Uploaded by Vivie Veronica Tanama

REFERAT SARAF

advertisement
REFERAT
Stroke Infark
Pembimbing:
dr. Maria Ingrid Tjahjadi, Sp. S
Disusun Oleh:
Vivie Veronica Tanama
112018191
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Husada
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 6 Mei 2019 – 8 Juni 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
yang diberikannya, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam menyusun referat ini, penulis banyak menghadapi
kesulitan-kesulitan baik dari penelitian sumber data maupun penyusunan kata yang tepat.
Namun, karena beberapa bantuan dari beberapa sumber, maka penulis dapat menghadapi
berbagai kesulitan yang ada sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Demikian kata pengantar ini saya buat sedemikian rupa. Mohon maaf apabila ada
kesalahan kata dan Terima Kasih.
Jakarta, 11 Mei 2019
Vivie Veronica Tanama
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan termasuk penyebab
kematian nomor tiga mengikuti penyakit jantung iskemi dan kanker. Seseorang yang apabila
bertahan hidup, akan meninggalkan kecacatan jangka panjang. Secara global, terdapat lebih
dari 50 juta penderita stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Setiap tahunnya hampir 5
juta orang meninggal dunia akibat stroke, dan 1 diantara 5 penderita yang bertahan hidup akan
terkena serangan stroke kembali pada 5 tahun kemudian. Perawatan stroke membutuhkan
sarana infrastruktur pelayanan kesehatan dan ekonomi yang sangat besar, perkiraan biaya yang
dikeluarkan untuk perawatan stroke di seluruh dunia mencapai $68,9 billion, meliputi biaya
langsung dan tidak langsung. Di Amerika serikat saja, penderita stroke mencapai 5-6 juta
orang, 15-30% diantaranya menderita kecacatan pemanen dan 20% penderita membutuhkan
perawatan di rumah sakit selama 3 bulan sesudah onset serangan strokenya.1
Computed Tomography (CT) scan kepala tanpa kontras adalah alat diagnostik utama
untuk stroke. Perubahan parenkim otak yang terlihat pada hasil CT scan dapat memberikan
informasi berharga terkait diagnosis dan prognosisnya, tetapi memiliki keterbatasan untuk
melihat respon jaringan terhadap terapi reperfusi seperti trombolisis. Saat ini fasilitas CT scan
telah tersedia di hampir seluruh daerah perkotaan di negara maju dan berkembang, namun
demikian tetap diperlukan waktu untuk akuisisi dan interpretasi hasil sebelum terapi dapat
dimulai, sehingga terjadi keterlambatan dan kurang tepat dalam terapi.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Stroke didefinisikan sebagai sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain kelainan
vaskuler.2 Pengertian lainnya mengatakan bahwa penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke
merupakan setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak,
proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri.3
Secara umum, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik,
dengan stroke iskemik hampir 85% dari keseluruhan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh
trombosis maupun emboli. Trombosis intrakranial disebabkan adanya aterosklerosis,
sedangkan emboli ekstrakranial pada umumnya berasal dari arteri ekstrakranial atau dari
jantung sebagai akibat dari infark miokard, mitral stenosis, endokarditis, atrial fibrilasi,
kardiomiopati atau gagal jantung kongestif. Sedangkan klasifikasi berdasarkan waktunya,
terdiri atas Transient Ischaemic Attact (TIA), Reversible Ischaemic Neurological Defisit
(RIND), Stoke In Evolution (SIE)/ Progressing Stroke, dan Completed Stroke. Pada TIA, defisit
neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit. Pada RIND, defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu. Stroke perdarahan dibedakan menjadi stroke perdarahan
intraserebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA), dengan penyebab paling sering adalah
hipertensi, trauma, obat-obatan atau malformasi vaskuler. 21,2
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak kedua di dunia setelah penyakit
jantung dan merupakan penyebab utama dari disabilitas. Prevalensi stroke di dunia pada tahun
2010 adalah sebanyak 33 juta, dengan 16,9 juta orang terkena stroke serangan pertama. Dari
data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka
kematian stroke terbesar di Asia Tenggara terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara
berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Di Indonesia, prevalensi
stroke meningkat dari 8,3 per 1000 pada tahun 2007 menjadi 12,1 per 1000 pada tahun 2013.
