Uploaded by common.user102682

TM 5 - Iman Kepada Nabi dan Rasul.rtf

advertisement
IMAN KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH
MATERI POKOK PEMBELAJARAN:
❖ Pengantar
❖ Iman Kepada Nabi dan Rasul Allah
❖ Karakter Nabi dan Rasul
❖ Peran Nabi-Nabi Dalam Sejarah
❖ Tujuan dan Misi Kenabian
❖ Agama Para Nabi
❖ Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Penutup
❖ Karakteristik Nabi Muhammad SAW
❖ Iman Kepada Seluruh Nabi dan Rasul Kaitannya Dengan Iman
Kepada Nabi Muhammad SAW
KOMPETENSI DASAR
1. Mahasiswa dapat memahami, menjelaskan dan mengimani
(meyakini) adanya Nabi dan Rasul yang diturunkan Allah SWT.
2. Mahasiswa dapat memahami bagaimana beriman kepada para
Nabi dan Rasul, kaitannya iman kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai nabi penutup (terakhir).
INDIKATOR Capaian Pembelajaran (CP)
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa:
1. Mahasiswa lebih mengenal karakteristik nabi dan rasul.
2. Mahasiswa lebih menyadari arti penting peran dan tujuan serta misi
para nabi dalam kehidupan di dunia ini.
Iman Kepada Ghaib | 1
PENGANTAR
abi dan Rasul adalah utusan Allah SWT untuk manusia. Apakah
tujuan sesungguhnya misi dari para Nabi dan Rasul yang telah
mendapatkan wahyu dari Allah. Apakah pesan akhir para Nabi?
Apakah Nabi-nabi telah memainkan peran yang positif ataukah negatif
dalam sejarah? Ataukah mereka tidak memainkan peran sama sekali.
Bagaimana karakteristik para Nabi. Apakah peran Nabi dikehidupan
modern saat ini, yang tidak akan mungkin diperoleh dari manusia jenius
dan hanya bisa diperoleh dari para Nabi ini.
Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali mengusik pikiran kita. Hal ini
dikarenakan masalah kenabian merupakan persoalan yang sangat penting
karena menyangkut erat dengan keimanan. Dalam kajian ini, kita akan
mencoba menjawab tuntas tentang masalah tersebut.
Beriman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah rukun iman yang
keempat dari enam rukun iman. Ini menegaskan bahwa tidak sah iman
seseorang itu manakala dia tidak beriman kepada para Nabi dan Rasul
Allah.
IMAN KEPADA NABI DAN RASUL
Pengertian Iman Kepada Nabi dan Rasul
Secara etimologis, kata nabi ecara etimologis kata nabi berasal
dari kata na-ba yang artinya ditinggikan atau dari kata na-ba-a yang
artinya berita. Secara terminologis nabi adalah orang yang menerima
wahyu dari Allah SWT. untuk dirinya sendiri tanpa berkewajiban
menyampaikannya kepada orang lain. Nabi juga bermakna orang yang
membawa berita penting. Sedangkan Rasul secara etimologis berasal dari
kata ar-sa-la yang artinya mengutus.
Sementara secara terminologis
Iman Kepada Ghaib | 2
adalah orang yang menerima wahyu dan berkewajiban menyampaikan
kepada orang lain.1
Allah Ta’ala dengan ini berfirman: “Katakanlah (hai orang-orang
mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami,
dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak
cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan
kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun
diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". Qs. Al-Baqarah:
136
Allah Ta’ala menjelaskan pula bahwa keimanan sebagaimana di
atas itulah yang merupakan keimanan seluruh kaum mukminin. Allah
ta’ala berfirman: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasulNya.
(Mereka
seseorangpun
mengatakan):
(dengan
yang
"Kami
lain)
tidak
dari
membeda-bedakan
rasul-rasul-Nya",
dan
antara
mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya
Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". Qs. Al-Baqarah : 285
Allah memberitahukan bahwa letak kebaikan yang sebenarnya
adalah dalam cara beriman. Firman Allah SWT : “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” Qs.Al-Baqarah/2: 177.
Apabila seseorang itu sudah beriman kepada sebagian rasul,
sedang kepada sebagian rasul yang lain dia tidak beriman atau dengan
kata-kata lain bahwa orang itu membeda-bedakan dalam keimanannya
1
Bunyamin, dkk, Aqidah Untuk Perguruan Tunggi, (Jakarta:Uhamka Press, 2015), hal.
177-178.
Iman Kepada Ghaib | 3
terhadap keseluruhan rasul Tuhan itu, maka ia adalah jelas orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman : Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada)
Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang
sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain), serta bermaksud
(dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman
atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan” QS.
An-nisa : 150-151).2
Setiap orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, dengan
sendirinya insaf dan percaya bahwa alamat kasih Tuhan kepada manusia
adalah dengan diutusnya rasul-rasul itu. Mereka bukan orang lain, tetapi
manusia sendiri juga. Manusia yang dipilih memberi peringatan akan
bahaya. Menganjurkan menuju jalan yang bahagia. Menunjukkan siapa
Tuhan itu dan apa sifat-sifatnya. Mereka datang buat dijadikan contoh
teladan di dalam menempuh hidup. Setelah daripada rasul-rasul itu diberi
kitab-kitab buat menuntun kita. Menunjukkan batas-batas hukum, larangan
dan suruhan. Kadang-kadang di berilah mereka bantuan dengan perkaraperkara yang ajaib yang diluar dari pada hukum sebab akibat yang bisa
menurut perjalanan akal kita. Jiwa mereka murni, akal mereka sehat dan
kata mereka benar.
Yakin akan semua peran dan fungsi nabi serta mengikuti ajaran,
perintah dan seruannya; itulah makna sesungguhnya dari beriman kepada
Nabi dan Rasul Allah.
Perbedaan Nabi dan Rasul
Para nabi dan rasul, mereka
adalah manusia biasa. Artinya,
mereka memiliki semua karakteristik yang dimiliki oleh seorang manusia.
Allah membimbing Nabi Muhammad untuk menegaskan bahwa dirinya
adalah manusia biasa, “Qul innama ana basyarun mitslukum.” (Qs.Al-
2
Sayid Sabiq, Aqidah Islam (C.V Diponegoro, Bandung, 1978) hal. 276-278.
Iman Kepada Ghaib | 4
Kahfi:110). Seperti manusia-manusia lainnya, mereka juga makan, tidur,
berjalan, berusaha menafkahi hidupnya dengan bekerja, berjalan di pasar
(berniaga), berketurunan dan akhirnya mati. Dengan demikian, dalam sisi
kemanusiaannya tidak ada perbedaan antara nabi, rasul dengan kita
selaku manusia juga.
Sejarah kemanusiaan sejak zaman purbakala penuh nama orang
besar-besar,
mempunyai
keistimewaan,
keberanian,
kepahlawanan.
Kebesaran adalah puncak-puncak yang dapat dicapai oleh beberapa
manusia di segala zaman dan waktu, yaitu orang yang nilainya lebih
daripada beribu bahkan bermyelin orang. Kebesaran itu bertingkat juga,
berlebih dan berkurang. Ada orang yang lebih kebesarannya dalam satu
hal dan kurang dalam hal lain. Laksana bintang di langit juga. Kebesaran
mereka adalah perluasan dari satu segi jiwa manusia dan perluasan
kesanggupan, sehingga kelihatan kuatnya disatu segi dan lemahnya di
segi yang lain.
Adapun pada nabi, kebesaran para nabi adalah dari seluruh segi.
Sempurna dan berkembang dari segi akal, perasaan, kemauan dan
jasmani. Bersih daripada perangai-perangai, rendah berurat berakar
keutamaan yang ada pada pribadinya. Nabi-nabi dan rasul-rasul memang
orang-orang besar. Meskipun demikian, sebagaimana diantara sesama
manusia memiliki perbedaan, tentu demikian pula antara nabi dan rasul,
juga memiliki perbedaan. Silahkan perhatikan tabel di bawah ini.
Perbedaan Nabi dan Rasul
RASUL
NABI
Rasul pasti Nabi
Nabi belum tentu rasul
Membawa syari’at
Tidak membawa syari’at
Selamat dari usaha
pembunuhan manusia
Diutus kepada kaum kafir
Terdapat Nabi yang dibunuh oleh
kaumnya
Diutus kepada umat yang telah beriman
Diutus untuk seluruh manusia
Diutus untuk kaumnya saja
Iman Kepada Ghaib | 5
KARAKTER NABI DAN RASUL
Dalam Kamus Poerwadarminta dikatakan, karakter diartikan
sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Nama lain dari jumlah seluruh
ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku kebiasaan, kesukaan,
ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan polapola pemikiran3. Hornby & Parnwell, mengatakan, karakter adalah kualitas
mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Hermawan
Kertajaya mendefinisikan, karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki suatu
individu. Ciri khas itu adalah sesuatu yang “asli” dan mengakar pada
kepribadian
individu
tersebut
dan
merupakan
mesin
pendorong
bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar dan merespon
sesuatu.4 Berdasarkan beberapa pengertian ini, maka dapat dikatakan
bahwa karakter adalah sebuah ekspresi jiwa yang tumbuh dan memancar
secara alamiah guna merespon segala sesuatu di dalam dan di luar
lingkungan sosialnya dengan kekuatan kualitas moralitas dan nilai-nilai
yang mengakar dalam diri seseorang itu. Ekspresi kejiwaan yang
mengakar
dalam
diri
seseorang
itulah
yang
menjelma
menjadi
kepribadian. Maka setiap kepribadian memiliki karakteristiknya sendiri
sesuai dengan kekuatan dan kualitas moral serta nilai-nilai yang dianut
seseorang, yang hampir tetap berada dalam diri orang tersebut.
Status sebagai nabi dan rasul tidak bisa diusahakan oleh siapapun.
Jika seseorang menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah dan
meninggalkan segala macam kesenangan dunia dengan harapan mudahmudahan diangkat menjadi Nabi, tentu harapannya itu akan sia-sia
belaka. Sebab status itu hanyalah semata-mata pemberian Allah SWT.
Allah lah yang memilih dan menentukan siapa yang akan diangkat-Nya
menjadi Nabi saja atau menjadi Nabi dan rasul sekaligus.
3
Abdul Majid, S.Ag, M.Pd; Dian Andayani, S.Pd, M.Pd, Pendidikan Karakter Perspektif
Islam, Cet. Ketiga, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 11
4
Ibid
Iman Kepada Ghaib | 6
Lalu, bagaimanakah karakter nabi dan Rasul itu? Patut kita akini
bahwa sebelum mengangkat seseorang menjadi Nabi, Allah SWT sudah
menyiapkan dan memelihara kepribadian orang tersebut, sehingga orang
yang diangkat menjadi nabi memiliki kepribadian yang sempurna; memiliki
jiwa yang utuh, nalar yang kuat, dan akhlak yang mulia. Begitu juga dari
segi garis keturunan yang baik dan mulia. Sendi ilmu nabi-nabi ialah
wahyu. Nabi-nabi adalah orang-orang pilihan dari keturunan Adam.
Mustafa artinya orang yang telah dipilih. Dipilih sejak dari dalam
kandungan ibu dan mereka telah mendapat penjagaan, serta setelah lahir
ke dunia mereka pula mendapat bimbingan.
