6 BAB II KAJIAN TEORI 2. 1 Konsep Dasar Konflik Sosial 2.1.1

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2. 1 Konsep Dasar Konflik Sosial
2.1.1 Pengertian Konflik Sosial
Konflik merupakan gambaran tentang terjadinya percekcokan, perselisiahan,
atau pertentangan sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan yang muncul dari
kehidupan masyarakat, baik perbedaan secara individual maupun perbedaan
kelompok. Menurut Irving (1995:156) mengatakan bahwa pada umumnya konflik
sosial mengandung suatu rangkaian penomena pertentangan dan pertikain antara
pribadi, kelompok melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan
peperangan Internasional. Konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai
dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumbersumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan, atau dieliminir saingansaingannya.
Selain itu menurut Soerjono Soekanto (2006:280) mengatakan bahwa
“pertentangan masyarakat mungkin pula menjadi penyebab terjadinya perubahan
sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara
individu
dengan
kelompok
atau
perantara
kelompok
dengan
kelompok”.Sedangkan menurut Kenneth, dkk (1992:229) mengatakan bahwa
“konflik adalah suatu perselisihan atau perjungan diantara dua pihak (Twoparties)
yang ditandai dengan menunjukan permusuhan secara terbuka dan mengganggu
dengan sengaja pencapain tujuan pihak yang menjadi lawannya”.
6
Sedangkan Munandar Soeleman (2008:63-64) mengemukakan bahwa selain
tata tertib sosial, maka konflik adalah kenyataan yang melekat pada masyarakat.
Adanya tertib sosial seperti adanya sistem nilai yang disepakati bersama tidak
secara otomatis dapat menghilangkan konflik. Bahkan merupakan cerminan
adanya konflik yang bersifat potensial dalam masyarakat. Kenyataan konflik ini
David Lockwood (dalam, Munandar Soeleman 2008:63-64) dapat dibuktikan
sebagai berikut:
1) Setiap struktur sosial di dalam dirinya mengandung konflik-konflik dan
kontradiksi yang bersifat internal, sehingga dapat merupakan sumber
terjadinya perubahan sosial.
2) Reaksi dari sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar yang
tidak selalu bersifat mengatur.
3) Sistem sosial dalam waktu yang panjang dapat mengalami konflik-konflik
sosial yang bersifat melekat (kronis).
4) Perubahan sosial yang terjadi dalam suatu sistem tidak selamanya bersifat
perlahan (gradaul), tetapi dapat pula terjadi secara revolusioner.
Coser (dalam, Abu Ahmadi 2007:293) membedakan konflik atas dua
bentuk, yakni konflik realistis dan konflik non-realistis.
1) Konflik yang realistis barasal dari kekecewaan individu atau kelompok atas
tuntutan-tuntutan maupun perkiraan keuntungan yang terjadi dalam
hubungan sosial. Para karyawan yang mangadakan pemogokan melawan
manajemen merupakan contoh dari konflik realitas.
7
2) Konflik non realitas adalah konflik yang bukan barasal dari tujuan saingan
yang antagonis (bertentangan, berlawanan), tetapi dari kebutuhan untuk
meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Dalam
masyarakat tradisional, pembalasan dendam lewat ilmu gaib merupakan
bentuk
konflik
non-realitas.
Demikian
halnya
dengan
upaya
pengkambinghitaman yang sering terjadi dalam masyarakat yang telah
maju.
Lebih lanjut Coser (dalam, Abu Ahmadi 2007:294) menyatakan bahwa
dalam satu situasi bisa terdapat elemen konflik realitas dan non realitas.
Pemogokan melawan majikan, misalnya dapat berupa sikap atau sifat permusuhan
dan perlawanan yang timbul tidak hanya sebagai akibat dari ketegangan hubungan
antara buruh majikan. Sifat dan sikap bisa jadi juga timbul karena ketidak
mampuan menghilangkan rasa permusuhan terhadap figur-figur yang berkuasa.
