum diterima dalam pembayaran barang
dan jasa atau pembayaran atas utang.
Robertson dan AC. Pigou (dalam Azizah, 2013) mengenai definisi mereka
terhadap uang, menekankan peranan uang sebagai alat tukar. Rollin G. Thomas
dalam Azizah (2013) memberikan definisi uang secara lebih luas dengan
memberikan pengertian bahwa uang adalah sesuatu yang siap (dicairkan) dan
dapat diterima umum dalam transaksi-transaksi barang dan jasa, serta dapat
diterima dalam pembayaran hutang.
Menurut Karl Marx dalam Fred Moseley (2005) Uang merupakan
penghubung yang sangat diperlukan antara komoditas dan nilai dan eksploitasi
tenaga kerja dalam ekonomi kapitalis.
Berdasarkan defenisinya uang dapat dikatakan bisa berbentuk segala sesuatu
(benda), tetapi tidak semua benda merupakan uang. Uang merupakan barang
ekonomi (economic good) dan karena itu uang merupakan barang langka (scarce
good). Dari hal tersebut dapat dipahami mengapa uang selalu dibuat dari bendabenda yang relative paling berharga pada masanya (Manurung dan Rahardja,
2004;3).
2.3.2 Jumlah Uang Beredar
Uang Beredar juga merupakan kewajiban sistem moneter (Bank Sentral,
Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta
domestik (tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk. Kewajiban yang
menjadi komponen Uang Beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang
masyarakat (di luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki
12
oleh sektor swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan
oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka
waktu sampai dengan satu tahun (www.bi.go.id).
Menurut Manurung dan Rahardja (2004) Jumlah uang beredar adalah uang
yang berada di tangan masyarakat. Namun defenisi ini terus berkembang,
sehingga konteks perkonomian nnegara maju seperti USA perhitungannya
berbeda dengan Negara berkembang seperti Indonesia. Untuk itu ada dua defenisi
jumlah uang beredar yang banyak dipakai. Kedua defenisis ini di susun
berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan transaksional (transactional
approach) dan pendekatan liquiditas (liquidity approach).
Pendekatan transaksional memandang jumlah uang berdar yang di hitung
adalah jumlah uang yang di butuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini
digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow
money) yang dikenal sebagai M1 dengan persamaan sebagai berikut:
M1 = C + D
dimana C adalah currency (uang kartal) dan D adalah demand deposit (uang
giral).
Pendekatan likuiditas mendefenisikan jumlah uang beredar adalah jumlah
uang untuk kebutuhan transaksi ditambah dengan uang kuasi (quasy money).
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas
(broad money) yang dikenal sebagai M2, persamaannya sebagai berikut:
M2 = M1 + uang kuasi
13
dimana uang kuasi terdiri atas simpanan berjangka dan tabungan penduduk pada
bank umum. Kuantitas dari M2 disebut juga sebagai likuiditas perekonomian
(Manurung dan Rahardja 2004, 14)
2.4 Perputaran Uang (Velocity of Money)
Menurut Manullang (1969), perputaran uang adalah kecepatan rata-rata
setiap rupiah dalam suatu jangka waktu tertentu, dalam kata lain bahwa
perputaran uang adalah berapa kali tiap-tiap rupiah dalam jangka waktu tertentu
berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain.
Berdasarkan Kamus Bank Indonesia perputaran uang (velocity of money)
merupakan besaran kecepatan perputaran uang dalam perekonomian. Hal itu
merupakan cara untuk mengukur pendapatan nasional dibandingkan dengan
perilaku pembelian dengan menggambarkan hubungan antara uang, pembelian
barang, dan jasa. Hal tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk perbandingan
antara pendapatan nasional bruto terhadap persediaan uang.
Dari hal tersebut dapat dikatakan jika terjadi peningkatan kecepatan
perputaran uang berarti secara rata-rata uang dikuasai dalam waktu yang singkat
atau terjadinya transaksi yang cepat yang menunjukkan pertumbuhan permintaan
uang dan ekspansi ekonomi secara umum. Sebaliknya penurunan kecepatan
perputaran uang berarti penggunaan uang yang tidak begitu cepat dan konsumen
lebih suka menyimpan uangnya daripada membelanjakannya. Tingginya
perputaran uang dapat dapat diartikan juga sebagai tingginya transaksi
konsumen.(Bank Indonesia)
14
2.4.1 Teori Kaum Klasik
Teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher. Ini merupakan pendekatan teori
kuantitas klasik yang ditemukan oleh Irving Fisher. Fisher membahas mengenai
keterkaitan antara jumlah total uang M dan total pengeluaran dari barang dan jasa
yang diproduksi dalam perekonomian P x Y, dimana P adalah tingkat harga dan Y
adalah output agregat. Konsep ini disebut perputaran uang (velocity of money),
yaitu rata-rata jumlah berapa kali pertahun dari satu unit mata uang untuk
membeli total barang dan jasa yang diproduksi yang dinyatakan dalam V
(velocity). V merupakan total pengeluaran (P x Y) yang di bagi dengan jumlah
uang (M),
𝑉=
𝑃×𝑌
𝑀
Dengan mengalikan kedua sisi persamaan tersebut denga M, maka kita
mendapatkan “persamaan pertukaran” (equation of exchange):
𝑀×𝑉 =𝑃×𝑌
Persamaan ini menyatakan bahwa jumlah uang dikali perputaran uang dalam satu
tahun sama dengan pendapatan nominal.