Prasyarat kepribadian, keturunan dan kebutuhan masyarakat di
atas oleh Abu Bakar Al-Jazairy diistilahkan dengan “Mualahat An
Nubuwwah”, yang intinya ada tiga hal sebagai berikut:
1. Al-Mitsaliyah (keteladanan). Artinya seseorang yang akan diangkat
menjadi Nabi haruslah memiliki kemanusiaan yang sempurna; baik
fisik, akal pikiran maupun rohani. Atau dengan kata lain dia haruslah
merupakan pribadi yang mulia dan terpuji. Selalu menjadi anutan dan
contoh teladan. Bebas dari segala sifat dan tingkah laku yang tidak
baik. Oleh sebab itu kehidupan seorang calon Nabi akan selalu
dipelihara dan dijaga oleh Allah SWT sejak dari kecil.
2. Syaraf an-Nasab (keturunan yang mulia). Artinya seseorang yang
akan diangkat menjadi Nabi haruslah berasal dari keturunan yang
mulia. Mulia dalam pengertian umum yaitu terjauh dari segala bentuk
kerendahatian budi dan hal-hal lain yang akan menjatuhkan martabat
dan nilai-nilai kemanusiannya. Dia haruslah orang yang terpandang
dan dihormati kaumnya.
3. ‘Amil az-Zaman (dibutuhkan zaman). Artinya kehadirannya memang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan
rohani,memperbaiki
segala
kerusakan
masyarakat,
dan
mengembalikan umat isla, kepada kehidupan yang sesuai dengan
fitrah penciptaannya. (Al-Jazairy, 1978, hal. 259-260)
Iman Kepada Ghaib | 7
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa point
yang dianggap sebagai karakteristik khusus para nabi::
Mu’jizat
Setiap rasul yang diangkat oleh Tuhan diberi anugerah kemampuan
luar biasa dengan mana ia bisa melakukan tindakan-tindakan tertentu
yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa. Tindakan-tindakan tersebut
menunjukkan bahwa rasul tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang
dianugerahkan Tuhan, dan ini merupakan bukti kebenaran kerasulan dan
firman Tuhan (yang mereka sampaikan). Perbuatan-perbuatan luar biasa
yang dikerjakan oleh para rasul dengan izin tuhan untuk menunjukkan
kebenaran kerasulan mereka itu, oleh Al-Quran dinamakan ayat atau
tanda kenabian. Teolog-teolog islam menamakannya mu’jizat (harfiah:
yang
membuat
lemah)
sebab
ia
mengungkapkan
kelemahanan
kemampuan manusia biasa.
Quran suci menuturkan bahwa, apabila masyarakat yang mencari
kebenaran menuntut sebuah mu’jizat dari seorang nabi zamannya, maka
tuntutan mereka itu akan dipenuhi, sebab tuntutan mereka itu wajar dan
logis, karena tanpa adanya mu’jizat itu mereka tak mungkin akan bisa
mengetahui kebenaran kerasulan nabi yang bersangkutan. Tetapi jika
tuntutan
tersebut
diajukan
dengan
alasan
bukan
karena
ingin
membuktikan kebenaran, misalnya jika tuntutan tersebut diajukan sebagai
suatu tawar-menawar, maka nabi tersebut akan menolak. Quran suci
menyebutkan banyak mu’jizat nabi-nabi sejak dari menghidupkan orang
mati dan menyembuhkan penyakit penyakit yang tak tersembuhkan oleh
manusia biasa, hingga berbicara ketika masih dalam buaian, mengubah
tongkat menjadi ular, dan membeberkan kejadian yang tak diketahui atau
yang akan terjadi di masa mendatang.
Ishmah (Ma’sum)
Karakteristik nabi-nabi yang lain adalah bahwa mereka itu terjaga
dari perbuatan dosa dan kekeliruan. Para nabi tidak dipengaruhi oleh
nafsu-nafsu badan tidak pernah berbuat dosa ataupun kekeliruan dalam
Iman Kepada Ghaib | 8
tindakan-tindakan mereka. Keterjagaan mereka dari dosa dan kekeliruan
memberikan kepada mereka kredibilitas yang maksimum.
Berikut
penjelasannya.
Apakah adanya karakteristik ini disebabkan karena adanya
kekuatan gaib yang - bagaikan kekuatan seorang ayah yang melindungi
anaknya - mencegah mereka melakukan dosa atau kekeliruan manakala
mereka telah berada di tepi jurang dosa atau kekeliruan? Ataukah
karakteristik ini disebabkan karena para nabi itu memiliki sifat dan
mentalitas khusus yang membuat mereka tidak mungkin melakukan dosa
dan kekeliruan, seperti halnya para malaikat yang tidak pernah melakukan
zina karena mereka tidak mempunyai nafsu seksual? Ataukah hal ini
disebabkan dan karena para nabi itu seperti komputer yang tidak pernah
melakukan kekeliruan karena memang tidak mempunyai akal? Ataukah itu
disebabkan karena pemahaman dan kedalaman iman mereka? Tak pelak
lagi, yang terakhir inilah yang benar.
Hal ini dikarenakan dua hal yakni nabi senantiasa keterjagaan dari
dosa dan keterjagaan dari kekeliruan.
Keterjagaan dari Dosa. Manusia adalah makhluk merdeka yang
memilih tindakan-tindakannya sesuai dengan kemampuannya untuk
membedakan manfaat dan kerugian sesuatu tindakan. Itulah sebabnya
kemampuan pembeda, memainkan peranan penting dalam memilih
tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh seseorang. Orang tidak
mungkin memilih suatu tindakan yang dipandangnya tidak berguna atau
bahkan
merugikan.
Sebagai
contoh,
seorang
yang
bijak,
yang
mementingkan hidup, tidak akan dengan sengaja melemparkan dirinya
dari puncak gunung atau meminum racun.
Umat manusia berbeda dalam hal keimanan dan kesadaran
mereka akan akibat dosa. Semakin kuat iman dan kesadaran mereka
akan akibat dosa, semakin kurang kemungkinan mereka memperbuat
dosa. Jika derajat keimanan telah mencapai tingkat intuitif dan pandangan
batin,
sehingga
manusia
yang
bersangkutan
mampu
menghayati
persamaan antara melakukan dosa dengan melemparkan diri dari puncak
Iman Kepada Ghaib | 9
gunung atau meminum racun, maka kemungkinan untuk melakukan dosa
pada diri manusia yang bersangkutan akan menjadi nol. Artinya, dia akan
menghindari dosa. Kondisi kesadaran seperti itu disebut “keterjagaan atau
terbebas dari dosa” yang dihasilkan oleh iman yang sempurna dan
intensitas dalam menjaga diri dari dosa atau kejahatan.
Keterjagaan dari dosa tidak bisa dicapai atau terwujud dengan jalan
paksaan oleh kekuatan dari luar atau karena adanya ketidakmampuan
atau ketidakberdayaan. Jika seseorang tidak bisa melakukan dosa, atau
jika suatu kekuatan pemaksa selalu menghalanginya dari melakukan
dosa, maka kondisi ketidakbisaannya melakukan dosa itu, tidak dapat
dipandang sebagai suatu kebajikan, sebab orang tersebut adalah seperti
seorang narapidana yang tidak mampu melakukan kejahatan karena
terkurung oleh tembok penjara. Keterbebasan dari dosa dalam situasi dan
kondisi seperti itu tidak dapat dipandang sebagai cerminan kebaikan dan
kejujurannya.
Keterjagaan
dari
kekeliruan
Karakteristik
ini
muncul
dari
kebijaksanaan khusus yang dimiliki para nabi. Kekeliruan terjadi karena
manusia berhubungan dengan realitas melalui indra internal ataupun
eksternalnya. Dia menciptakan gambaran-gambaran mental dalam
pikirannya, yang kemudian dianalisisnya, digabungkannya dan diubahnya
dengan bantuan nalarnya. Kadang-kadang suatu kekeliruan terjadi ketika
seseorang mengatur dan menggunakan gambaran-gambaran tersebut
untuk memahami realitas eksternal. Tetapi manakala manusia dihadapkan
langsung dengan realitas objektif oleh suatu indra khusus, yakni jika
pemahaman akan realitas tersebut sama dengan hubungan yang
langsung dengannya tanpa perlu menggunakan gambaran-gambaran
mental, maka tidak akan ada kemungkinan untuk melakukan kekeliruan.
Para nabi dihubungkan dengan realitas wujud dari dalam diri
mereka sendiri. Mereka tidak mungkin melakukan kekeliruan karena
mereka dalam konteks realitas. Sebagai contoh, jika kita menghitung 100
biji manik-manik dan melakukan penghitungan itu 100 kali lagi (jadi
penghitungan dilakukan 101 x, pent), ingatan kita mungkin akan
Iman Kepada Ghaib | 10
melakukan kekeliruan dan kita ragu bahwa kita telah melakukan
penghitungan 101 kali, atau baru 99 kali. Namun realitas penghitungan itu
sendiri tidak akan berubah dan jumlah biji manik-manik yang telah kita
hitung itu tidak akan menjadi lebih banyak ataupun lebih sedikit, meskipun
penghitungan
telah
diulang
seratus
kali.
Manusia-manusia
yang,
dikarenakan kesadaran mereka, berada dalam konteks alur realitas dan
juga dihubungkan dengan asal-muasal wujud, adalah bebas dari
kekeliruan apapun.
Perbedaan antara Nabi dengan Manusia jenius
Keterangan di atas memungkinkan kita membedakan antara nabinabi dengan manusia jenius. Jenius adalah orang yang memiliki
kemampuan berpikir, daya menalar dan menganalisis yang tinggi. Melalui
panca indra, mereka melakukan kontak dengan benda-benda. Dengan
bantuan kemampuan analisisnya, mereka merumuskan teori teori dan
membuat kesimpulan kesimpulan. Akan tetapi, mereka kadang-kadang
melakukan kekeliruan.
Disamping memiliki kecerdasan dan kemampuan menalar, para
nabi di anugrahi kemampuan lain yang disebut wahyu. Karena manusia
jenius tidak memiliki kemampuan ini, maka tak mungkin membandingkan
kedua kelompok manusia ini. Kita bisa membuat perbandingan jika dua
kelompok yang kita bandingkan termasuk dalam kategori yang sama.
Sebagai contoh, kita bisa membandingkan kekuatan indra penglihatan,
pendengaran atau kemampuan daya nalar dari 2 orang. Tetapi kita tak
bisa membandingkan kekuatan penglihatan seseorang dengan kekuatan
pendengaran seseorang yang lain untuk menentukan mana yang lebih
kuat.
Kejeniusan
seseorang
berhubungan
dengan
kemampuan
berpikirnya, tetapi kemampuan khusus para nabi bersumber dari wahyu,
hubungan mereka dengan asal-muasal wujud. Jadi kedua kelompok ini
tidak bisa dibandingkan.
Iman Kepada Ghaib | 11
Kepemimpinan
Meskipun
kenabian
bermula
dengan
kesadaran
rohani,
memperoleh kedekatan dengan dzat-Nya, dan memutuskan hubungan
dengan orang banyak dan cara cara hidup mereka, yang mengharuskan
alienasi dari dunia luar dan memberikan perhatian kepada dunia dalam
namun pada akhirnya misi kenabian berujung pada langkah kembali
kepada masyarakat dan dunia luar untuk mengorganisasi dan memimpin
kehidupan masyarakat pada jalan yang benar. Kata bahasa Arab nabiy
berarti utusan (messenger) atau pembawa berita (prophet). Kata Arab
rasul berarti duta (envoy). Nabi menyampaikan pesan Tuhan kepada
manusia, membangkitkan dan mengorganisasikan kekuatan mereka,
menyeru mereka kepada Tuhan dan kehendak-Nya, yang berarti
kedamaian, pembaharuan, kemerdekaan dari segala sesuatu selain
Tuhan, kebenaran, kejujuran, kasih sayang, keadilan dan kebajikankebajikan lain. Dia datang untuk memutuskan belenggu yang mengikat
manusia pada nafsu-nafsu badani, berhala-berhala dan tuhan-tuhan
palsu.