Misalnya figur ayah dirumah yang sangat otoriter. Dengan demikian energi-energi
agresif mungkin terakumulasi dalam proses-proses iteraksi lain sebelum
ketegangan dalam situasi konflik diredakan.
Berdasarkan kedua bentuk konflik konflik di atas, Coser (dalam, Abu
Ahmadi 2007:294) kemudian membedakan adanya konflik in-group dan konflik
out-grou. Konflik in-group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok atau
masyarakat sendiri.contoh konflik yang terjadi antara anggota dalam suatu geng.
Sementara konflik out-group adalah konflik yang terjadi antara suatu kelompok
atau masyarakat lain. Contoh konflik yang terjadi antara satu geng dengan geng
lainnya
8
Berikut ini beberapa pendapat para ahli memberikan definisi tentang konflik
adalah sebagai berikut :
1. Karl Marx (dalam, Nasrullah Nasir 2008:20) berpendapat bahwa konflik
pada dasarnya muncul dalam upaya memperoleh akses terhadap kekuatankekuatan produksi. Karenanya, begitu kekuatan-kekuatan ini dikembalikan
kepada seluruh masyarakat, maka konflik dasar tersebut akan dapat
dihapuskan.
2. Max Weber (dalam, Nasrullah Nasir 2008:20) berpendapat bahwa ia
percayapertentangan merupakan salah satu prinsip kehidupan sosial yang
sangat kukuh dan tidak dapat dihilangkan. Dalam suatu tipe masyarakat
masa depan, baik kapitalis, sosialis atau tipelainnya orang akan tetap selalu
bertarung dalam memperebutkan berbagai sumber daya. Karena itu Weber
menduga bahwa pembagian atau pembelaan sosial adalah ciri pemanen dari
semua masyarakat yang sudah komleks, walaupun tentu saja akan
mengambil bentuk dan juga tingkat kekerasan yang secara subtansial sangat
bervariasi.
3. Eshleman (dalam, Zaini dkk 1996:232-233) Mereka yakin kemajuan suatu
masyarakat akan terjadi apabila tiap kelompok terlibat atau terdimanisir oleh
adanya konflik, sehingga muncul istilah dinamika konflik.
4. Soerjono Soekanto (dalam, Abu Ahmadi 2007:282) konflik adalah suatu
proses sosial dimana orang perseorangan atau kelompok manusia berusaha
untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman dan kekerasan.
5. Gillin dan Gillin (dalam, Abu Ahmadi 2007:283) mendefinisikan konflik
adalah sebagai bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling
berlawanan (Oppositional proces) artinya, konflik adalah bagian dari sebuah
proses interaksi sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan baik
fisik emosi, kebudayaan dan perilaku.
Selanjutnya menurut Abu Ahmadi (2007:285) mengatakan bahwa dengan
cara berkonflik terdapat 4 tipe situasi konflik yaitu. Pertama; Konflik interindividu, Kedua;Konflik antar individu, Ketiga; konflik antara kelompok sosial ;
Keempat; Konflik antara organisasi sosial, organisasi ekonomi, organisasi politik
atau organisasi formal yang lain.
1. Konflik Inter-individu.
Konflik Inter-Individu adalah merupakan tipe yang paling erat kaitannya
dengan emosi individu hingga tingkat keresahan yang paling tinggi.Lebih
9
lanjut konflik muncul dari dua penyebab; karena kelebihan beban (Role)
atau kerena ketidak sesuaian seseorang dalam melaksanakan peranan
(person role incom-patibilities).Kondisipertama seseorang mendapat “beban
berlebihan “akibat status (kedudukan) yang memiliki, sedang dalam yang
kedua seseorang memang tidak memiliki kesesuain yang cukup untuk
melaksanakan peranansesuai dengan statusnya.