Stroke iskemik adalah jenis stroke terbanyak yang menyerang populasi Kaukasian yang
mencapai 80% jumlah populasi. Persentase stroke iskemik juga tinggi pada populasi Asia tapi
dengan proporsi stroke perdarahan intrakranial yang lebih tinggi daripada populasi Kaukasian
yaitu sekitar 20-30% terkena stroke perdarahan intrakranial. Stroke memiliki faktor risiko yang
bervariasi dan salah satunya adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena
stroke iskemik hingga 2-3 kali dan risiko ini meningkat pada perokok berat. Pada tahun 2000
diperkirakan jumlah perokok di dunia sekitar 1,2 milyar dan Cina menduduki tempat pertama
dengan jumlah perokok sekitar 300 juta. Menurut data dalam The Tobacco Atlas oleh
American Cancer Society, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan
jumlah pengonsumsi rokok terbanyak di dunia. Prevalensi perokok pada usia lebih dari 15
tahun di Indonesia juga meningkat bila dilihat dari data Riskesdas yaitu 34,2% pada tahun 2007
menjadi 36,3% pada tahun 2013 dengan rata-rata setiap perokok menghabiskan 12,3 batang
rokok per hari.4-6
Faktor Resiko Stroke
Sejumlah faktor memberikan konstribusi terjadinya serangan stroke pertama. Faktor
risiko stroke secara umum di bedakan menjadi faktor risiko yang tidak bisa diubah (nonmodifiable risk factors) termasuk didalamnya antara lain : usia, jenis kelamin, suku bangsa,
riwayat keluarga, faktor genetik, dan berat badan lahir rendah, dan faktor risiko yang dapat
diubah (modifiable risk factor), diantaranya: hipertensi arterial, TIA, stroke sebelumnya, bruit
karotis asimtomatik, penyakit jantung, ateromatosis arkus aorta, diabetes mellitus,
dislipidemia, merokok, konsumsi alkhohol, peningkatan fibrinogen, peningkatan homosistein,
kadar folat serum rendah, peningkatan antibodi antikardiolipin, kontrasepsi oral dan obesitas.1
Patofisiologi Stroke Iskemik
Pada stroke iskemik, adanya penurunan atau tidak adanya aliran darah untuk memenuhi
kebutuhan neuron. Keadaan ini menimbulkan efek yang sangat cepat sebab otak tidak
dibekalkan dengan glukosa atau oksigen yang merupakan elemen atau substansi utama untuk
metabolismenya. Sekitar 45% stroke iskemik diakibatkan oleh adanya thrombus pada arteri
otak yang besar dan kecil, 20% diakibatkan oleh emboli dari tempat lain di dalam tubuh selain
oak, dan sisanya diakibatkan oleh faktor lain.2
Trombosis dapat terjadi pada arteri di intrakranial maupun ekstrakranial, ketika tunika
intima mengalami kerusakan sehingga terbentuk plak di sepanjang dinding pembuluh darah
yang mengalami kerusakan. Komponen kuncinya adalah agregasi platelet, cedera endotel dan
pembentukan fibrin. Cedera pada endotel mengakibatkan agregasi trombosit yang dapat
disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan dengan dengan hipertensi, merokok,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan sebagainya, sehingga terjadi proses koagulasi dan
trombus berubah menjadi plak. Adanya aterosklerosis dan trombogenesis akan mengganggu
aliran darah dan kemudian menyebabkan iskemia dan infark jaringan otak. Pada stroke emboli,
plak yang telah terbentuk pada pembuluh darah di luar otak akan melepas dan menjadi klot.
Adanya aliran darah yang berterusan pula akan menyebabkan klot yang terlepas itu turut
mengalir, didorong oleh pengaliran darah. Apabila klot yang beralir mengikuti aliran darah
sampai di pembuluh darah otak, stroke akan terjadi.2,7
Gejala dan Tanda
Gejala stroke bias dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala/tanda yang diakibatkan
oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan
tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya.