Iqbal lahouri menjelaskan perbedaan antara nabi dan seorang
pencari tuhan (gnostic) yang tidak mempunyai misi kenabian dan yang
disebut oleh Iqbal: mistikus (mystics). Mistikus tidak ingin kembali dari
ketenangan pengalaman “bersatu” dengan Tuhan. Kalaupun dia kembali,
seperti yang seharusnya, maka kekembaliannya itu tidak berarti banyak
bagi umat manusia pada umumnya. Sebaliknya, kembalinya seorang nabi
dari pengalaman seperti itu, bersifat kreatif. Dia kembali untuk terjun
dalam arus waktu dengan niat untuk mengendalikan kekuatan-kekuatan
sejarah dan menciptakan dunia baru yang ideal. Bagi sang mistikus,
ketenangan “bersatu” dengan Tuhan adalah tujuan; bagi Nabi, ia
merupakan pembangkitan kekuatan-kekuatan yang dipersiapkn untuk
mengubah sepenuhnya dunia manusia.
Konsekuensinya,
menggerakkan
memimpin
kekuatan-kekuatan
manusia,
manusia
mengelola
(masyarakat)
ke
dan
arah
Iman Kepada Ghaib | 12
Kehendak Tuhan dan demi kebaikan umat manusia, adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari kenabian.
Ketulusan Niat
Para nabi,, karena mereka memperoleh dukungan Ilahi, secara ekstrem
bersifat dedikatif dalam misi mereka. Mereka tidak mempunyai niat atau tujuan
lain daripada membimbing masyarakat, yang merupakan kehendak Tuhan.
Mereka tidak meminta imbalan jasa untuk apa yang mereka kerjakan. Mereka
tidak pernah lupa bahwa tuhan telah memberikan kepada mereka amanat misi
kenabian, dan bahwa mereka sedang melaksanakan kerja-Nya.
Ucapan-ucapan banyak nabi kepada kaumnya diringkas dalam
Quran suci. Tentu saja, masing-masing nabi membawa pesan khusus
untuk kaumnya karena adanya hal-hal yang merintangi jalannya, tetapi
salah satu topik yang selalu diulang-ulang dalam pesan setiap nabi adalah
“Aku tidak meminta imbalan jasa dari kamu” (Qs asy syu'ara/ 26: 127).
Karena dedikasi yang demikian itu, yang merupakan salah satu
karakteristik nabi-nabi, maka pesan-pesan mereka selalu bersifat
keputusan akhir yang tak bisa ditawar lagi.
Karena nabi-nabi tersebut merasa bahwa mereka ditunjuk oleh
tuhan atau diangkat menjadi nabi oleh nya, dan mereka tidak merasa
ragu-ragu akan misi mereka, perlunya misi tersebut dan keberhasilannya,
maka mereka menyampaikan dan mempertahankan misi mereka itu
dengan tekad final sedemikian rupa yang tak ada bandingannya dalam
sejarah perjuangan manusia.
Musa,
putra
imran,
dengan
saudaranya
harun,
dengan
mengenakan pakaian kulit binatang dan membawa tongkat kayu, pergi
menemui firaun. Cuma itu senjata lahir yang mereka. Mereka mengajak
firaun untuk menerima seruan agama mereka, dan mengatakan dengan
tegas tanpa bisa ditawar lagi bahwa jika dia tak mau menerima ajakan
tersebut, kekuasaannya pasti akan runtuh. Tetapi jika dia mau menerima
ajakan tersebut dan memasuki jalan yang mereka tunjukkan, maka
kekuasaan dan kehormatannya akan dijamin. Firaun berkata dengan
heran: “Lihatlah kedua orang ini, yang berbicara tentang jaminan
Iman Kepada Ghaib | 13
kehormatanku dengan syarat aku mau mengikuti mereka, atau kalau tidak,
mereka akan menghancurkan kekuasaanku.”
Pada tahun-tahun awal missi kenabiannya, ketika jumlah orangorang muslim masih bisa dihitung dengan jari, Nabi Muhammad SAW
mengumpulkan pemimpin-pemimpin bani hasyim dalam suatu pertemuan
yang dicatat dalam sejarah sebagai Hari Peringatan (yaum al-indzar). Dia
menyampaikan misinya kepada mereka dan memberitahukan dengan
tegas dan terus terang bahwa agama yang dibawanya akan mencakup
seluruh dunia, dan bahwa kebahagiaan mereka terletak pada penerimaan
mereka atas ajakannya. Kata-kata yang disampaikannya itu demikian
serius dan sukar dipercaya sehingga mereka berpandangan satu sama
lain dengan tercengang. Mereka tidak memberikan komentar apapun dan
bubar.
ketika Abu Thalib, paman nabi, menyampaikan permintaan orangorang Quraisy kepadanya, yang mengatakan bahwa jika ia bersedia
berhenti
menyampaikan
pesan-pesannya,
mereka
bersedia
mengangkatnya sebagai raja, menyerahkan putri mereka yang paling
cantik untuk menjadi istrinya, dan menjadikannya orang yang terkaya di
antara suku mereka, dia menjawab: ”Demi Allah aku bersumpah meskipun
mereka meletakkan matahari di telapak tangan kananku dan bulan
ditangan kiriku, aku tidak akan menghentikan misiku.” Demikianlah
karakteristik nabi-nabi yang memperoleh wahyu dan hubungan hubungan
dengan
Tuhan,
ketulusan,
dan
ketegasan,
adalah
karakteristik
karakteristik mereka yang lain.
Konstruktivitas
Para
nabi
memberikan
energi
kepada
kekuatan-kekuatan
masyarakat dan mengorientasikan mereka agar melatih individu-individu
dan membimbingnya, dan membangun masyarakat manusia. Dengan kata
lain, nabi-nabi itu membimbing mereka menuju kesejahteraan umat
manusia. Seorang nabi tidak mungkin bekerja untuk menghancurkan
Iman Kepada Ghaib | 14
individu-individu ataupun merusak masyarakat. Jika hasil dari klaim
kenabiannya adalah keruntuhan manusia dan lumpuhnya kemampuankemampuannya, atau meluasnya ketidak senonoh han dan pelacuran,
maka jelas bahwa nabi tersebut adalah palsu dan munafik. Iqbal lahuri
mengemukakan pernyataan yang berharga mengenai hal ini: karenanya,
cara lain untuk menilai pengalaman keagamaan seorang nabi kebenaran
misinya maupun realitas hubungan batinnya dengan tuhan adalah dengan
melihat macam-macam harakat yang diciptakannya dan dunia budaya
yang tumbuh dari semangat pesannya.”
Konflik dan Perjuangan
Tanda lain dari ketulusan seorang nabi dalam kainnya adalah
bahwa
ia
berjuang
menentang
polytheisme
takhyul,
kebodohan,
kepalsuan, penindasan, kekejaman dan ketidakadilan. Seorang nabi sejati
tak mungkin membawa risalah yang berbau polytheisme, membantu
seorang penindas, mengukuhkan kekejaman dan ketidakadilan, berdiam
diri dan tak memerangi polytheisme, kebodohan, tahayul dan kekejaman.
Monoteisme (Tauhid), kebijaksanaan, dan keadilan, adalah prinsipprinsip dakwah setiap nabi. Hanya ajakan mereka yang mengikuti jalan
inilah yang layak dipertimbangkan dan dipertanyakan. Artinya, ajarkan
seorang
individu
tidaklah
mempunyai
nilai
jika
ajakan
tersebut
mengandung sesuatu yang bertentangan dengan monoteisme dan
keadilan
dan
dengan
kenyataan
kenyataan
yang
telah
diterima
kebenarannya, atau menguatkan kekejaman. Jadi, jika seseorang yang
mengaku sebagai nabi membuat kekeliruan atau memperbuat dosa, atau
tak
punya
kemampuan
untuk
memimpin
manusia,
meskipun
ketidakmampuan tersebut bersumber dari cacat fisik atau penyakit yang
menjijikan seperti lepra, atau jika misinya tidak berada pada jalan
konstruktivis manusia, maka risalah yang dibawanya tak berharga untuk
dimintai bukti dan mukjizat. Jadi kebijaksanaan tidak mengijinkan orang
untuk mengikuti orang seperti itu, meskipun dia menyuguhkan banyak
mukjizat.
Iman Kepada Ghaib | 15
Aspek Manusiawi
Meskipun nabi-nabi memiliki karakteristik-karakteristik kemampuan
untuk mengukuhkan mukjizat ketidak bercacatan, terbebas dari dosa dan
kekeliruan, kepemimpinan dan konstruktifitas yang tidak terbanding.
perjuangan yang tak tertandingi dalam menentang polytheisme, takhyul
dan piranti dan namun mereka adalah manusia biasa. Artinya, mereka
memiliki semua karakteristik yang dimiliki oleh seorang manusia. Seperti
manusia
manusia
lainnya,
mereka
juga
makan,
tidur,
berjalan,
berketurunan dan akhirnya mati.
Mereka mempunyai semua kebutuhan seorang manusia. Nabi-nabi
itu, seperti manusia manusia lain, dituntut dan terikat untuk mengerjakan
kewajiban an yang mereka perintahkan kepada orang banyak. Laranganlarangan dan hal-hal yang dibolehkan juga berlaku bagi mereka bahkan
kadang-kadang mereka dituntut untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban
yang
lebih
berat.
Sebagai
contoh
nabi
islam
diwajibkan
untuk
mengerjakan salat sunat (nafilah) malam dan berdzikir.
Nabi-nabi
tidak
pernah
mengecualikan
diri
dari
kewajiban-
kewajiban agama. Seperti halnya pengikut-pengikut mereka, bahkan lebih
dari itu, mereka juga takut kepada tuhan, menyembah kepadanya,
berpuasa, dan berjuang dijalan tuhan, membayar zakat, berjuang untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya
dan
orang-orang
yang
menjadi
tanggungannya, dan tidak hidup menggantungkan diri pada orang lain.
Perbedaan antara nabi-nabi dengan manusia manusia biasa
terletak pada wahyu dan tuntutan-tuntutan nya. Wahyu tidak memutuskan
hubungan para nabi dengan masyarakat, tetapi menjadikan mereka
teladan manusia sempurna bagi orang lain. Karena itu, nabi-nabi selalu
menjadi perintis dan pemimpin.
Nabi-nabi yang Membawa Hukum Ilahi
Nabi-nabi umumnya terbagi dalam dua kelompok. Kelompok
pertama, yang merupakan minoritas, diberi wahyu oleh tuhan untuk
memimpin manusia dengan menggunakan hukum-hukum tersebut diatas.
Iman Kepada Ghaib | 16
Nabi-nabi ini menurut Al-Quran disebut “nabi-nabi utama” (ulul azmi)
jumlah mereka yang tidak diketahui karena Al-Quran menyatakan bahwa
hanya sebagian dari mereka yang ceritanya dituturkan. Jika Al-Quran
menuturkan kisah dari semua nabi-nabi tersebut, atau jika paling tidak ia
menyatakan bahwa semua nabi yang penting disebutkan namanya dalam
Al-Quran, mungkinlah bagi kita untuk mengetahui jumlah nabi-nabi utama
itu.