Irving Fisher berpendapat bahwa percepatan ditentukan oleh intitusi di
dalam perekomian yang memengaruhi cara individu di dalam perekonomian
dalam melakukan transaksi. Kalau masyarakat menggunakan kartu debit dan kartu
kredit untuk melakukan transaksinya, maka penggunaan uang menjadi berkurang
ketika melakukan pembelian, sehingga semakin sedikit uang yang dibutuhkan
untuk melakukan transaksi yang dihasilkan oleh pendapatan nominal dan
percepatan akan naik. Sebaliknya, kalau dalam pembelian lebih mudah
15
menggunakan uang tunai atau cek, maka lebih banyak uang yang digunakan untuk
melakukan transaksi yang dihasilkan oleh jumlah pendapatan nominal yang sama,
dan percepatan akan turun. Fisher berpendapat bahwa bentuk institusi dan
teknologi dari suatu perekonomian hanya akan memengaruhi percepatan secara
lambat sepanjang waktu, sehingga percepatan biasanya konstan dalam jangka
pendek (Mishkin, 2009;187).
2.4.2 Teori Keynesian
Keynes mengabaikan pandangan klasik yang menyatakan bahwa percepatan
adalah konstan. Lalu Keynes mengembangkan teori permintaan uang yang disebut
dengan teori preferensi likuiditas (liquidity preference theory), yang bertanya
mengapa seseorang memegang uang. Kemudian ia merumuskan ada tiga motif
dibalik permintaan uang yaitu motif transaksi, motif bejaga-jaga, dan motif
spekulasi.
1. Motif Transaksi. Menurut Keynes komponen permintaan akan uang ditentukan
oleh berapa besarnya tingkat transaksi seseorang. Oleh karena itu, dia
mengambil komponen transaksi permintaan akan uang proposional terhadap
pendapatan.
2. Motif Berjaga-jaga. Keynes juga menyadari bawah selain untuk bertransaksi,
seseorang juga memegang sebagai antisipasi terhadap kebutuhan tak terduga.
Sehingga dia merumuskan permintaan untuk uang berjaga-jaga proposional
terhadap pendapatan.
3. Motif Spekulasi. Keynes juga memandang seseorang memegang uang ialah
sebagai alat penyimpan kekayaan. Ia melihat factor lain yang mempengaruhi
16
keputusan terhadap berapa banyak uang dipegang sebagai alat penyimpanan
kekayaan, khususnya suku bunga.
Keynes menyatakan ketiga motif tersebut berhubungan dengan perndapatan
riil (Y) dan suku bunga (i), kemudian menuliskan persamaan permintaan uang
yang dikenal sebagai fungsi preferensi likuiditas, yang menyatakan bahwa
permintaan akan saldo uang riil ( Md/P) adalah fungsi dari i dan Y:
𝑀𝑑
= 𝑓(𝑖, 𝑌)
𝑃
Persamaan preferensi likuiditas dapat ditulisakan sebagai:
𝑃
1
=
𝑀𝑑 𝑓(𝑖, 𝑌)
dengan asumsi Md = M pada saat keseimbangan pasar dan kedua sisi persamaan
dikalikan Y maka akan memperoleh persamaan percepatan sebagai berikut:
𝑉=
𝑃𝑌
𝑌
=
𝑀
𝑓(𝑖, 𝑌)
Dari persamaan tersebut dapat di simpulkan perputaran uang akan naik
diakibatkan meningkatnya suku bunga yang mendorong memegang uang dalam
jumlah tertentu (Mishkin, 2009).
2.4.3 Teori Friedman
Dalam teorinya Friedman juga membahas mengapa orang memilih
memegang uang. Kemudian ia secara senderhana menyatakan bahwa permintaan
uang harus dipengaruhi oleh faktor yang sama-sama mempengaruhi permintaan
untuk suatu aset. Friedman menyatakan bahwa fluktuasi acak dalam permintaan
atas uang adalah kecil dan bahwa permintaan atas uang dapat diprediksi secara
17
akurat oleh fungsi permintaan uang. Ketika digabungkan dengan pandangannya
bahwa permintaan atas uang tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga, ini
berarti bahwa percepatan sangat dapat diprediksi. Kita dapat melihatnya dengan
menuliskan percepatan yang ditunjukkan oleh persamaan permintaan uang.
V=
𝑌
𝑓(𝑌𝑝)
Oleh karena hubungan antara Y dan 𝑌𝑝 biasanya cukup dapat diprediksi, fungsi
permintaan uang yang stabil mengimplikasikan bahwa percepatan dapat
diprediksi. Kalau kita dapat memprediksi berapa besar percepatan di periode
berikutnya, perubahan dalam jumlah uang akan menghasilkan perubahan dalam
pengeluaran agregat yang dapat di prediksi. Walaupun percepatan tidak lagi
dianggap konstatan, uang beredar masih menjadi penentu utama dari pendapatan
nominal sebagaimana dalam teori jumlah uang.