Pasien bisa dating dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun
tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien dating dalam keadaan koma dalam
sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Secara
umum, gejala yang timbul bergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang menyebabkan
gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Gejala dan tanda stroke iskemik
yang sering dijumpai pada penderitanya adalah:3,8
1. Adanya defisit serangan neurologis/kelumpuhan fokal, seperti hemiparesis (lumpuh
sebelah badan yang kanan atau kiri saja).
2. Mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan/terbakar.
3. Mulut atau lidah mencong jika diluruskan
4. Sukar berbicara / perbicaraan yang tidak lancer dan jelas.
5. Tidak dapat memahami perbicaraan atau percakapan orang lain.
6. Kesulitan mendengar, melihat, menelan, berjalan, menulis, membaca, serta tidak
memahami tulisan.
7. Kecerdasan menurun dan sering mengalami vertigo (pusing atau sakit kepala).
8. Menjadi pelupa / demensia.
9. Penglihatan terganggu, sebagian lapangan pandang tidak terlihat, gangguan
pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan menjadi gelap / ganda sesaat (hemianopsia).
10. Tuli satu telinga atau pendengaran berkurang.
11. Emosi tidak stabil, seperti mudah menangis dan tertawa.
12. Kelopak mata sulit dibuka dan selalu ingin tertidur.
13. Gerakan tidak terkoordinasi, seperti kehilangan keseimbangan.
14. Biasanya diawali dengan Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke
sementara.
15. Gangguan kesadaran, seperti pingsan bahkan sampai koma.
Diagnosis
Diagnosis stroke iskemik ditegakkan apabila ditemukan defisit fokal dan ditemukan
gambaran infark pada CT scan atau tidak ditemukan adanya perdarahan pada CT scan kepala
selama observasi, misalnya pasien dengan gambaran klinik stroke tetapi menunjukkan
gambaran CT scan yang normal. Untuk menegakkan diagnosis stroke, terlebih dahulu harus
dilakukan anamnesis mengenai gejala awal, perkembangan gejala, riwayat penyakit
sebelumnya, faktor risiko yang ada, dan pengobatan yang sedang dijalani. Berikutnya adalah
melakukan pemeriksaan neurologis lengkap untuk mengetahui kemungkinan letaknya lesi.
Untuk membedakan diagnosis stroke itu merupakan infark/hemoragik dapat dilakukan
konfirmasi dengan melakukan CT scan.3,9
Pemeriksaan CT scan kepala merupakan pemeriksaan gold standar untuk menegakkan
diagnosis stroke. Untuk membedakan stroke iskemik karena trombosis atau emboli memang
sulit dibedakan dari gejala klinis saja. Diagnosis stroke emboli biasanya ditegakkan secara
inferensi. Pada beberapa kasus ditemukan adanya obstruksi arteri melalui pemeriksaan
arteriografi. Penemuan yang mendukung ke arah diagnosis stroke emboli adalah awitan yang
akut dan ditemukannya sumber emboli.Diagnosis pasti stroke iskemik dan penyebabnya harus
segera ditegakkan dalam beberapa jam paska awitan agar terapi yang tepat dapat segera
diberikan.9
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
stroke adalah:9
a. Laboratorium :
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, hitung trombosit, masa
perdarahan, masa pembekuan.
2. Gula darah dan profil lipid.
3. Ureum, kreatinin, asam urat, kolesterol darah: HDL/LDL, trigliserida, fungsi hati:
SGOT / SGPT, urin lengkap.
4. Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium).