2. Konflik antara individu
Antara individu seseorang dengan satu orang atau lebih, sifatnya kadangkadang subtansif menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan;
atau bersifat emosional-menyangkut perbedaan selera, perasaan like/dislike
(suka tidak suka). Setiap orang pernah mengalami situasi konflik semacam
ini, ia banyak mewarnai tipe-tipe konflik kelompok maupun konflik
oraganisasi. Karena konflik tipe ini berbentuk konfrontansi dengan
seseorang atau lebih, maka konflik antar individu ini juga merupakan target
yang perlu dikelola secara baik.
3. Konflik antara kelompok sosial
Konflik ini merupakan konflik yang banyak dijumpai dalam kenyataan
hidup manusia sebagai mahluk sosial, karena mereka hidup dalam
kelompok-kelompok. Ada lima tipe kelompok sosial kategori statistik,
kategori sosial, kelompok sosial kelompok tidak teratur, dan organisasi
formal. Dasar dari adanya kelompok sosial, berdasarkan tipe-tipenya dapat
diukur dari faktor-faktor berikut:
10
1. Kesadaran akan identitas kelompok
2. Adanya hubungan kelompok
3. Orieantasi pada tujuan yang telah disepakati
Selanjutnya Menurut Abu Ahmadi (2007:293) ada 4 macam konflik adalah
sebagai berikut:
1. Konflik-Konflik antara atau dalam peranan sosial. Misalnya antara peranperan dalam keluarga atau profesi, seperti peranan seorang suami dan istri
dalam mendapatkan penghasilan.
2. Konflik-konflik antara kelompok-kelompok sosial.
3. Konflik-konflik antar kelompok-kelompok yang terorganisasi dan tidak
terorganisasi.
4. Konflik-konflik antara satuan nasional, seperti antara partai politik. Antara
negara atu organisasi-organisasi internasional.
Selajutanya Soerjono Soekanto (2007:294) menyebutkan lima bentuk
khusus konflik atau pertentangan yang terjadi dalam masyarakat. Kelima bentuk
konflik atau pertentangan itu adalah sebagai berikut.
1) Konflik atau pertentangan pribadi. Konflik ini terjadi antara dua atau lebih
individu karena perbedaan pandangan dan sebagainya
2) Konflik atau pertentangan rasial. Konflik ini umumnya timbul akibat
perbedaan-perbedaan ras, seperti perbedaan ciri badaniah, kepentingan, dan
kebudayaan. Konflik ini biasanya terjadi dalam masyarakat dimana salah
satu ras menjadi kelompok mayoritas.
11
3) Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial, konflik itu umumnya
disebabkan karena perbedaan kepentingan.
Selanjutnya menurut Abu Ahamdi (2007:295) mengemukakan bahwa
konflik atau pertentangan politik. Konflik ini terjadi akibat kepentingan atau
tujuan-tujuan politis
sesorang atau kelompok. Contoh, konflik antara partai
politik dalam sebuah negara.Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional.
Konflik ini umumnya terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian
merembes pada kedaulatan negara. Contoh, konflik antar negara mengenai suatu
wilayah ekplorasi minyak di daerah perbatasan.
Dilihat dari bentuknya, konflik sosial mempunyai bebarapa bentuk, antara
lain adalah sebagai berikut:
1) Konflik pribadi, yaitu pertentangan yang terjadi secara perorangan seperti
pertentangan antara dua orang teman, suami istri, pedagang dan pembeli,
atasan dan bawahan, dan sebagainya.
2) konflik kelompok yaitu pertentangan yang terjadi antar kelompok seperti
pertentangan antara dua kelompok pelajar yang berbeda sekolah, antara dua
keseblasan sepak bola. Antara dua partai politik, dan sebagainya.
3) Konflik antara kelas sosial, yaitu petentangan yang terjadi antara dua kelas
sosial yang berbeda, seperti antara kelas orang kaya dengan kelas orang
miskin, antara masyarakat kulit putih dengan kulit hitam, antara pemerintah
(penguasa) dengan rakyat dan sebagainya.
