REFERAT Stroke Infark Pembimbing: dr. Maria Ingrid Tjahjadi, Sp. S Disusun Oleh: Vivie Veronica Tanama 112018191 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Husada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Periode 6 Mei 2019 – 8 Juni 2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikannya, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam menyusun referat ini, penulis banyak menghadapi kesulitan-kesulitan baik dari penelitian sumber data maupun penyusunan kata yang tepat. Namun, karena beberapa bantuan dari beberapa sumber, maka penulis dapat menghadapi berbagai kesulitan yang ada sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian kata pengantar ini saya buat sedemikian rupa. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dan Terima Kasih. Jakarta, 11 Mei 2019 Vivie Veronica Tanama BAB I PENDAHULUAN Stroke merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan termasuk penyebab kematian nomor tiga mengikuti penyakit jantung iskemi dan kanker. Seseorang yang apabila bertahan hidup, akan meninggalkan kecacatan jangka panjang. Secara global, terdapat lebih dari 50 juta penderita stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Setiap tahunnya hampir 5 juta orang meninggal dunia akibat stroke, dan 1 diantara 5 penderita yang bertahan hidup akan terkena serangan stroke kembali pada 5 tahun kemudian. Perawatan stroke membutuhkan sarana infrastruktur pelayanan kesehatan dan ekonomi yang sangat besar, perkiraan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan stroke di seluruh dunia mencapai $68,9 billion, meliputi biaya langsung dan tidak langsung. Di Amerika serikat saja, penderita stroke mencapai 5-6 juta orang, 15-30% diantaranya menderita kecacatan pemanen dan 20% penderita membutuhkan perawatan di rumah sakit selama 3 bulan sesudah onset serangan strokenya.1 Computed Tomography (CT) scan kepala tanpa kontras adalah alat diagnostik utama untuk stroke. Perubahan parenkim otak yang terlihat pada hasil CT scan dapat memberikan informasi berharga terkait diagnosis dan prognosisnya, tetapi memiliki keterbatasan untuk melihat respon jaringan terhadap terapi reperfusi seperti trombolisis. Saat ini fasilitas CT scan telah tersedia di hampir seluruh daerah perkotaan di negara maju dan berkembang, namun demikian tetap diperlukan waktu untuk akuisisi dan interpretasi hasil sebelum terapi dapat dimulai, sehingga terjadi keterlambatan dan kurang tepat dalam terapi. BAB II PEMBAHASAN Definisi Stroke didefinisikan sebagai sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain kelainan vaskuler.2 Pengertian lainnya mengatakan bahwa penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke merupakan setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak, proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri.3 Secara umum, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik, dengan stroke iskemik hampir 85% dari keseluruhan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis maupun emboli. Trombosis intrakranial disebabkan adanya aterosklerosis, sedangkan emboli ekstrakranial pada umumnya berasal dari arteri ekstrakranial atau dari jantung sebagai akibat dari infark miokard, mitral stenosis, endokarditis, atrial fibrilasi, kardiomiopati atau gagal jantung kongestif. Sedangkan klasifikasi berdasarkan waktunya, terdiri atas Transient Ischaemic Attact (TIA), Reversible Ischaemic Neurological Defisit (RIND), Stoke In Evolution (SIE)/ Progressing Stroke, dan Completed Stroke. Pada TIA, defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit. Pada RIND, defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu. Stroke perdarahan dibedakan menjadi stroke perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA), dengan penyebab paling sering adalah hipertensi, trauma, obat-obatan atau malformasi vaskuler. 21,2 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak kedua di dunia setelah penyakit jantung dan merupakan penyebab utama dari disabilitas. Prevalensi stroke di dunia pada tahun 2010 adalah sebanyak 33 juta, dengan 16,9 juta orang terkena stroke serangan pertama. Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar di Asia Tenggara terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1000 pada tahun 2007 menjadi 12,1 per 1000 pada tahun 2013. Stroke iskemik adalah jenis stroke terbanyak yang menyerang populasi Kaukasian yang mencapai 80% jumlah populasi. Persentase stroke iskemik juga tinggi pada populasi Asia tapi dengan proporsi stroke perdarahan intrakranial yang lebih tinggi daripada populasi Kaukasian yaitu sekitar 20-30% terkena stroke perdarahan intrakranial. Stroke memiliki faktor risiko yang bervariasi dan salah satunya adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena stroke iskemik hingga 2-3 kali dan risiko ini meningkat pada perokok berat. Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah perokok di dunia sekitar 1,2 milyar dan Cina menduduki tempat pertama dengan jumlah perokok sekitar 300 juta. Menurut data dalam The Tobacco Atlas oleh American Cancer Society, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah pengonsumsi rokok terbanyak di dunia. Prevalensi perokok pada usia lebih dari 15 tahun di Indonesia juga meningkat bila dilihat dari data Riskesdas yaitu 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013 dengan rata-rata setiap perokok menghabiskan 12,3 batang rokok per hari.4-6 Faktor Resiko Stroke Sejumlah faktor memberikan konstribusi terjadinya serangan stroke pertama. Faktor risiko stroke secara umum di bedakan menjadi faktor risiko yang tidak bisa diubah (nonmodifiable risk factors) termasuk didalamnya antara lain : usia, jenis kelamin, suku bangsa, riwayat keluarga, faktor genetik, dan berat badan lahir rendah, dan faktor risiko yang dapat diubah (modifiable risk factor), diantaranya: hipertensi arterial, TIA, stroke sebelumnya, bruit karotis asimtomatik, penyakit jantung, ateromatosis arkus aorta, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, konsumsi alkhohol, peningkatan fibrinogen, peningkatan homosistein, kadar folat serum rendah, peningkatan antibodi antikardiolipin, kontrasepsi oral dan obesitas.1 Patofisiologi Stroke Iskemik Pada stroke iskemik, adanya penurunan atau tidak adanya aliran darah untuk memenuhi kebutuhan neuron. Keadaan ini menimbulkan efek yang sangat cepat sebab otak tidak dibekalkan dengan glukosa atau oksigen yang merupakan elemen atau substansi utama untuk metabolismenya. Sekitar 45% stroke iskemik diakibatkan oleh adanya thrombus pada arteri otak yang besar dan kecil, 20% diakibatkan oleh emboli dari tempat lain di dalam tubuh selain oak, dan sisanya diakibatkan oleh faktor lain.2 Trombosis dapat terjadi pada arteri di intrakranial maupun ekstrakranial, ketika tunika intima mengalami kerusakan sehingga terbentuk plak di sepanjang dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Komponen kuncinya adalah agregasi platelet, cedera endotel dan pembentukan fibrin. Cedera pada endotel mengakibatkan agregasi trombosit yang dapat disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan dengan dengan hipertensi, merokok, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan sebagainya, sehingga terjadi proses koagulasi dan trombus berubah menjadi plak. Adanya aterosklerosis dan trombogenesis akan mengganggu aliran darah dan kemudian menyebabkan iskemia dan infark jaringan otak. Pada stroke emboli, plak yang telah terbentuk pada pembuluh darah di luar otak akan melepas dan menjadi klot. Adanya aliran darah yang berterusan pula akan menyebabkan klot yang terlepas itu turut mengalir, didorong oleh pengaliran darah. Apabila klot yang beralir mengikuti aliran darah sampai di pembuluh darah otak, stroke akan terjadi.2,7 Gejala dan Tanda Gejala stroke bias dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala/tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa dating dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien dating dalam keadaan koma dalam sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Secara umum, gejala yang timbul bergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Gejala dan tanda stroke iskemik yang sering dijumpai pada penderitanya adalah:3,8 1. Adanya defisit serangan neurologis/kelumpuhan fokal, seperti hemiparesis (lumpuh sebelah badan yang kanan atau kiri saja). 2. Mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan/terbakar. 3. Mulut atau lidah mencong jika diluruskan 4. Sukar berbicara / perbicaraan yang tidak lancer dan jelas. 5. Tidak dapat memahami perbicaraan atau percakapan orang lain. 6. Kesulitan mendengar, melihat, menelan, berjalan, menulis, membaca, serta tidak memahami tulisan. 7. Kecerdasan menurun dan sering mengalami vertigo (pusing atau sakit kepala). 8. Menjadi pelupa / demensia. 9. Penglihatan terganggu, sebagian lapangan pandang tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan menjadi gelap / ganda sesaat (hemianopsia). 10. Tuli satu telinga atau pendengaran berkurang. 11. Emosi tidak stabil, seperti mudah menangis dan tertawa. 12. Kelopak mata sulit dibuka dan selalu ingin tertidur. 13. Gerakan tidak terkoordinasi, seperti kehilangan keseimbangan. 14. Biasanya diawali dengan Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke sementara. 15. Gangguan kesadaran, seperti pingsan bahkan sampai koma. Diagnosis Diagnosis stroke iskemik ditegakkan apabila ditemukan defisit fokal dan ditemukan gambaran infark pada CT scan atau tidak ditemukan adanya perdarahan pada CT scan kepala selama observasi, misalnya pasien dengan gambaran klinik stroke tetapi menunjukkan gambaran CT scan yang normal. Untuk menegakkan diagnosis stroke, terlebih dahulu harus dilakukan anamnesis mengenai gejala awal, perkembangan gejala, riwayat penyakit sebelumnya, faktor risiko yang ada, dan pengobatan yang sedang dijalani. Berikutnya adalah melakukan pemeriksaan neurologis lengkap untuk mengetahui kemungkinan letaknya lesi. Untuk membedakan diagnosis stroke itu merupakan infark/hemoragik dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan CT scan.3,9 Pemeriksaan CT scan kepala merupakan pemeriksaan gold standar untuk menegakkan diagnosis stroke. Untuk membedakan stroke iskemik karena trombosis atau emboli memang sulit dibedakan dari gejala klinis saja. Diagnosis stroke emboli biasanya ditegakkan secara inferensi. Pada beberapa kasus ditemukan adanya obstruksi arteri melalui pemeriksaan arteriografi. Penemuan yang mendukung ke arah diagnosis stroke emboli adalah awitan yang akut dan ditemukannya sumber emboli.Diagnosis pasti stroke iskemik dan penyebabnya harus segera ditegakkan dalam beberapa jam paska awitan agar terapi yang tepat dapat segera diberikan.9 Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis stroke adalah:9 a. Laboratorium : 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan. 2. Gula darah dan profil lipid. 