b. Elektrokardiografi
c. CT Scan / MRI otak
d. Duplex sonografi Karotis / Trans Cranial Doppler (atas indikasi)
e. MRA
f. EEG
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di ruang gawat darurat harus dilaksanaan secara cepat, sistematik, dan
cermat. Evaluasi gejala dan tanda klinik stroke akut meliputi anamnesis (terutama gejala awal,
waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual mutah
rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serrta factor resiko
stroke). Pemeriksaan fisik meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh,
dilanjutkan pemeriksaan kepala dan leher jika ada cedera kepala, pemeriksaan thorak abdomen
dan ekstremitas. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang
selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan. Terapi umum yang diberikan dengan
stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum
berupa tekanan darah, pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal (derajat
kesadaran, pemeriksaan pupil dan oculomotor, keparahan hemiparesis), pengendalian
peninggian tekanan intracranial (TIK), pengendalian transformasi hemoragik, pengendalian
kejang jika ada, pengendalian suhu tubuh, dan pemeriksaan penunjang.3,7,10
Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut
Data presentase pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah sistolik > 140
mmHg sebesar 70-94%. Seiring itu, penelitian Indonesia mencatat angka kejadian hipertensi
pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5-27,6% di antaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg. (BASC: Blood Pressure in Acute Stroke
Collaboration 2001; IST: International Stroke Trial 2002).10,11
Adanya hubungan kurva U (U-shaped relationship) menurut bebarapa studi tentang
antara hipertensi pada stroke akut (iskemik maupun hemoragik) dengan kematian dan
kecacatan menunjukan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu sangat berhubungan
dengan tingginya faktor kematian dan kecacatan pasien. Namun pada penatalaksanaan
penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan,
hal ini dikarenakan kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada umunya
pasien yang memiliki tekanan darah tinggi, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. AHA/ASA 2007 dan ESO 2009
merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan
secara hati-hati dengan memperhatikan kondisi dibawah ini:10,11
a. Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun
diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220
mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang
akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah
sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B). Kemudian, tekanan darah harus dipantau hingga sistolik < 180 mmHg dan diastolik
< 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Farmakoterapi antihipertensi yang
dapat digunakan seperti labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau ditiazem
intravena.
b. Pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ ASA, Class IIb, Level of evidence
C), apabila sistolik > 200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg,
tekanan darah diturunkandengan menggunakan obat antihipertensi intravena dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan
darah setiap 5 menit.
c. Apabila sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu
atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral >/= 60 mmHg.
d. Apabila sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90
mmHg. Studi INTERACT 2010, penuruanan sistolik hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan
tekanan darah dengan cepat hingga sistolik 140 mm cukup aman (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongn penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.
h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan kontra indikasi mutlak.
i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah risiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence B). Pencegahan terjadinya perdarahan subaraknoid akut, tekanan
darah diturunkan hingga sistolik 140-160 mmHg. Sedangkan sistolik 160-180 mmHg
sering digunakan sebagai target sistolik dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme,
tetapi hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya
kemungkinan vasospasme, dan komorbiditas kardiovaskular.
j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila
vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini
terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat dilakukan
dalam penatalaksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan darah belum jelas.
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya
diseksi otak, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan enselopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan sistolik
160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada hipotensi arterial stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran neurologis,
terutama bila sistolik < 100 mmHg atau diastolik < 70 mmHg. Oleh karena itu, hipotensi pada
stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama diseksi aorta, hipovolemia,
perdarahan, dan penurunan cardiac output karena iskemia miokardial atau aritmia. Dalam
penggunaan farmakoterapi vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infus dan disesuaikan
dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardi. Obat-obat vasopressor yang
dapat digunakan antara lain fenilephrin, dopamine dan norepinefrin. Pemberian obat-obat
tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu
sistolik berkisal 140 mmHg pada kondisi akut stroke.10,11
Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut
Presentase hiperglikemia menunjukkan 60% pasien yang mengalami hiperglikemia
terjadi pada pasien stroke akut nondiabetes. Hiperglikemia setelah stroke akut memiliki
hubungan dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal dan buruknya keluaran.
Hipoglikemia (<50 mg/dl) mungkin akan memperlihatkan gejala yang mirip dengan stroke
infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dektrosa atau infus glukosa 10-20% sampai
kadar gula darah 80-110 mg/dl. Berikut indikasi dan syarat-syarat dalam pemberian insulin:10,11
a. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM (Insulin-dependent diabetes
mellitus) atau NIDDM (non-insulin-dependent diabetes melitus).
b. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus
Kontrol gula darah selama fase akut stroke:
a. Insulin reguler subkutan menurut fase akut stroke
Sangat bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap penderita. Pada
hiperglikemia refrakter, dibutuhkan IV insulin
b. Protokol pemberian insulin intravena
 Guideline umum
I.
Sasaran kadar glukosa darah = 80 – 180 mg/dl, (80-110 untuk intensive
care unit, ICU)
II.