2.5 Penelitian Terdahulu
1. Nirmala dan Widodo (2009) menggunakan Vector Error Correction Model
(VECM) dalam penelitian yang berjudul “Effect Of Increasing Use The Card
Payment Equipment On The Indonesian Economy” mengemukakan bahwa
peningkatan pada penggunaan alat pembayaran non-tunai menyebabkan
terjadinya penurunan terhadap permintaan uang tunai, namun M1 dan M2
mengalami peningkatan. Efisiensi dari penggunaan pembayaran non-tunai
menyebabkan biaya transaksi lebih rendah, sehingga terjadi penurun harga dan
peningkatan PDB. Dampak dari peningkatan pembayaran non-tunai juga
mempengaruhi keseimbangan pasar uang, suku bunga, harga dan output.
18
Perubahan suku bunga, output, dan harga yang akan direspon oleh Bank
Indonesia dalam bentuk kebijakan moneter
2. Abednego Priyatama dan Apriansah (2010) dalam penelitian yang berjudul
“Correlation Between Electronic Money and The Velocity of Money”
menyatakan bahwa perkembangan teknologi mendorong adanya inovasi
dalam pengembangan sistem pembayaran. E-money sebagai instrumen
pembayaran non-tunai memiliki berbagai keunggulan dan potensi risiko yang
sama dengan alat pembayaran elektronik lainnya. E-money di Indonesia
cenderung menyebar secara bertahap dan masih belum berperan besar dalam
perekonomian Indonesia. Dan berdasarkan pendekatan Real Money Balances
Approach, peningkatan penggunaan e-money memiliki dampak pada
peningkatan perputaran uang di Indonesia
3. Ferry Syarifuddin, dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak
Peningkatan
Pembayaran
Non-tunai
Terhadap
Perekonomian
Dan
Implikasinya Terhadap Pengandalian Moneter Di Indonesia” mengemukakan
bahwa Peningkatan pembayaran non-tunai menimbulkan efek subsitusi dan
efisiensi. Efek substitusi mengakibatkan turunnya permintaan uang kartal dan
meningkatnya M1 dan M2. Hal tersebut selanjutnya akan berdampak pada
peningkatan GDP dan harga. Sementara itu efek efisiensi terjadi seiring
dengan semakin rendahnya biaya transaksi, yang akan menyebabkan turunnya
harga. Di sisi lain efisiensi juga menyebabkan peningkatan GDP yang turut
berpengaruh terhadap harga. Dari efek substitusi dan efisiensi tersebut,
diperkirakan terjadi peningkatan GDP.
19
4. Bambang Purnomo dkk dalam penelitian mereka yang berjudul “ Dampak
Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter”
mengemukakan bahwa:
a. velocity of money di Indonesia (yang diukur dengan tiga jenis variabel
yaitu base money, total currency dan currency outside bank) sebelum
krisis menunjukkan kecenderungan yang meningkat kemudian menurun
pada masa krisis. Sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi pada pasca
krisis, perputaran uang kembali menunjukkan peningkatan khususnya
sejak tahun 2002. Perkembangan alat pembayaran non tunai berhubungan
positif dengan velocity of money khususnya setelah tahun 2002 .Hal ini
mengindikasikan peningkatan peranan alat pembayaran non tunai dalam
menggantikan uang tunai pada kegiatan ekonomi.
b. Dengan menggunakan vector error correction model dilakukan estimasi
pada model indikator Alat pembayaran non-tunai, kemudian diperoleh
hasil bahwa koefisien indikator pembayaran non tunai memiliki arah
sesuai harapan dalam jangka panjang, yang artinya semakin besar
penggunaan pembayaran non tunai akan menurunkan permintaan uang
(M1).
5. Tritoguna Silitonga (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis
Permintaan Uang Elektronik (E-money) Terhadap Velocity of Money
(Perputaran Uang) Di Indonesia” melakukan uji dengan metode Granger
Causality Test terhadap Uang elektronik dan velocity of money yang
menyatakan bahwa antara permintaan uang elektronik(volume transaksi e-
20
money) dengan nilai velocity of money di Indonesia memiliki hubungan
kausalitas satu arah, dimana tingkat volume transaksi emoney mempengaruhi
nilai velocity of money dalam artian ketika permintaan akan uang elektronik
semakin tinggi maka akan berpengaruh terhadap laju perputaran uang (velocity
of money).
2.6 Kerangka Konseptual
Peningkatan Teknologi dan
sistem informasi
Peningkatan Penggunaan
Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
Penurunan Jumlah Uang
Beredar
Meningkatnya Perputaran
Uang (Velocity Of Money)
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas,
maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :
21
1. Transkasi APMK (nominal transaksi kartu ATM-Debit dan kartu kredit)
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perputaran uang (veocity of
money) di Indonesia.
2. Transaksi APMK (nominal transaksi kartu ATM-Debit dan kartu kredit)
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perputaran uang (veocity of
money) di Indonesia.
22
Download