4) Konflik rasial, yaitu pertentangan yang terjadi antar ras, seperti ras
kulithitam dengan kulit putih (apartheid).
12
5) Konflik politik, yaitu pertentangan yang terjadi dalam masyarakat karena
perbedaan paham dan aliran politik yang dianut, seperti pertentangan antara
masyarakat penjajah dengan yang dijajah, antar golongan politik dan
sebagainya.
6) Konflik budaya, yaitu pertentangan yang terjadi dalam masyarakat akibat
akibat perbedaan budaya. Seperti pertentangan antara, budaya moderen,
antara budaya daerah yang satu dengan yang lainnya. dan sebagainya.
2. 2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik Sosial
Secara umum suatu konflik dapat terjadi apabila seseorang atau kelompok
terhalang upayanya dalam mencapai tujuannya. Hal ini dapat disebabkan karena
perbedaan paham terhadap tujuan itu sendiri, nilai-nilai sosial dan norma-norrma
sosial, maupun terhadap tindakan dalam masyarakat. Terlebih lagi sanksi atas
pelanggaran yang terjadi di atas nilai dan norma tidak dilaksanakan dengan adil,
konflik dapat berubah menjadi tindakan kekerasan.
Secara umum faktor-faktor yang menjadi akar terjadinya konflik sosial
menurut Abu Ahmadi (2007:291) adalah sebagai berikut.
1) Perbedaan antar anggota masyarakat, baik secara fisik maupun mental, atau
perbedaan kemampuan, pendirian, dan perasaan sehingga menimbulkan
pertikain atau bentrokan antara mereka. Misalnya tawuran antara pelajar
adalah contoh pertentangan sosial berikut ini;
2) Perbedaan pola kebudayaan, seperti perbedaan adat istiadat, suku bangsa,
agama bahasa, paham politik, pandangan hidup dan budaya daerah lainnya,
sehingga mendorong timbulnya persaingan dan pertentangan bahkan
bentrokan di antara anggota masyarakat tersebut. Misalnya, timbulnya
pemberontakan DI/TII, APRA, Andi Aziz, PRRI/PERMESTA, peristiwa
Malari, G 30 S/PKI, dan sejenisnya merupakan buktinya terjadinya
pertentangan dalam masyarakat Indonesia akibat sentimen primordial
13
kedaerahan, kesukuan, rasialisme, atau perbedaan pandangan politik, pada
masa lalu.
3) Perbedaan status sosial, seperti kesenjangan sosial antara si kaya dan
simiskin, generasi tua dan generasi muda dan sejenisnya,merupakan faktor
penyebab terjadinya konflik sosial.
4) Perbedaan kepentingan antar-anggota masyarakat baik secara pribadi maupun
kelompok, seperti perbedaan kepentingan polik, ekonomi, sosial budaya,
agama dan sejenisnya merupakan faktor penyebab timbulnyaa konflik sosial.
5) Terjadi perubahan sosial, antara lain berupa perubahan sistem nilai, akibat
masuknya sistem nilai baru yang mengubah masyarakat tradisional menjadi
masyarakat moderen, juga menjadi faktor pemicu terjadinya konflik sosial.
Lebih lanjut Menurut Soerjono Soekanto (2006:91-92) sebab-sebab atau akarakar dari konflik atau pertentangan antara lain sebagai berikut :
a. Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrok antara
mereka.
b. Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan kepribadian dari orang perseorangan tergantung pula dari polapola kebudayaan
yang menjadi
latar belakang pembentukan serta
perkembangan kepribadian tersebut. Seseorang secara sadar maupun
tidak sadar, sedikit banyaknya akan pola-pola
pemikiran
dan
pola-pola
pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya kedaan tersebut dapat pula
menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia.
c. Perbedaan kepentingan Perbedaaan kepentingan antarindividu maupun
kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan
bermacam-macam
ada
kepentingan
ekonomi,
politik,
dan
lain
sebagainya.Majikan dan buruh, mungkin bertentangan karena yang satu
mengiginkan upah yang rendah, sedangkan buruh menginginkan sebaliknya.