Apa yang kita ketahui adalah bahwa Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan
nabi terakhir Muhammad saw, adalah nabi-nabi utama dan nabi-nabi yang
membawa hukum ilahi (syariat). Nabi-nabi ini diberi wahyu oleh tuhan agar
menyampaikan serangkaian aturan-aturan dan perintah-perintah kepada
umat manusia dan mendidik mereka sesuai dengan aturan-aturan
tersebut.
Kelompok kedua adalah nabi-nabi yang tidak membawa hukum
ilahi atau perintah-perintah keagamaan apapun, tetapi diperintahkan untuk
menyebarkan dan menyiarkan hukum-hukum yang sudah ada ( yakni,
yang dibawa oleh nabi-nabi utama,pent). Mayoritas nabi-nabi seperti nabi
Hud, Sholeh, Zakaria dan Yahya termasuk dalam kelompok ini.
PERAN NABI-NABI DALAM SEJARAH
Apakah nabi-nabi telah memainkan peran yang positif ataukah
negatif dalam alur sejarah, ataukah mereka tidak memainkan peran sama
sekali? Tak seorangpun, termasuk mereka yang menentang agama, yang
dapat mengingkari kenyataan bahwa nabi-nabi telah memainkan peran
yang penting dan berpengaruh dalam sejarah.
Pada masa lalu, nabi-nabi merupakan manifestasi kekuatan
nasional yang besar. Kekuatan kekuatan nasional, berlawanan dengan
kekuatan-kekuatan yang bersumber dari kekayaan dan kekuasaan,
terbatas pada kekuatan-kekuatan yang yang akar pada persamaan
Iman Kepada Ghaib | 17
keturunan darah dan kecenderungan-kecenderungan kesukuan yang
menganggap ketua-ketua suku dan pemimpin-pemimpin nasional alwaqiah
wakil
kepercayaan
mereka.
dan
Kekuatan
lain
berasal
dari
kecenderungan-kecenderungan
kepercayaanagama
yang
menganggap nabi-nabi sebagai wakil wakil mereka. Tidak ada keraguan
lagi bahwa nabi-nabi, dengan bantuan dan dukungan agama, telah
memegang
kekuasaan
yang
besar.
Yang
dipertanyakan
adalah
penggunaan kekuasaan tersebut, yang mengenai hal ini ini beberapa
pendapat telah dilontarkan.
Satu kelompok, dengan menggunakan premis yang sederhana,
dalam
tulisan-tulisan
memainkan
peran
mereka
negatif.
menyatakan
Yakni,
bahwa
pandangan
nabi-nabi
nabi-nabi
telah
tersebut
selamanya telah bersifat spritual semata-mata dan non duniawi. Inti ajaran
ajaran para nabi adalah ah menjauhi dunia, mencurahkan perhatian pada
akhirat, berpaling pada kehidupan batin, melepaskan kehidupan lahiriyah,
cenderung kepada subjektivitas dan meninggalkan objektivitas. Kekuatan
agama, dengan nabi-nabi sebagai manifestasinya, selamanya telah
digunakan
untuk
melemahkan
semangat
hidup
manusia
dan
perkembangan manusia. Jadi, peran nabi-nabi tersebut dalam sejarah
selamanya telah bersifat negatif. Pandangan mengenai peran para nabi
yang seperti ini biasanya dilontarkan oleh mereka yang berpretensi
sebagai kaum intelektual.
Kelompok ini menggambarkan peran nabi-nabi dalam gambaran
yang negatif. Namun berlawanan dengan kelompok pertama, mereka
yakin
bahwa
wa-nya
nabi-nabi
mempunyai
kecenderungan-
kecenderungan duniawi, dan bahwa kecenderungan spritual mereka
hanyalah suatu selubung untuk menutupi kecenderungan duniawi mereka.
Mereka mengklaim bahwa wa ke duniawi an nabi-nabi ini selalu mencoba
mempertahankan status quo bagi kepentingan kelas penguasa dan
menindas kepentingan kaum tertindas, dan bahwa keduniawian tersebut
selamanya telah memerangi evolusi gradual masyarakat. Mereka
mengklaim bahwa sejarah, sepertihalnya fenomena-fenomena yang lain
mempunyai gerakan dialektis yaitu suatu gerakan yang ditimbulkan oleh
konflik-konflik internal.
Iman Kepada Ghaib | 18
Segera sesudah pemilikan terwujud di dunia, masyarakat terbagi
dalam dua kelas yang bermusuhan. Kelas yang satu adalah ah kelas
penguasa yang memeras, dan yang lain adalah kelas yang terampas dan
terperas. Kelas yang berkuasa selalu mendukung dan menjaga status quo
demi untuk mempertahankan hak-hak istimewa mereka. Meskipun alatalat
produksi
telah
ditingkatkan
dan
diperbaiki,
kelas
penguasa
menginginkan masyarakat tetap seperti apa adanya, tidak berubah.
Dengan adanya peningkatan alat-alat produksi, kelas yang terampas hakhaknya itu itu ingin menjungkirbalikkan status quo dan menggantinya
dengan susunan masyarakat yang lebih lengkap. Kelas yang berkuasa
memainkan
perannya
dalam
3
bentuk
yang
berbeda:
agama,
pemerintahan dan kekayaan. Dengan kata lain, peran tersebut selamanya
telah merupakan faktor dalam penipuan, faktor dalam penumpukan
kekayaan, dan faktor dalam penindasan.
Peran nabi-nabi adalah untuk menipu masyarakat demi keuntungan
kelas penindas dan pemeras. Kepedulian nabi-nabi terhadap akhirat
tidaklah ril, tapi hanya muslihat untuk menutupi keduniawian mereka demi
untuk menguasai kesadaran kelas masyarakat yang terampas hak-haknya
dan revolusioner. Jadi peran nabi-nabi dalam sejarah selamanya adalah
peran yang negatif karena peran tersebut adalah menunjang kelas
konservatif untuk memelihara situasi apa adanya demi untuk kepentingan
para pemilik kekayaan dan kekuasaan.
Inilah penjelasan Marx mengenai sejarah. Dari sudut pandang
marxisme ketiga faktor, yaitu agama, pemerintahan dan kekayaan, yang
menyertai prinsip pemilikan, telah menindas masyarakyat sepanjang
sejarah.
Beberapa pemikir menafsirkan sejarah dengan cara yang berbeda
ada dan bertentangan dengan pandangan di atas, meskipun mereka juga
meyakini bahwa peran agama dan wakil-wakilnya, yaitu nabi-nabi adalah
negatif. Mereka menyatakan bahwa hukum evolusi alam dan sejarah
didasarkan pada memperkuat yang kuat kandan memperlemah yang
lemah. Pihak yang kuat merupakan faktor penunjang kemajuan dalam
sejarah, dan pihak yang lemah selamanya dan selalu merupakan faktor
Iman Kepada Ghaib | 19
kemunduran. Agama merupakan barang ciptaan Agama merupakan
barang ciptaan kaum yang lemah, yang dimaksudkan untuk menjadi rem
bagi kemajuan pihak yang kuat.
Para
nabi
menciptakan
konsep-konsep
seperti
keadilan,
kemerdekaan, kejujuran, persamaan, kebaikan, kasih sayang dan tolongmenolong. Konsep-konsep ini, dengan kata lain, yang merupakan bagian
dari
“moralitas
budak”,
adalah
dimaksudkan
untuk
memberikan
keuntungan bagi kelas masyarakat yang rusak dan anti evolusi, dan
menimbulkan kerugian bagi kelas yang kuat dan progresif, yang
merupakan penunjang evolusi. Faktor-faktor kemajuan dan pengaruh
terhadap kesadaran pihak yang kuat menghalangi pemusnahan dan
pelenyapan pihak yang lemah dan koma sebagai hasilnya, ras manusia
terus menjadi lebih baik dan manusia-manusia unggul diciptakan. Jadi,
peran agama dan nabi-nabi merupakan peran yang negatif karena
dukungannya kepada “moralitas budak” dan menentang “moralitas
bangsawan” yang merupakan faktor dalam kemajuan masyarakat dan
sejarah. Filosof Jerman yang materialis, Nietzsche, adalah penyokong
tesis ini.
Disamping tiga kelompok tersebut di atas, kelompok-kelompok lain,
termasuk yang mengingkari agama, meyakini bahwa peran nabi-nabi di
masa lampau merupakan peran yang positif, bermanfaat dan searah
dengan perkembangan sejarah.
Kelompok-kelompok ini, di satu pihak telah memberikan perhatian
kepada konteks moral dan sosial dari ajaran para nabi dan di lain pihak
mereka juga memperhatikan kenyataan kenyataan objektif sejarah, dan
menyimpulkan bahwa nabi-nabi telah memainkan peran yang paling
mendasar dalam perkembangan dan pembaharuan masyarakat.
Peradaban manusia mempunyai dua aspek: material dan spiritual.
Aspek material peradaban berkaitan dengan sisi teknologi dan industrinya
yang telah berkembang sedikit demi sedikit hingga sekarang. Aspek
spiritual peradaban berkaitan dengan hubungan antar manusia di
masyarakat. Aspek ini berhutang budi pada ada aja ran nabi-nabi. Karena
Iman Kepada Ghaib | 20
adanya aspek ini, sisi material peradaban manusia bisa maju. Jadi para
nabi memainkan peran langsung dalam penyempurnaan gradual aspek
spiritual peradaban dan peran tak langsung dalam sisi materialnya.
Menurut pandangan mereka (kelompok ke-4) ini, tak ada keraguan
lagi mengenai peran positif dari ajaran para nabi di masa lampau, tetapi
sebagian dari mereka memandang peran positif ini terbatas di masa
lampau saja dan meyakini bahwa massa bagi ajaran-ajaran tersebut telah
berakhir. Mereka menyatakan bahwa dengan berkembangnya sains,
ajaran agama adalah kehilangan perannya dan akan semakin kehilangan
perannya di masa yang akan datang. Namun sebagian dari mereka juga
menyatakan
kan
bahwa
iman
dan
ideologi
keagamaan
telah
meninggalkan kesan yang demikian kuat sehingga kemajuan ilmu
pengetahuan tidak akan mampu menggantikannya, sebagaimana halnya
aliran-aliran filsafat juga tidak mampu.
Diantara peran-peran para nabi di masa lampau, beberapa kasus
kadang-kadang ditemukan dimana manusia bebas dari dukungan agama
karena kemajuan yang dicapai dalam kesadaran sosial umat manusia.
Namun peran-peran yang paling mendasar dari agama adalah peranperannya di masa lampau dan di masa yang akan datang.
Kasus-kasus
mengenai
pengaruh
ajaran
para
nabi
dalam
perkembangan sejarah akan diuraikan di bawah ini.
Pendidikan
Dimasa lampau, pendidikan memiliki sifat yang agamis. Sifat ini
merupakan bantuan bagi para guru dan orang tua. Ini adalah salah satu kasus
dimana
perkembangan
kesadaran
sosial
menghilangkan
perlunya
motif
keagamaan.
Mengukuhkan Kesepakan dan Perjanjian
Kehidupan sosial manusia didasarkan pada penghormatan terhadap
perjanjian-perjanjian
dan
kesepakatan-kesepakatan
serta
kesetiaan
Iman Kepada Ghaib | 21
terhadap janji. Penghormatan terhadap persetujuan persetujuan dan janjijanji merupakan salah satu, aspek kemanusiaan dalam peradaban.