Standart drip insulin 100 U/100 mL 0.9% NaCl via infus (1U/1mL).
Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan dan menerima
dosis pertama dari insulin subkutan
 Pemilihan algorima
I.
Algoritma 1 : mulai untuk kebanyakan penderita
II.
Algoritma 2 : untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma
1, atau untuk penderita dengan diabetes yang menerima insulin > 80
U/hari sebagai outpatient.
III.
Algoritma 3: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma
2
IV.
Alogoritma 4: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan
alogirtma 3
 Memantau penderita
Periksa gula darah kapiler setiap jam sampai pada sasaran glukosa
(glucose goal range) selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula
darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tersebut
tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.
c. Peralihan dari insulin intravena ke subkutan
Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran, dapat diberikan
dosisi short-acting atau rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum menghentikan
infus insulin intravena. Dosis insulin basal dan prandial harus disesuaikan dengan tiap
kebutuhan penderita.
d. Pengobatan bila timbul hipoglikemia (glukosa darah < 60 mg/dl)
 Hentikan insulin drip
 Berikan dextrose 50% dalam air (D50W) intravena
I.
II.
Bila penderita sadar: 25 ml (1/2 amp)
Bila tak sadar: 50 mL (1 amp)
 Periksa ulang gula darah tiap 20 menit dan beri ulang 25 mL D50W intravena
bila gula darah < 60 mg/dL. Mulai lagi dengan insulin drip bila gula 2 kali > 70
mg/dL (periksa 2 kali). Mulai insulin drip dengan algoritma lebih rendah (moving
down).
Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability, discomfort,
dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal
atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak,
EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke.
BAB III
KESIMPULAN
Stroke merupakan sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain kelainan vaskuler. Secara
umum, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik, dengan stroke
iskemik hampir 85% dari keseluruhan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis
maupun emboli. Stroke perdarahan dibedakan menjadi stroke perdarahan intraserebral (PIS)
dan perdarahan subarachnoid (PSA), dengan penyebab paling sering adalah hipertensi, trauma,
obat-obatan atau malformasi vaskuler. Penegakan diagnostik secara pasti dapat dilakukan
dengan pemeriksaan penunjang CT Scan kepala. Penatalaksanaan di ruang gawat darurat harus
dilaksanaan secara cepat, sistematik, dan cermat. Penanganan yang cepat dan tepat pada pasien
stroke akan memberikan prognosis yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saenger AK, Christenson RH. Stroke biomarkers: Progress and challenges for
diagnosis, prognosis, differentiation, and treatment. Clinical Chemistry. 2010. 56(1):
21-33
2. World Hearth Organization [homepage on the internet]. Priority medicines for
europes and the world “a public health approach to innovation”. 2017 Desember
[cited 2019 Mei 11]. Available from :
https://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_6Stroke.pdf
3. Misbach J. Stroke : aspek diagnostic, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1999. h. 1-3
4. Heart Disease and Stroke Statistics - At-a- Glance [Internet]. American Heart
Association;
2014
[cited
26
June
2016].
Available
from:
https://www.heart.org/idc/groups/ahamahpublic/@wcm/@sop/@smd/documents/dow nloadable/ucm_470704.pdf
5. Dinata C, Safrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1
Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2):57
6. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 [Internet]. 3rd ed. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013 [cited 2019
Mei
11].
Available
from:
http://www.depkes.go.id/resources/downloa
d/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
7. Brockington CD, Zivin JA. Acute Medical Managemne of Ischemic Disease. In:
Bradley WG (Eds). Neurology in Clinical Practice, 4th ed. Philadelphia: Butterworth
Heinemann, pp; 2004. h. 1197-1248.
8. Setiadi S, et al. Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
2014. h. 892-297
9. Ginsberg L. Lecture notes neurology. Edisi Kedelapan. Jakarta: Pernerbit Erlangga;
2008.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines stroke tahun 2011. Jakarta:
Pokdi Stroke; 2011. h. 42-55
11. Buletin Rasional [homepage on the internet]. Penatalaksanaan stroke iskemik akut.
[cited
2019
Mei
12].
Available
http://repository.ubaya.ac.id/21378/1/Rasional%20Vol%2012%20No%201.pdf
from:
Download