14
d. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu
akanberubah nilai-nilai yang ada dalam Masyarakat. Dan ini menyebabkan
terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya, upama mengenai
reorganisasi sistem nilai.Sebab sebagaimana diketahui perubahan sosial
mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur.
Selain itu Robbins Walton, dkk (dalam, Kenneth 1995:231) mengemukakan
bahwa konflik terjadi disebabkan oleh berbagai jenis kondisi pendahulu enam
kategori penting dari kondisi-kondisi pemula (antecedent conditions) meliputi: (1)
persaingan terhadap sumber-sumber, (2) ketergantungan terhadap pekerjaan, (3)
kekaburan bidang tugas, (4) problem status, (5) rintangan komunikasi dan (6)
sifat-sifat individu.
1. Persaingan terhadap sumber-sumber (Competition for Resources)
Salah satu sumber konflik penting dalam organisasi adalah persaingan
terhadap sumber-sumber seperti dana anggaran ruang, pengadaan bahan,
personalia, serta pelayanan pendukung (mesin pengetikan penggandaan,
pemrosesan data, pemeliharaan).semakin langka pengadaaan sumbersumber yang relatif banyak diperlukan oleh pihak-pihak tandingannya, dan
semakin penting sumber-sumber yang relatif banyak diperlukan oleh pihakpihak tandingannya, dan semakin penting sumber-sumber tersebut bagi
mereka, semakin besar kemungkinan konflik akan berkembang semakin
tajam.
15
2. Ketergantungan Tugas(Task Interdependence)
Jika dua individu atau kelompok tergantung satu sama lain dengan cara
sedemikian rupa untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya, maka konflik
mungkin terjadi jika keduanya mempunyai tujuan-tujuan atau prioritasprioritas yang berbeda. Ketergantungan pekerjaan dapat satu arah atau dua
arah, dan ketergantungan dapat mencakup pembagian persediaan, informasi,
bantuan atau pengarahan, disamping tuntutan mengkoordinasi aktivitasaktivitas dua pihak.
3. Kekaburan Batas-batas Bidang Kerja (Jurisdictional Ambiquity)
Konflik mungkin sekali terjadi bilamana batasan-batasan bidang kerja tidak
jelas yang dikarenakan adanya tumpang suh (overlapping) tanggung jawab
atau ketimpangan dalam tanggung jawab dan satu pihak berusaha untuk
melakukan lebih banyak pengendalian atas perilaku-perilaku yang
disukainya atau mengalikan/menyerahkan bagiannya dalam pelaksanaan
aktivitas-aktivitas yang tidak disukainya. Konflik juga berkembang bila satu
pihak berusaha mencari muka atas setiap keberhasilan atau mengalikan
celaan bila terjadi kegagalan dalam suatu aktivitas bersama Dutton dan
Walton (dalam, Kenneth 1995:233) melukiskan suatu konflik antara
departemen produksi dan penjualan yang sebagian disebabkan karena
ketidak sepakatan bidang kerja. Masing-masing departemen berusaha
mempertahankan kebebasan dari kewajiban-kewajiaban serta menetapkan
batasan-batasan bidang kerja atas aktivitas-aktivitas departemen penjualan
yang menginginkan desain produk baru, sedangkan departemen produksi
16
menolak, maka ia mendapatkan banyak sekali tanggapan atau reaksi bila
tidak mengusahakan desain-desain produk baru tersebut.
4. Masalah Status (Status problems)
Kita telah mengetahaui bagaimana ketidak sesuaian antara pola-pola arus
kerja dengan hiararki status menciptakan konflik antara pelayanan pesanan
dengan para pemasak direstoran jenis konflik yang sama dapat pula terjadi
antara dua departemen dalam sebuah organisasi, Seiler (dalam, Kenneth
1995:233).
konflik status yang terakhir ini disebabkan persepsi atas ketidakadilan dalam
hal ganjaran, penugasan kerja, kondisi-kondisi kerja serta simbol status.Jika
seorang individu atau departemen percaya bahwa mereka menerima
keuntugan-keuntungan atau kesempatan-kesempatan yang lebih sedikit dari
pada yang sepatutnya maka frustasi dan kebencian dapat berkembang
menjadi konflik dengan administrator yang bertanggung jawab dalam
alokasi-alokasi keuntungan-keuntngan yang lebih banyak.
5. Rintangan-rintangan Komunikasi
Kita telah mengetahui bahwa terdapat banyak rintangan terhadap
komunikasiyang tepat diantara orang-orang.Tidak memadainya komunikasi
dapat mendukung berkembangnya konflik semua (psudo-conflik) yang
merintangi persetujuan antara dua kelompok yang posisinya saling
melengkapi tidak adanya sarana-sarana komunikasi yang memadai dapat
menghambat usaha-usaha untuk menghambat koordinasi dua kelompok
yang tugas pekerjaannya bergantungan.Kesulitan-kesulitan bahasa serta
17
selektivitas dalam menginterprestasikan informasi dapat mengekalkan
kesalahan konsepsi dan mendorong timbulnya saling tidak percaya.
Misalnya, rasa benci diantara suatu departemen kesejahteraan daerah
beberapa instansi-instansi daerah lainnya ditemukan tugas-tugas serta
dukungan-dukungan dari departemen kesejahteraan tersebut Robbins dalam
Kenneth (1992:235)
6. Sifat-sifat Individu (Individual Traits)
Kemungkinan terjadnya konflik sebagian ditentukan oleh sifat kepribadian
masing-masing
pihak.Dalam
suatu
tinjauan
riset
tawar
menawar
(bergaining), Walton, dkk (dalam, Kenneth1995:235) menyimpulkan bahwa
perilaku konflik mudah terjadi bila satu pihak/kelompok sangat dogmatis
dan otoriter serta rendah harga dirinya.Misalnya, andaikan dua orang
berselisih, masing-masing orang kaku (Inflible) dan tidak mau melihat
langkah-langkah ke arah suatu posisi yang mana persetujuan dapat
dimungkinkan.
Kebutuhan dan nilai-nilai dapat juga menopang berkembangnya konflik.
Misalnya para pekerja yang memiliki kebutuhan kuat atas kemandirian
mudah terjadi konflik dengan pemimpin jika ia merupakan pemimpin yang
otoriter yang mengawasi dengan ketat serta sedikit memberikan otonomi.
Bila terdapat persaingan diantara anggota organisasi, konflik mudah
berkembang jika masing-masing sangat ambisi dan memiliki kebutuhan
yang kaut, yang akan dipuaskan dengan “kemenangan” terakhir, terdapat
kemungkinan terjadi konflik diantara dua orang yang memiliki nilai-nilai
18
sosial politik, moral atau agama yang berlainan daripada orang yang
memiliki nilai-nilai yang sama.
3.3 Dampak-dampak Terjadinya Konflik Sosial
Para ilmuan perilaku masih beranggapan bahwa konflik adalah gejala yang
tidak wajar yang hanya memiliki dampak negatif jadi tidak mengherankan bahwa
konflik biasa dianggap sebagai “Iblis yang harus dimusnahkan. Sebenarnya
konflik dapat memiliki dampak yang positif dan negatif, dan yang menjadi tujuan
manajemen konflik adalah manajemen sedemikian rupa sehingga keutungankeuntungan dapat dipertahankan serta akibat-akibat dapat diminimalisir
Menurut Kenneth (1995:230) mengatakan bahwa “akibat-akibat negatif dari
konflik adalah terutama terletak pada kahancuran komunikasi, keterjalinan
(cohesiveness) serta kerja sama. Bila para anggota organisasi memiliki aktivitasaktivitas yang saling bergantung, maka pelaksanaan kerja aktivitas-aktivitas ini
akan terganggu jika terdapat penurunankerja sama serta penolakan untuk
membagikan informasi yang disebabkan oleh konflik yang parah Aktivitas
produksi dari setiap kelompok akan parah. Aktivitas produksi dari setiap
kelompok akan terus menurun dengan penghamburan waktu serta energi untuk
memenangkan konflik”.Individu-individu yang terlibat dalam konflik secara
tipikal mengalami tekanan (stres),frustasi serta kekhawatiran yang pada
gilirannyamenurunkankepuasan
kerja,
melemahkan
perhatian
terhadap
pekerjaan/tugas, menciptakan apatis, serta mendorong pada penarikan diri dalam
bentuk absensi, atau perindahan kerja.Bila konflik berlebihan, organisasi dapat
19
pecah sebagian dan tidak dapat digerakan, tidak dapat melakukan tindakantindakan bersama dalam menghadapi tantangan lingkungan.
Dipihak lain, tanpa sedikit konflik, organisasi tidak mungkin akan
mempertahankan ketegarannya serta menyesuaikan dengan berhasil terhadap
lingkungan yang sedang berubah penyesuaian memerlukan perubahan-perubahan
dalam prosedur-prosedur dan prioritas-prioritas bahkan mungkin terhadap tujuantujuan organisasi. Perubahan-perubahan semacam ini menciptakan ketidak
nyamanan serta mencakup redistribusi kekuasaan dan status.Dampaknya,
kebanyakan perubahan biasanya dihindarkan atau ditolak oleh banyak anggota
organisasi. Jika tidak ada konflik yang nyata perubahan-perubahan tidka mungkin
terjadi dengan cukup cepat untuk menjamin penyesuaian yang berhasil disamping
itu, keputusan-keputusan mungkin lebih mencerminkan “pemikiran yang pendek”
atau persepsi yang disimpangkan, tetapi konflik yang terkendali dapat menjadi
sumber motivasi penting untuk mengembangkan pembaharuan berbagai metode.
Konflik sering terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap
tradisional ketahap moderen. Menurut Soerjono Soekanto (2006:280) mengatakan
bahwa pertentangan (Conflict) masyarakat mungkin pula menjadi penyebab
terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan.Pertentangan-pertentangan terjadi
antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.
Lebih lanjut menurut Abu Ahmadi (2007:296) meyatakan bahawa ada 2
akibat konflik sosial antara lain adalah sebagai berikut:
1) Yang bersifat Konflik
a. Bertambahnya solidaritas dalam kelompok sendiri (in group solidarity)
W.Ogburn (dalam, Abu Ahmadi 2007:296) mengatakan bahwa semakin
besar pula integrasi atau solidaritas intern kelompok. Misalnya jika suatu
20
kelompok lain maka anggota –anggota kelompok akan bersatu untuk
mengahadapi musuh mereka.
b. Muncul pribadi-pribadi yang kuat atau tahan uji menghadapi berbagai
situasi konflik.
c. Munculnya kompromi baru apabila pihak yang berkonflik dalam kekuatan
seimbang. Misalnya, adanya kesadaran dari pihak-pihak yang berkonflik
untuk bersatu kembali, karena dirasakan bahwa konflik yang berlarut tidak
membawa keuntungan bagi kedua belah pihak.
2) Yang bersifat Destruktif
a. Retaknya persatuan kelompok
b. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia (bahwa konflik sudah
berubah menjadi kekerasan);
c. Berubahnya sikap dan kepribadian individu baik yang mengarah ke hal yang
positif maupun ke hal yang negatif. Munculnya dominasi kelompok yang
menang terhadap kelompok yang kalah.
21
Download