Agama selamanya telah memainkan peran ini dan hingga kini belum ada
yang menggantikan peran tersebut. Meskipun ia adalah seorang yang anti
agama, Will Durant dalam bukunya Lecture on History mengAkui
kenyataan bahwa :..... Agama, dengan bantuan nilai-nilai tradisionalnya,
mengubah janji-janji manusia menjadi hubungan-hubungan yang saling
menghormati antara manusia dan Tuhan, yang menghasilkan kekokohan
dan stabilitas.
Agama pada umumnya telah menjadi penunjang kuat bagi nilai-nilai
moral dan kemanusiaan. Nilai-nilai moral tanpa agama adalah laksana
uang tanpa jaminan, yang segera akan kehilangan nilainya.
Kebebasan dan Penindasan Sosial
Peran paling mendasar dari nabi-nabi adalah berjuang menentang
kediktatoran, penindasan, dan memerangi wakil-wakil dari mereka yang
memberontak
terhadap
perintah-perintah
Tuhan.
Al-Quran
telah
memberikan tekanan lebih pada peran ini, karena, pertama, menegakkan
keadilan telah dinyatakan sebagai tujuan misi kenabian.
pertentangan
antara
nabi-nabi
dengan
wakil-wakil
Kedua,
despotisme
berulangkali disitir, dan dalam beberapa ayat Al-Quran dinyatakan secara
khusus bahwa wa kelas despotic selamanya menentang nabi-nabi.
Pernyataan Marx dan pengikut-pengikutnya yang mengatakan
bahwa agama, pemerintahan dan kekayaan adalah 3 wajah dari kelas
penguasa yang menentang kelas tertindas, adalah pernyataan yang
absurd yang dibantah oleh kenyataan kenyataan sejarah yang tak
terbantah. Hanya ada satu jalan untuk menerima justifikasi justifikasi dan
filsafat filsafat sejarah seperti itu yaitu dengan menutup mata dan
mengabaikan kenyataan kenyataan sejarah.
Pernyataan Nietzsche bahkan lebih absurd lagi dari ini dan
sepenuhnya bertentangan dengan pandangan Marx. Nietzsche meyakini
Iman Kepada Ghaib | 22
bahwa hanya kaum yang kuat lah satu-satunya kelas masyarakat yang
maju, dan agama, dengan mendukung kaum yang lemah, telah menjadi
sarana kerusakan dan anti perkembangan. Seolah-olah hanya jika hukum
rimba berkuasa sajalah masyarakat manusia akan bergerak dengan cepat
menuju kesempurnaan.
Dari sudut pandang Marx, satu-satunya penyebab revolusi adalah
kelas masyarakat terampas (deprived class), dan nabi-nabi dinyatakan
dan selamanya telah menentang kelompok masyarakat ini. Marx
mengatakan: “ agama adalah barang ciptaan kelas yang kuat dan kaya.”
Nietzsche mengatakan: “ agama adalah temuan kaum lemah dan
terampas.”
Kesalahan
Marx
yang
pertama
adalah
bahwa
dia
telah
menerangkan sejarah semata-mata atas dasar pertentangan kelas dan
mengabaikan aspek kemanusiaan dalam sejarah. Kesalahannya yang
kedua adalah bahwa dia telah menganggap kelas tertindas sebagai satusatunyanya faktor perkembangan. Kesalahannya yang ketiga adalah
bahwa dia telah memasukkan para nabi dalam kelas penguasa.
Kesalahan Nietzsche adalah bahwa dia telah memandang faktor
kekuatan sebagai faktor perkembangan dalam sejarah. Artinya, manusia
unggul adalah manusia yang paling kuat, dan manusia yang terkuat
adalah satu-satunya penyebab kemajuan dalam sejarah.5
TUJUAN DAN MISI KENABIAN
Dapat dikatakan bahwa tujuan sebenarnya dari misi para nabi
adalah membimbing masyarakat dan memberikan kepada mereka
kebahagiaan, keselamatan kebaikan dan kesejahteraan. Tidak ada
keraguan lagi bahwa nabi-nabi telah ditunjuk untuk membimbing
masyarakat ke arah jalan yang benar, dan memberikan kepada mereka
5
Murtadha Muthahhari, Falsafa Kenabian, (Jakarta: Pustakan Hidayah, 1991), hal. 21-26
Iman Kepada Ghaib | 23
kebahagiaan dan kemerdekaan. Pertanyaannya adalah: kemana tujuan
jalan yang benar tersebut? Dimana kebahagiaan masyarakat terletak
dalam perspektif aliran pemikiran ini? perbudakan macam apa yang ada
dalam
pandangan
aliran
pemikiran
ini,
yang
darinya
ia
ingin
membebaskan umat manusia? Menurut aliran pemikiran ini, di mana letak
kebahagiaan dan keselamatan akhir manusia?
Semua permasalahan ini telah disetir baik secara langsung ataupun
tidak langsung, dalam quran suci, tetapi dua konsep telah secara khusus
ditunjuk sebagai yang sebenarnya dari misi para nabi. Kedua konsep
tersebut adalah (1) pengakuan terhadap Tuhan dan pendekatan diri
kepada-Nya
(2)
menegakkan
keadilan
dan
kesederajatan
dalam
masyarakat manusia. Semua ajaran para nabi merupakan semacam
perkenalkan kepada kedua konsep ini.
Disatu pihak, quran suci mengatakan: “ Wahai nabi, sesungguhnya
Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira
serta pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama
Allah dengan izin-Nya, dan sebagai cahaya yang menerangi” Qs. AlAhzab/33: 45-46). Di antara semua aspek yang disebutkan dalam ayat ini,
nyatalah bahwa: “mengajak kepada Tuhan” merupakan tujuan utama para
nabi.
Berkaitan
dengan
semua
nabi,
Al-Quran
mengatakan:
“
sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”
(Qs. Al-Hadid/57: 25. Ayat ini dengan jelas menyatakan kan bahwa
menegakkan keadilan adalah tujuan utama kenabian dan misi kenabian.
Mengajak
mendekatkan
diri
manusia
kepada
kepada-Nya,
Tuhan,
adalah
mengenal-Nya
monotheisme
teoritis
dan
dan
monotheisme praktis yang bersifat individual. Tetapi menegakkan keadilan
di tengah-tengah masyarakat berarti menegakkan monoteisme praktis
yang bersifat sosial. Sekarang orang bisa bertanya: apakah tujuan
sesungguhnya dari diutusnya para nabi adalah untuk memperkenalkan
Iman Kepada Ghaib | 24
Tuhan dan mengajak menyembah kepadanya, dan apakah segala
sesuatu yang lain, termasuk menegakkan keadilan dan kesederajatan
sosial,
adalah
sesungguhnya
pendahuluan
adalah
ke
arah
menegakkan
itu,
ataukah
keadilan
dan
tujuan
yang
kesederajatan,
sementara mengenal Tuhan dan menyembahnya hanyalah pendahuluan
dan sarana untuk merealisasikan ideologi seperti itu?
Apabila kita mau berbicara seperti yang kita lakukan sebelumnya,
maka pertanyaan tersebut dikemukakan sebagai berikut: apakah tujuan
sesungguhnya (dari misi kenabian) adalah monotheisme teoritis dan
praktis yang bersifat individual, ataukah monoteisme praktis yang bersifat
sosial? Beberapa pendapat bisa dikemukakan di sini.
Pertama, nabi-nabi mempunyai tujuan ganda, artinya, mereka
mempunyai dua tujuan yang berdiri sendiri. Salah satu diantaranya adalah
berkaitan dengan kehidupan dan kebahagiaan di akhirat ( monotheisme
teoritis dan monotheisme praktis individual). Tujuan yang lain berkaitan
dengan kebahagiaan duniawi ( monotheisme sosial). Disatu pihak, para
nabi memiliki kepedulian sosial karena kebahagiaan duniawi manusia, dan
di lain pihak mereka memiliki kepedulian terhadap monotheisme teoritis
dan monotheisme individual praktis yang hanya bersifat spritual dan
subjektif, demi mempersiapkan kebahagiaan manusia di akhirat.
Kedua,
tujuan
sesungguhnya
dari
misi
kenabian
adalah
monotheisme sosial dan prasarana utamanya adalah monotheisme teoritis
dan monotheisme praktis dan individual. Monotheisme teoritis bergantung
pada pengenalan kepada Tuhan. Tidak perlu bagi seorang manusia,
dalam batas-batas fitrahnya, untuk mengenal atau tidak mengenal Tuhan,
untuk menjadikan Tuhan atau apa saja yang lain sebagai satu-satunya
faktor pendorong jiwanya. Sebab, tidaklah ada bedanya bagi Tuhan
apakah dia dikenal atau tidak oleh manusia, atau apakah dia disembah
atau tidak. Tetapi, karena kesempurnaan manusia terletak pada
mengubah diri dari “Aku” menjadi “kita” dalam monotheisme sosial, yang
tak bisa dicapai tanpa monotheisme teoritis dan monotheisme praktis
individual, maka Tuhan telah menjadikan pengenalan dan penyembahan
kepadanya sebagai prasyarat bagi tegaknya monoteisme sosial.
Iman Kepada Ghaib | 25
Ketiga, tujuan yang sebenarnya dari misi kenabian adalah agar
manusia mengenal Tuhan dan mendekatkan diri kepada-nya. Dengan
demikian monoteisme sosial menjadi prasyarat dan sarana untuk
mencapai tujuan yang luhur ini. Sebab, sebagaimana disebutkan
sebelumnya, dalam pandangan dunia monotheistik, dunia memiliki sifat
“berasal dari-Nya” dan “ kembali kepada-Nya” Jadi kesempurnaan
manusia terletak pada ada tindakan manusia menuju kepada Tuhan dan
mendekatkan diri kepada-Nya. Manusia memiliki privilese khusus, yaitu
bahwa realitasnya berakar pada Tuhan dan fitrahnya adalah mencari
Tuhan sesuai dengan ayat, “Dan telah Ku tiupkan ruh-Ku ke dalam
dirinya” (Qs. Al-Hijr/15: 29).
Karena
itu,
kebahagiaan,
kesempurnaan,
keselamatan
dan
kesejahteraan manusia bergantung pada pengenalan terhadap Tuhan,
menyembah kepada-Nya dan berjalan menuju kepada-Nya. Apabila
manusia dipisahkan dari masyarakat, dia tidak akan menjadi manusia lagi,
sebab pada fitrahnya dia adalah makhluk sosial, dan karena fitrah
manusia yang berorientasi kepada Tuhan tidak akan terealisasi kecuali
jika lembaga-lembaga kemasyarakatan yang seimbang telah menguasai
masyarakat.
Karena itu nabi-nabi menaruh kepedulian terhadap keadilan,
kesederajatan, serta penolakan terhadap penindasan dan diskriminasi.
Nilai-nilai sosial seperti keadilan, kemerdekaan koma kesederajatan
demokrasi dan juga moralitas moralitas sosial seperti kemurahan hati,
pemaafan, kebaikan budi dan sedekah koma tidaklah memiliki nilai-nilai
inheren dan tidak dipandang secara an sich mencerminkan kesempurnaan
manusia. Semua nilai-nilai ini hanyalah pendahuluan dan alat (untuk
mencapai kesempurnaan).
Keberadaan dan ketidakberadaan nya tidaklah mempunyai arti
kecuali jika nilai-nilai tersebut dipandang sebagai syarat-syarat untuk
mencapai kesempurnaan, bukan kesempurnaan itu sendiri. Mereka
adalah pendahuluan ke arah keselamatan, bukan keselamatan itu sendiri.
Mereka adalah sarana menuju kemerdekaan, bukan kemerdekaan itu
sendiri.
Iman Kepada Ghaib | 26
Keempat, pandangan yang ketiga menyebutkan bahwa tidak
hanya
kesempurnaan
manusia
dan
tujuan
akhirnya
saja,
tetapi
kesempurnaan setiap manusia terletak dalam langkah menuju kepada
Tuhan. Menyatakan bahwa nabi-nabi memiliki tujuan ganda adalah bid’ah
yang tak terampuni, seperti halnya pernyataan bahwa tujuan akhir mereka
adalah keselamatan duniawi, dan bahwasanya keselamatan ini tak lain
berarti menikmati kesenangan hidup yang alamiah dalam suasana
keadilan,
kemerdekaan,
kesederajatan
dan
persaudaraan,
adalah
pandangan yang materialistik. Tetapi, bertentangan dengan pandangan
yang ketiga di atas, sosial dan moral tidaklah tanpa nilai-nilai inheren,
meskipun nilai-nilai tersebut juga merupakan sarana menuju nilai original
manusia, yang adalah menyembah dan beriman kepada Tuhan.
Ada
dua
macam
hubungan
antara
apa
yang
merupakan
pendahuluan kepada sesuatu dan sesuatu itu sendiri. Dalam macam
hubungan yang pertama, satu-satunya nilai dari pendahuluan tersebut
adalah bahwa ia bergerak menuju sesuatu itu sendiri dan manakala ia
telah mencapainya, maka keberadaannya dan ketidakberadaan nya
adalah sama. Sebagai contoh, seseorang ingin menyeberangi sebuah
sungai kecil. Dia menetapkan sebuah batu besar di tengah-tengah sungai
kecil tersebut sebagai batu loncatan ke seberang sungai. Jelas bahwa
setelah mencapai tepi seberang, keberadaan batu tersebut tidaklah
penting bagi orang tersebut. Hal yang sama berlAku pada tangga yang
dipakai untuk mencapai atap, atau ijazah yang digunakan untuk memasuki
sekolah yang lebih tinggi.
Macam
hubungan
yang
kedua
adalah
bahwa
meskipun
pendahuluan tersebut merupakan sarana untuk mencapai sesuatu, dan
bahwa ia memperoleh nilai riil dan uniknya dari sesuatu itu sendiri, namun
setelah tujuan dicapai, keberadaannya dan ketidakberadaan nya tidaklah
sama. Keberadaannya tetap sama pentingnya dengan sebelumnya.
Sebagai contoh, pengetahuan yang diperoleh di kelas 1 dan kelas 2
adalah prasyarat untuk mencapai kelas yang lebih tinggi. Orang tidak bisa
mengatakan bahwa setelah si murid duduk di kelas yang tinggi, tidak ada
Iman Kepada Ghaib | 27
ruginya jika pengetahuan yang diperolehnya di kelas 1 dan 2 itu
dihapuskan dari ingatannya, dan bahwa si murid bisa melanjutkan
studinya di kelas yang lebih tinggi tanpa pengetahuan tersebut. Hanya
dengan bantuan pengetahuan itulah dia bisa melanjutkan studinya di kelas
yang tinggi.
Inti
masalahnya
adalah
bahwa
kadang-kadang
kedudukan
prasyarat tersebut sangat lemah vis-a-vis tujuan yang akan dicapai, dan
kadang-kadang tidak. Sebuah tangga bukanlah komponen dari atap
seperti halnya sebuah batu besar di tengah anak sungai bukanlah bagian
dari tepi seberang sungai. Tetapi pengetahuan yang diperoleh di kelas
yang rendah maupun di kelas yang tinggi bisa merupakan bagian dari
suatu kebenaran yang sama.
Hubungan antara nilai-nilai moral dan sosial dengan pengenalan
terhadap Tuhan dan penyembahan kepada-Nya, merupakan jenis
hubungan yang kedua. Apabila manusia telah mencapai pengetahuan
yang sempurna tentang Tuhan dan penyembahan yang sempurna
kepadanya, maka keberadaan dan ketidakberadaan kebenaran, kejujuran,
keadilan, kebaikan budi, sedekah, kemurahan hati dan sifat pemaaf
tidaklah sama. Bagi manusia, moralitas tertinggi adalah menjadi seperti
Tuhan."
cobalah
untuk
mencapai
moralitas
serupa
Tuhan
dan
penyembahan kepadanya, meskipun ia bersifat tak sadar. Artinya,
pencarian manusia atas nilai-nilai tersebut bersumber pada dorongan
yang inheren dalam dirinya untuk meraih kualitas-kualitas mirip Tuhan,
meskipun manusia sendiri tidak sadar akan akar inheren tersebut, dan
bahkan mungkin mengingkarinya dalam pemikiran sadarnya.
Inilah alasan mengapa, menurut prinsip-prinsip Islam, amal-amal
manusia yang memiliki nilai-nilai moral yang tinggi seperti keadilan,
kebaikan budi koma kemurahan hati dan semacamnya, bukan tidak akan
memperoleh balasan di akhirat, meskipun manusia tersebut mungkin
seorang polytheis. Manusia semacam ini, jika politheisme yang tidak
bersumber
dari
sikap
membangkang
yang
tak
beralasan,
akan
Iman Kepada Ghaib | 28
memperoleh sesuatu ganjaran di akhirat. Sesungguhnya, manusia seperti
ini secara tidak sadar telah mencapai sejenis iman.
AGAMA PARA NABI
Jika kita kembali merujuk pernyataan Muhammadiyah tentang
agama6 tentang agama ini,bahwa sesungguhnya agama Islam adalah
satu-satunya agama yang ada di dunia ini. Hal ini sesuai dengan firman
Allah:
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[ dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orangyang
kembali (kepada-Nya) . (Qs.41: 13)
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan
apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabinabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara
mereka
dan
Kami
hanya
tunduk
patuh
kepada-Nya".(Qs.2:136).
Para ahli teologi dan sejarawan agama biasanya berbicara tentang
agama dalam pengertian “agama” Ibrahim, agama Yahudi, agama Kristen
dan agama Islam. Mereka menganggap setiap nabi yang membawa
hukum Ilahi sebagai pembawa agama yang terpisah dan berdiri sendiri.
Istilah yang beredar dikalangan orang awam juga tidak berbeda.
6
Himpunan Putusan tarjih Muhammadiyah (HPT) dan Matan Keyakinan dan Cita
Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM), Point b.
Iman Kepada Ghaib | 29
Al-Quran
menggunakan
istilah
khusus
yang
berasal
dari
pandangan Quran. Menurut Al-Quran agama, sejak Nabi Adam hingga
penutup para nabi, hanyalah satu. Semua nabi, baik yang membawa
hukum Ilahi maupun yang tidak, telah mengajak umat manusia kepada
satu ideologi yang sama. Prinsip-prinsip ideologi para nabi, yang disebut
“agama” adalah yang sama. Perbedaan dalam hukum Ilahi (yang mereka
bawa), disebabkan karena serangkaian masalah-masalah sekunder yang
bervariasi, menurut kebuTuhan-kebuTuhan zaman dan situasi- kondisi
tertentu serta karakteristik karakteristik khusus, dari umat yang disuruh
kepada Tuhan. Hukum-hukum tersebut adalah bentuk-bentuk dan aspekaspek yang berbeda dari satu kebenaran, dan semuanya menuju pada
satu tujuan. Perbedaan kedua adalah pada peringkat ajaran-ajaran yang
mereka berikan, sehingga setiap nabi, sejalan dengan kemajuan umat
manusia, menyampaikan ajaran-ajaran nya pada tingkat yang lebih tinggi
(dari ajaran nabi sebelumnya). Sebagai contoh, terdapat perbedaan yang
besar dalam peringkat ajaran-ajaran Islam dan ajaran-ajaran para nabi
yang terdahulu dalam masalah-masalah mengenai asal mula (kejadian)
dunia,. kebangkitan dan alam semesta.
Dengan kata lain, manusia, seperti halnya seorang murid sekolah,
dinaikkan dari kelas satu hingga ke kelas terakhir oleh ajaran ajaran para
nabi. Ini dinamakan penyempurnaan agama, bukan perbedaan dalam
agama-agama. Salah satu ciri pembeda antara nabi nabi dengan orangorang jenius atau para filosof adalah bahwa masing-masing filosof
mempunyai aliran pemikiran sendiri. Konsekuensinya, yang ada adalah
filsafat-filsafat (philosophies) dan bukannya “filsafat” (the philosopy). Nabinabi utusan Tuhan selamanya telah saling menguatkan dan mendukung,
bukan saling mengingkari. Jika terdapat seorang nabi yang semasa
dengan nabi yang lain dan berada dalam situasi kondisi yang sama
dengannya, tentu dia akan mengajarkan ajaran-ajaran dan aturan-aturan
yang sama.
Al-Quran mengatakan: “dan ingatlah ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi: “sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu
berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang
membenarkan apa yang ada padamu maka hendaklah kamu beriman
Iman Kepada Ghaib | 30
kepadanya dan membantunya.” Allah berfirman: “Apakah kamu semua
mengakui dan menerima perjanjian-Ku mengenai yang demikian itu?”
mereka menjawab: “Kami mengakui.” Allah berfirman:” kalau begitu,
bersaksilah, dan Aku pun ikut bersaksi bersamamu.” (Qs. Ali Imran/3: 81)
Al-Quran menyuguhkan agama-agama sejak agama nabi Adam
hingga
agama
penutup
para
nabi
sebagai
suatu
proses
yang
berkelanjutan, dan memberikan kepadanya satu nama saja, yaitu Islam
(Yakni kepasrahan kepada kehendk Tuhan). Tentu saja, ini tidaklah berarti
bahwa di setiap masa, agama diserukan dan dikenal di kalangan umat
manusia dengan nama tersebut, melainkan bahwa realitas agama
memiliki sifat yang dicerminkan oleh kata Islam. Demikianlah, dalam ayat
berikut, Al-Quran mengatakan: “Sesungguhnya agama yang sejati disisi
Allah adalah Islam.” (Qs. Ali Imran/3:18) dan di tempat lain Ia mengatakan:
”Ibrahim bukanlah seorang Yahudi, bukan pula seorang Nasrani, tapi dia
adalah seorang yang lurus (keimanannya), seorang muslim” (Qs. Ali
Imran/3: 66).
NABI MUHAMMAD SEBAGAI NABI DAN
RASUL PENUTUP
Nabi Muhamad SAW diutus Allah SWT sebagai nabi dan sekaligus
rasul yang terakhir dari seluruh rangkaian nabi dan rasul. Tidak ada lagi
nabi sesudah beliau. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya:
al-ahzab 33 40
‫َّ ا ا ح ا َّ ٌ ا ا ٓ ا ا ِ ِ ا ح ۡ ا ا‬
َّ ‫َّ ح ا َّ ا ا ا ا َّ ِ ا ا ا ا‬
‫ٱَّللح‬
َٰ
‫بۧنَۗ وَكن‬
ِّ ‫ما َكن ُممد أبا أح ٖد مِّن رِّجال ِّكم ول‬
ِّ ِّ ‫كن رسول ٱَّللِّ وخاتم ٱنل‬
‫ح‬
ٗ ‫َش ٍء اعل‬
ۡ ‫ك ِل ا‬
‫ِّيما‬
ِّ ِّ ‫ب‬
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.(Qs. Al-Ahzab/33: 40)
Iman Kepada Ghaib | 31
Sebagai
nabi
yang
terakhir
beliau
telah
menyempurnakan
“bangunan dinullah” yang telah mulai dikerjakan secara bertahap oleh
para nabi dan rasul sebelumnya.sehingga sekarang bangunan itu menjadi
indah dan sempurna. Perumpamaan seperti itu diberikan sendiri oleh
beliau dalam sabdanya:
“Perumpamaan aku dan seluruh nabi-nabi lainnya adalah seperti
seseorang yang mendirikan bangunan, ia telah menyempurnakan dan
memperindah bangunan itu seluruhnya kecuali hanya sebuah batu bata
yang belum dipasang yang di salah satu sudut bangunan itu. Orangorang yang mengelilingi dan mengagumi bangunan itu memberikan
komentar: “Alangkah baiknya kalau batu bata itu diletakkan di tempat
yang kosong itu.” Sayalah batu-bata itu, dan sayalah penutup nabi-nabi
itu. (Hadits muttafaqun alaih).
Sebagai nabi yang terakhir, dengan bangunan dinullah yang indah
dan sempurna, Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah untuk seluruh
umat manusia sepanjang zaman sampai hari kiamat nanti. Hal itu
ditegaskan oleh allah swt dalam firman-Nya:
‫ا‬
‫ا ا‬
ۡ ‫ا ٗ ا ا ٗ ا ا َٰ َّ ا‬
‫ا ا ٓ ا ۡ ا ۡ ا َٰ ا‬
َّ ِ‫ك إ ََّّل اَكٓفَّ ٗة ل‬
‫كاا‬
‫اس َّل اي ۡعل حمون‬
ِّ َّ‫َث ٱنل‬
‫كن أ‬
ِّ ‫ِّلن‬
ِّ ‫اس بشِّ ريا ونذِّيرا ول‬
ِّ ‫وما أرسلن‬
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Qs. Saba’/34: 28)
Karakteristik Nabi Muhammad SAW
Secara umum setiap nabi dan rasul memiliki sifat-sifat yang mulia dan
terpuji sesuai dengan statusnya sebagai manusia pilihan Allah SWT, baik
dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan Allah SWT secara
vertikal maupun dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang
membawa misi membimbing umat menempuh jalan yang diridhai oleh
Allah SWT. Keempat sifat tersebut adalah sebagai berikut:
Iman Kepada Ghaib | 32
1. As-Shiddiq (benar). Artinya selalu berkata benar, tidak berdusta
dalam keadaan bagaimanapun. Apa pun yang dikatakan oleh rasul
baik berita, janji, ramalan masa depan dan lain-lain selalu mengandung
kebenaran. Mustahil bagi seorang rasul mempunyai sifat kazib atau
pendusta, karena hal tersebut menyebabkan tidak adanya orang yang
akan membenarkan risalahnya. Sedangkan orang biasa saja yang
mempunyai sifat pendusta, tidak akan dipercaya oramh apalagi
seorang Rasul.
2. Al-amanah (dipercaya). Artinya seorang rasul akan selalu menjaga
dan menunaikan amanah yang dipikulnya ke pundaknya. Dia akan
selalu menjaga amanah kapan dan dimana pun, baik dilihat dan
diketahui oleh orang lain maupun tidak. Oleh sebab itu mustahil
seorang Rasul berkhianat, melanggar amanat atau tidak seia kata dan
perbuatan. Seseorang yang memiliki sifat khianat tidak pantas menjadi
Nabi, apalagi Rasul.
3. At-Tabligh (menyampaikan). Artinya seorang rasul memyampaikan
apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikan. Tidak
ada
satupun
bujukan
atau
ancaman
yang
menyebabkan dia
menyembunyikan sebagian dari wahyu yang wajib disampaikannya.
Mustahil seorang rasul menyembunyikan wahyu ilahi. Jika itu terjadi
tentu batal nubuwah dan risalahnya.
4. Al-Fathanah
(cerdas).
Artinya
seorang
rasul
memiliki
tingkat
kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh kearifan dan
kebjaksanaan. Dia akan mampu mengatasi persoalan yang paling
dilematis
sekalipun
tanpa
harus
meninggalkan
kejujuran
dan
kebenaran.7
Beberapa Bukti Kebenaran Nubuwah
dan Risalah Nabi Muhammad SAW
7
Prof.DR.H. Yunahar Ilyas, Lc, MA, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta:LPPI UMY, 2011),
hal. 134-136.
Iman Kepada Ghaib | 33
Ada beberapa bukti yang menunjukkan kebenaran nubuwah dan
risalah Nabi Muhammad SAW, antara lain:
1. Basyarat (berita tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW) yang
terdapat
pada
kitab-kitab
suci
sebelumnya.
Al-Quran
yang
menyebutkan tentang adanya basyarat itu di dalam beberapa ayat,
antara lain:
‫ۡ ا ا‬
‫ا ۡ ح ا ۡ ا ا ا َٰ ا ٓ ۡ آَٰ ا ِ ا ح ح َّ ا ۡ ح‬
‫كم ُّم اص ِد ِّٗقا ل ِ اِّما با ۡ ا‬
‫ۡي‬
‫ِإَوذ قال عِّيَس ٱبن مريم يب ِِّن إِّسءِّيل إ ِّ ِّّن رسول ٱَّللِّ إَِّل‬
ۡ
‫ۡ ححٓ اۡا اا‬
‫ٓ ح‬
‫يا اد َّي م اِّن ٱتلَّ ۡو ارىَٰةِّ او حمبا ِ ِّ ا‬
‫ۡح حدُۖ فل َّما اجا اءهم‬
‫شَۢا ب ِّ ار حسو ٖل ياأ ِِّت ِّم َۢن اب ۡعدِّي ٱسمهۥ أ‬
ۡ
ۡ ‫ٱۡلا ِي انَٰت قاالحوا اهَٰ اذا س‬
ٞ ‫ر ُّمب‬ٞ ‫ِّح‬
‫ۡي‬
ِّ
ِّ
ِّ ِّ ‫ب‬
“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab
sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)
seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad
(Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang
nyata". (Qs. As-Shaf/61:6)
‫ا ح ح ۡ ح َّ ا ا ا ۡ ا‬
َّ ً ‫ح ۡ ا َٰٓ ا ُّ ا َّ ح ِ ا ح ح َّ ا ۡ ح ۡ ا‬
َٰ
َٰ
‫ۡرض‬
ِّ ‫قل يأيها ٱنلاس إ ِّ ِّّن رسول ٱَّللِّ إَِّلكم َجِّيعا ٱَّلِّي َلۥ ملك ٱلسمو‬
ِۖ ِّ ‫ت وٱۡل‬
َّ ِ ِ ‫َّ ِ ۡ ح‬
َّ ‫ح ۡ ح‬
َّ
‫يت افۧاام ح‬
‫ٱَّللِّ او ار ح‬
‫اَّلٓ إ ال َٰ اه إ ََّّل حه او يح ۡۡحۦ اويح ِّم ح‬
‫ٱنل‬
ِّ
‫وَل‬
ِّ
‫س‬
‫ب‬
‫وا‬
‫ِّن‬
ِّ‫م ٱَّلِّي يؤمِّن بِّٱَّلل‬
ُۖ
ِّ ِّ
ِّ ِّ ‫ب ٱۡل‬
ِّ
ِّ
ِّ ِّ
‫ا‬
‫ا‬
‫ا َّ ح ح ا َّ ح ا‬
‫وه ل اعلك ۡم ت ۡه ات حدون‬
‫اوَك اِّمَٰتِّهِّۦ وٱتبِّع‬
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang
ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitabkitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (Qs. Al-A’raf/7:
158)
Sebagai contoh Ahlul Kitab yang sangat mengenal Nabi Muhammad
SAW sebelum kedatangan beliau adalah, Salman al Farisi, Kaisar
Heraklius, Raja Najasyi, Abdullah bin Salam dan lain-lain. Kita kutip
komentar Heraklius kepada Abu Sufyan: “Sebelumnya saya sudah
Iman Kepada Ghaib | 34
tahu akan datang seorang nabi, tetapi saya tidak menduga kalau nabi
itu datang dari bangsa kalian.”
Tetapi ahlul kitab telah menghapus dan memalsukan basyarat itu
sehingga sulit didapatkan teksnya dalam taurat dan injil sekarang ini.
Namun demikian masih tetap ada beberapa bagian dari alkitab
sekarang ini yang memuat bersyarat itu.
2. Mu’jizat yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada beliau, antara
lain :
a. Al-Qquran al-Karim sebagai mu’jizat abadi
b. Keluar air dari sela-sela jari beliau yang cukup untuk memberi
minum 1400 orang laki-laki dan perempuan (Hr. Bukhari)
c. Melipatgandakan makanan sehingga makanan yang sedikit cukup
untuk lebih kurang 1000 orang prajurit waktu perang Khandaq
(hadits muttafaqun alaihi)
d. Mengembalikan mata qotadah yang tercungkil pada waktu perang
Uhud, kembali sehingga kembali seperti semula (Sirah Ibnu
Hisyam)
e. Makanan mengucapkan tasbih di hadapan beliau yang bisa
didengar oleh para sahabat (Hadits Bukhari)
f. Bulan terbelah dua menjawab permintaan orang-orang Quraisy
(Qs. Al-Qamar/54: 1)
g. Batu dan pohon kayu memberikan salam kepada beliau yang bisa
didengar dan disaksikan oleh orang banyak hadits riwayat bukhari
dan tirmidzi
h. Peristiwa isra dan mikraj
3. Nubuat ramalan tentang apa yang akan terjadi pada masa yang akan
datang yang selalu tepat. Misalnya antara lain:
a. Nubuat tentang mati syahidnya Umar Dan Utsman. Diriwayatkan
oleh Anas Bin Malik RA bahwa tatkala Rasulullah SAW, Abu Bakar
Umar dan Utsman mendaki bukit uhud beliau bersabda: "kokoh lah
Iman Kepada Ghaib | 35
wahai uhud, di atasmu ada nabi, siddiq dan dua orang syahid (assyahii-dani)” (HR. Bukhari).
b. Nubuat tentang tidak akan terjadinya fitnah antara sesama
muslimin selama umar masih hidup. Rasulullah SAW bersabda: "
fitnah tidak akan menimpamu selama bersamamu masih ada
umar.” (HR. Tabrani). Sejarah mencatat bahwa fitnah itu terjadi
pertama kali di zaman Utsman Bin Affan.
c. Nubuat tentang hasan bin ali, cucu Rasulullah SAW yang akan
menjadi pendamai antara dua golongan besar kaum muslimin.
Rasulullah SAW bersabda : “sesungguhnya cucuku ini pemimpin,
semoga allah menjadikan dia pendamai antara dua golongan besar
kaum muslimin . " (HR. Bukhari). Sejarah mencatat tanazul
(mundur)nya hasan dari jabatan khalifah dan memberikannya
kepada Muawiyah Bin Abi Sufyan telah mendamaikan kelompok Ali
dan Muawiyah.
d. Nubuat tentang Sa’ad Bin Abi Waqqash waktu dia sakit keras di
Makkah yang diduga akan meninggal dunia. Rasulullah SAW
bersabda kepadanya: "Semoga engkau hidup (sehat) sehingga
engkau bisa memberi manfaat kepada beberapa kaum dan
memberi mudharat kepada yang lainnya." (HR. Syikhan).
Sejarah mencatat bahwa Sa’ad sehat dan kemudian berhasil
menaklukkan Irak. Melalui dia banyak orang yang masuk islam
mendapat manfaat dan tentu saja orang-orang kafir yang
dikalahkannya mendapat mudhorot.
Tentu masih banyak lagi Nubuat Rasulullah SAW selain kekhalifah
an 30 tahun sepeninggal rasul, sesudah itu datang masa
pemerintahan raja-raja yang menggigit. (HR. Abu Daud), terbukti
dengan berakhirnya kekalifahan Hasan bin Ali dan mulainya
pemerintahan sistem kerajaan di masa Muawiyah bin Abi Sufyan.
Atau ramalan tentang keadaan umat islam yang akan diperebutkan
oleh musuh-musuh seperti makanan yang diperebutkan oleh
binatang yang lapar, bukan karena jumlah umat islam yang sedikit,
Iman Kepada Ghaib | 36
tapi karena tidak berkualitas disebabkan penyakit wahn (cinta
dunia) dan takut mati (HR. Abu Daud). Atau nubuat tentang tandatanda hari kiamat serta nubuat lain-lainnya.
4. Kesaksian milyaran umat islam sejak dahulu sampai sekarang yang
telah mengucap dua kalimat syahadat. Suatu kesaksian yang sangat
mutawatir sekali.
5. Kenyataan bahwa Rasulullah SAW yang membawa ajaran yang begitu
lengkap dan sempurna adalah seorang ummi yang tidak bisa
membaca dan menulis dan tidak pernah berguru kepada siapapun.
Dan Rasulullah SAW tidak menyampaikan ajaran apapun sebelum
berumur 40 tahun sebelum wahyu pertama turun.
Demikianlah beberapa bukti kebenaran nubuwah dan risalah nabi
Muhammad SAW. Lebih dari itu semua, bagi kita yang beriman, semua
firman Allah SWT dalam alquran saja sudah cukup menjadi bukti akan
kebenaran bahwa beliau memang seorang nabi dan rasul yang terakhir
diutus oleh Allah SWT untuk membimbing umat manusia sampai akhir
zaman nanti.
Iman Kepada Seluruh Nabi dan Rasul Kaitannya Dengan Iman
Kepada Nabi Muhammad SAW
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh nabi dan rasul yang
telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang
tidak disebutkan. Bagi yang tidak disebutkan namanya kita wajib beriman
secara ijmal saja, sedangkan bagi yang disebutkan namanya kita wajib
beriman secara tafsil.
Seorang muslim wajib membenarkan semua rasul dengan sifatsifat, kelebihan dan keistimewaan satu sama lain, tugas dan mukjizat
masing-masing seperti yang dijelaskan oleh Allah dan rasul-Nya di dalam
alquran al-karim dan sunnah rasul. Tidak sah iman seseorang yang
Iman Kepada Ghaib | 37
menolak walau hanya satu orang nabi atau rasul dari seluruh nabi dan
rasul-rasul yang diutus oleh Allah SWT. Dalam hal ini Allah berfirman:
‫ااح ح ا‬
َّ ‫ا ح ح ا ا ح ا ِ ح ا ۡ ا‬
َّ ‫ۡ ح ا‬
‫ح‬
‫ا‬
‫ح‬
‫إ َّن َّٱَّل ا‬
‫ِّين ياكف حرون بِّٱَّللِّ او حر حسلِّهِّۦ وي ِّريدون أن يف ِّرقوا بۡي ٱَّللِّ ورسلِّهِّۦ ويقولون‬
ِّ
‫ا‬
‫ا ۡح‬
‫اح ح ا‬
ۡ‫ح‬
‫ا َّ ح ا ۡ ا ا ا‬
‫ً ح ا َٰٓ ا ح‬
‫ۡي ذَٰل ِّك اسبِّيًل أولئِّك ه حم‬
‫خذوا ب‬
‫نؤم حِّن ب ِّ اب ۡع ٖض اونكف حر ب ِّ اب ۡع ٖض وي ِّر‬
ِّ ‫يدون أن يت‬
‫ۡ ا َٰ ح ا ا ِٗ ا ا ۡ ا ۡ ا ۡ ا‬
ٗ ‫ين اع اذ ٗابا ُّمه‬
‫ك َٰ ِّفر ا‬
‫ينا‬
‫ٱلك ِّفرون حقا ۚ وأعتدنا ل ِّل‬
ِّ
ِّ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan
rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang
sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta
bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara
yang demikian (iman atau kafir),
Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
(An-Nisa : 150-151)
Seorang muslim wajib mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah penutup sekian nabi-nabi. tidak ada lagi nabi sesudah beliau. Nabi
Muhammad SAW adalah afdhalul anbiya wal mursalin (yang paling utama
dari seluruh nabi dan rasul) dan tentu saja afdhalul khalq (makhluk Allah
yang paling utama) (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Sebagian musafir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan
dalam firman Allah:
‫ۡ ا ُّ ح ح ا َّ ۡ ا ا ۡ ا ح ۡ ا ا‬
‫ٱَّلل او ار اف اع اب ۡع اض حه ۡم اد ار ا‬
‫لَع اب ۡعض ِم ِّۡن حهم َّمن اَكَّ ام َّ ح‬
َٰ
َٰ
‫ت‬
‫ج‬
‫۞ت ِّلك ٱلرسل فضلنا بعضهم‬
ُۖ
ٖۚ ٖ
ٖۘ ٖ
‫ا‬
َّ ‫ۡ ا‬
ۡ ‫ا ۡ ا اۡاا‬
‫ٱۡل ِي ا‬
‫اا اۡا‬
‫وح ٱلۡ حق حد ِّس اول ا ۡو اشا ٓ اء َّ ح‬
‫ٱَّل ا‬
‫ت اوأيَّ ۡد انَٰ حه ب ح‬
‫ا‬
َٰ
ِّ
‫ين‬
ِّ ‫ٱَّلل اما ٱق ات اتل‬
‫ر‬
‫ن‬
ِّ
ِۗ
ِّ
ِّ ‫وءاتينا عِّيَس ٱبن مريم‬
‫ِ ا ۡ ا ا ٓاۡح ح ۡاِا ح اا‬
ۡ
‫ٱخ اتلا حفوا فام ۡن حهم َّم ۡن اء ا‬
َٰ
‫ام ان اوم ِّۡن حهم َّمن‬
‫ن‬
‫ك‬
‫ل‬
‫ِّم َۢن اب ۡع ِّدهِّم ِّم َۢن بع ِّد ما جاءتهم ٱۡليِّنَٰت و‬
ِّ
ِّ
ِّ
‫ۡااح ا‬
‫ا‬
‫ٱَّلل اي ۡف اع حل اما يحر ح‬
‫ك َّن َّ ا‬
‫ك اف ار ۚ اول ا ۡو اشا ٓ اء َّ ح‬
‫يد‬
ِّ َٰ ‫ٱَّلل اما ٱقتتلوا اول‬
ِّ
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di
antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan
sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada
Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul
Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan
Iman Kepada Ghaib | 38
orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada
mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada
di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir.
Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi
Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 253)
Namun demikian seorang muslim hanya wajib mengikuti dan
melaksanakan syariat yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, karena
syariat yang dibawa oleh rasul-rasul terdahulu khusus untuk umatnya
masing-masing, sedangkan syariat islam yang dibawa oleh Rasulullah
SAW berlaku umum untuk seluruh umat manusia.
Seorang muslim wajib mencintai Rasulullah SAW melebihi cintanya
kepada siapapun atau apa saja selain Allah. Rasulullah SAW bersabda:”
tidak beriman salah seorang kamu sebelum aku (Muhammad) lebih dia
cintai dari pada orang tua, anak-anak dan manusia lain keseluruhannya.”
(Hadits Muttafaqun Alaihi).
Allah SWT menjadikan ittiba'ur rasul (mengikuti Rasulullah SAW)
sebagai bukti cinta kepadanya. Allah berfirman:
ۡ‫ح‬
‫ح ح ۡ ح ُّ ا‬
‫ح ۡ ۡ ح َّ ح ا ا ۡ ا ح ۡ ح ح ا ح‬
‫ٱَّلل فاٱتَّب ح‬
‫ون َّ ا‬
‫ك ۡم او َّ ح‬
ٞ ‫ َّرح‬ٞ‫ٱَّلل اغ حفور‬
‫ِّيم‬
‫ع‬
‫قل إِّن كنتم ُتِّب‬
ۚ ‫وِن ُيبِّبك حم ٱَّلل ويغف ِّۡر لكم ذنوب‬
ِّ
ِّ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Al-Imron: 31).
Oleh sebab itu seorang muslim wajib menjadikan Rasulullah SAW
sebagai uswatun hasanah dalam seluruh aspek kehidupannya. Allah SWT
berfirman:
ۡ ‫َّ ا ا‬
‫ ِ ا ا ا‬ٞ ‫َّ ح ۡ ا ٌ ا ا ا‬
َّ ‫ا ا ا ا ا‬
‫َّ ا ا ا ا ح‬
‫ا‬
‫ح‬
‫ا‬
‫ٱَّللا‬
ۡ
ۡ
‫ا‬
‫لق ۡد َكن لك ۡم ِِّف ار حسو ِّل ٱَّللِّ أسوة حسنة ل ِّمن َكن يرجوا ٱَّلل وٱَلوم ٱٓأۡلخِّر وذكر‬
ٗ ِّ ‫اكث‬
‫ريا‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.( Al-Ahzab: 21)
Iman Kepada Ghaib | 39
Akhirnya sebagai penutup bab ini ini perlu kita ingat kembali bahwa
salah satu dari dua kalimat syahadat yang menjadi pintu gerbang masuk
islam adalah kesaksian bahwa Muhammad adalah Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam. Wallahua’lam
KONSEP PENTING
1. Silahkan rumuskan beberapa catatan /konsep penting menurut anda,
dengan cara membuat Resume dari setiap judul (atau sub judul) yang
tertera di materi perkuliahan ini.
2. Buatkan Kesimpulan yang anda peroleh dari seluruh materi ini.
Kesimpulan bisa berisi pernyataan  Materi ini menarik atau tidak 
menjelaskan realitas sosial yang ada di masyarakat atau tidak, atau 
Penting atau tidak materi ini. Jika penting, mengapa penting? Jika tidak
penting, mengapa tidak penting. Tuliskan alasan anda.
3. Buatkan analisa anda atas materi ini. Misal,  Anda bisa
menyampaikan jika ada materi yang perlu pembahasan lebih dalam
atau  Penjelasannya kurang dipahami, atau  Penjelasannya
bertele-tele, dll.
Sumber Rujukan:
Prof.Dr.H.Yunahar Ilyas, Lc, MA, Kuliah Aqidah Islam, Cet-14, Yogyakarta,
LPPI, 2011
M. Quraish Shihab, Malaikat dalam Al-Quran, Jakarta, Lentera Hati, 2010
.............................., Lentera Hati, Jakarta, Mizan, 2008
Prof.Dr.Hamka, Pelajaran Agama Islam, Jakarta, Gema Insani, 2018
Bunyamin, dkk, AQIDAH untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, Uhamka Press,
2015
Mutadha Muthahhari, Falsafah Kenabian, Diterjemahkan dari buku,
Revelation and Prophetood, Penerj. Ahsin
Mohammad, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1991
Iman Kepada Ghaib | 40
Download