3. Ureum, kreatinin, asam urat, kolesterol darah: HDL/LDL, trigliserida, fungsi hati: SGOT / SGPT, urin lengkap. 4. Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium). b. Elektrokardiografi c. CT Scan / MRI otak d. Duplex sonografi Karotis / Trans Cranial Doppler (atas indikasi) e. MRA f. EEG Penatalaksanaan Penatalaksanaan di ruang gawat darurat harus dilaksanaan secara cepat, sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan tanda klinik stroke akut meliputi anamnesis (terutama gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual mutah rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serrta factor resiko stroke). Pemeriksaan fisik meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh, dilanjutkan pemeriksaan kepala dan leher jika ada cedera kepala, pemeriksaan thorak abdomen dan ekstremitas. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan. Terapi umum yang diberikan dengan stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum berupa tekanan darah, pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan oculomotor, keparahan hemiparesis), pengendalian peninggian tekanan intracranial (TIK), pengendalian transformasi hemoragik, pengendalian kejang jika ada, pengendalian suhu tubuh, dan pemeriksaan penunjang.3,7,10 Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut Data presentase pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg sebesar 70-94%. Seiring itu, penelitian Indonesia mencatat angka kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5-27,6% di antaranya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg. (BASC: Blood Pressure in Acute Stroke Collaboration 2001; IST: International Stroke Trial 2002).10,11 Adanya hubungan kurva U (U-shaped relationship) menurut bebarapa studi tentang antara hipertensi pada stroke akut (iskemik maupun hemoragik) dengan kematian dan kecacatan menunjukan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu sangat berhubungan dengan tingginya faktor kematian dan kecacatan pasien. Namun pada penatalaksanaan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, hal ini dikarenakan kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada umunya pasien yang memiliki tekanan darah tinggi, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. AHA/ASA 2007 dan ESO 2009 merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan kondisi dibawah ini:10,11 a. Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistolik < 185 mmHg dan diastolik < 110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Kemudian, tekanan darah harus dipantau hingga sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Farmakoterapi antihipertensi yang dapat digunakan seperti labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau ditiazem intravena. b. Pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ ASA, Class IIb, Level of evidence C), apabila sistolik > 200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkandengan menggunakan obat antihipertensi intravena dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. c. Apabila sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral >/= 60 mmHg. d. Apabila sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Studi INTERACT 2010, penuruanan sistolik hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga sistolik 140 mm cukup aman (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg. f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral. g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongn penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas. h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan kontra indikasi mutlak. i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Pencegahan terjadinya perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga sistolik 140-160 mmHg. Sedangkan sistolik 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target sistolik dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme, tetapi hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme, dan komorbiditas kardiovaskular. j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin. k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat dilakukan dalam penatalaksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan darah belum jelas. l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi otak, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan enselopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. Pada hipotensi arterial stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran neurologis, terutama bila sistolik < 100 mmHg atau diastolik < 70 mmHg. Oleh karena itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena iskemia miokardial atau aritmia. Dalam penggunaan farmakoterapi vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infus dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardi. Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain fenilephrin, dopamine dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu sistolik berkisal 140 mmHg pada kondisi akut stroke.10,11 Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut Presentase hiperglikemia menunjukkan 60% pasien yang mengalami hiperglikemia terjadi pada pasien stroke akut nondiabetes. Hiperglikemia setelah stroke akut memiliki hubungan dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal dan buruknya keluaran. Hipoglikemia (<50 mg/dl) mungkin akan memperlihatkan gejala yang mirip dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dektrosa atau infus glukosa 10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dl. Berikut indikasi dan syarat-syarat dalam pemberian insulin:10,11 a. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM (Insulin-dependent diabetes mellitus) atau NIDDM (non-insulin-dependent diabetes melitus). b. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus Kontrol gula darah selama fase akut stroke: a. Insulin reguler subkutan menurut fase akut stroke Sangat bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap penderita. Pada hiperglikemia refrakter, dibutuhkan IV insulin b. Protokol pemberian insulin intravena Guideline umum I. Sasaran kadar glukosa darah = 80 – 180 mg/dl, (80-110 untuk intensive care unit, ICU) II. Standart drip insulin 100 U/100 mL 0.9% NaCl via infus (1U/1mL). Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan dan menerima dosis pertama dari insulin subkutan Pemilihan algorima I. Algoritma 1 : mulai untuk kebanyakan penderita II. Algoritma 2 : untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma 1, atau untuk penderita dengan diabetes yang menerima insulin > 80 U/hari sebagai outpatient. III. Algoritma 3: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma 2 IV. Alogoritma 4: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan alogirtma 3 Memantau penderita Periksa gula darah kapiler setiap jam sampai pada sasaran glukosa (glucose goal range) selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tersebut tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil. c. Peralihan dari insulin intravena ke subkutan Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran, dapat diberikan dosisi short-acting atau rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum menghentikan infus insulin intravena. Dosis insulin basal dan prandial harus disesuaikan dengan tiap kebutuhan penderita. d. Pengobatan bila timbul hipoglikemia (glukosa darah < 60 mg/dl) Hentikan insulin drip Berikan dextrose 50% dalam air (D50W) intravena I. II. Bila penderita sadar: 25 ml (1/2 amp) Bila tak sadar: 50 mL (1 amp) Periksa ulang gula darah tiap 20 menit dan beri ulang 25 mL D50W intravena bila gula darah < 60 mg/dL. Mulai lagi dengan insulin drip bila gula 2 kali > 70 mg/dL (periksa 2 kali). Mulai insulin drip dengan algoritma lebih rendah (moving down). Prognosis Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. BAB III KESIMPULAN Stroke merupakan sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain kelainan vaskuler. Secara umum, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik, dengan stroke iskemik hampir 85% dari keseluruhan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis maupun emboli. Stroke perdarahan dibedakan menjadi stroke perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA), dengan penyebab paling sering adalah hipertensi, trauma, obat-obatan atau malformasi vaskuler. Penegakan diagnostik secara pasti dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang CT Scan kepala. Penatalaksanaan di ruang gawat darurat harus dilaksanaan secara cepat, sistematik, dan cermat. Penanganan yang cepat dan tepat pada pasien stroke akan memberikan prognosis yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Saenger AK, Christenson RH. Stroke biomarkers: Progress and challenges for diagnosis, prognosis, differentiation, and treatment. Clinical Chemistry. 2010. 56(1): 21-33 2. World Hearth Organization [homepage on the internet]. Priority medicines for europes and the world “a public health approach to innovation”. 2017 Desember [cited 2019 Mei 11]. Available from : https://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_6Stroke.pdf 3. Misbach J. Stroke : aspek diagnostic, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999. h. 1-3 4. Heart Disease and Stroke Statistics - At-a- Glance [Internet]. American Heart Association; 2014 [cited 26 June 2016]. Available from: https://www.heart.org/idc/groups/ahamahpublic/@wcm/@sop/@smd/documents/dow nloadable/ucm_470704.pdf 5. Dinata C, Safrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2):57 6. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 [Internet]. 3rd ed. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013 [cited 2019 Mei 11]. Available from: http://www.depkes.go.id/resources/downloa d/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf 7. Brockington CD, Zivin JA. Acute Medical Managemne of Ischemic Disease. In: Bradley WG (Eds). Neurology in Clinical Practice, 4th ed. Philadelphia: Butterworth Heinemann, pp; 2004. h. 1197-1248. 8. Setiadi S, et al. Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 892-297 9. Ginsberg L. Lecture notes neurology. Edisi Kedelapan. Jakarta: Pernerbit Erlangga; 2008. 10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines stroke tahun 2011. Jakarta: Pokdi Stroke; 2011. h. 42-55 11. Buletin Rasional [homepage on the internet]. Penatalaksanaan stroke iskemik akut. [cited 2019 Mei 12]. Available http://repository.ubaya.ac.id/21378/1/Rasional%20Vol%2012%20No%201.pdf from: