MAKALAH HIPERTENSI ESSENTIALS PATHOPHYSIOLOGY DOSEN PENGGAMPU Erika Lubis, S.Kp,. MN. DI SUSUN OLEH: 1. 2. 3. 4. Riki Sahputra Fiury Carvansandi Aruhandita Syakurah Rizkia Mauorla Ezra Hotma 012311020 012311008 012311001 012111113 PROGRAM STUDI S1 - KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS BINAWAN 2025 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya makalah ini dapat disusun. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas/keperluan akademik dengan tujuan menyajikan tinjauan ilmiah yang komprehensif tentang hipertensi—meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi (dilengkapi pathway), pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan farmakologi dan non-farmakologi, serta komplikasi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa, tenaga kesehatan, dan pembaca lain yang memerlukan ringkasan ilmiah tentang hipertensi. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis dengan prevalensi yang terus meningkat setiap tahunnya, baik di dunia, di Indonesia, maupun di wilayah perkotaan seperti DKI Jakarta. Kondisi ini menjadi tantangan serius dalam bidang kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal ginjal yang berdampak besar terhadap kualitas hidup individu dan produktivitas masyarakat. Melalui makalah ini, penulis berupaya memberikan gambaran menyeluruh tentang definisi, etiologi, faktor risiko, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan farmakologis dan nonfarmakologis, serta komplikasi hipertensi berdasarkan sumber-sumber ilmiah terkini dari jurnal dan buku keperawatan terbaru. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dosen pembimbing, teman-teman sejawat, serta pihak-pihak lain yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan dukungan selama proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, terutama bagi mahasiswa keperawatan dan tenaga kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ilmiah di masa mendatang. Jakarta, 12 Oktober 2025 Penyusun 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan global utama yang diakui oleh World Health Organization (WHO) sebagai silent killer karena sering tidak menimbulkan gejala namun berpotensi menimbulkan komplikasi serius seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. Secara global, lebih dari 1,28 miliar orang berusia 30–79 tahun hidup dengan hipertensi, dan sekitar 46% tidak mengetahui bahwa mereka mengidap kondisi tersebut (WHO, 2021). Faktor risiko seperti konsumsi garam berlebihan, obesitas, merokok, stres, serta kurangnya aktivitas fisik berkontribusi besar terhadap peningkatan angka kejadian. Pada tingkat regional, kawasan Asia memiliki beban hipertensi yang tinggi dan terus meningkat. Asia Tenggara dan Asia Timur mencatat prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dibanding beberapa wilayah lainnya, dipengaruhi oleh perubahan pola makan, urbanisasi cepat, serta meningkatnya angka obesitas (Zhou,2021). Menunjukkan prevalensi hipertensi di negara-negara Asia mencapai 30–45% pada orang dewasa, sementara tingkat kontrol hipertensi masih rendah di bawah 20%, Asia menyumbang proporsi besar kematian akibat penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi, menjadikan hipertensi sebagai tantangan kesehatan masyarakat utama di kawasan ini (Kearney,2020). Di Indonesia hipertensi termasuk dalam penyakit tidak menular dengan prevalensi hipertensi mencapai 34,1% pada penduduk usia ≥18 tahun, menunjukkan tren peningkatan dibandingkan survei sebelumnya menegaskan bahwa hipertensi di Indonesia diperburuk oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah serta banyaknya faktor risiko seperti obesitas, konsumsi makanan tinggi natrium, kebiasaan merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Selain itu, perempuan menunjukkan prevalensi lebih tinggi terutama pada mereka yang mengalami obesitas sentral (Riskesdas, 2018). Pada tingkat daerah DKI Jakarta mencatat angka hipertensi yang juga memprihatinkan prevalensi hipertensi di DKI Jakarta mencapai 22,7% menunjukkan bahwa tingginya beban hipertensi di Jakarta berkaitan erat dengan gaya hidup masyarakat perkotaan, termasuk konsumsi makanan cepat saji, tingginya tingkat stres, polusi, serta minimnya aktivitas fisik. Kondisi ini menegaskan perlunya strategi preventif dan promotif yang lebih kuat, seperti edukasi kesehatan, pengendalian pola makan, dan pemeriksaan 3 tekanan darah secara rutin untuk mencegah peningkatan kasus setiap tahun (Riskesdas 2018). Hipertensi memiliki dampak terhadap morbiditas dan mortalitas karena menjadi faktor risiko utama stroke, penyakit jantung, gagal ginjal, dan kerusakan pembuluh darah. WHO mencatat hipertensi menyebabkan lebih dari 10 juta kematian per tahun, terutama akibat komplikasi kardiovaskular. Hal ini diperburuk dengan banyaknya kasus hypertensi yang tidak terdiagnosis sehingga komplikasi muncul lebih cepat dan lebih berat. Topik hipertensi penting dibahas karena prevalensinya yang meningkat, banyak kasus tidak terdeteksi, dan komplikasinya berat namun sebenarnya dapat dicegah. Pemahaman yang baik mengenai faktor risiko, deteksi dini, dan pengendalian gaya hidup sangat penting untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat hipertensi. Peran perawat dalam hal ini Perawat memiliki peran sentral dalam pengendalian hipertensi, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam aspek promotif, perawat berperan memberikan edukasi kesehatan mengenai pola makan rendah natrium, peningkatan aktivitas fisik, manajemen stres, serta modifikasi gaya hidup sehat lainnya untuk mencegah terjadinya hipertensi (American Heart Association, 2021). Pada tataran preventif, perawat melakukan skrining tekanan darah secara rutin, mengidentifikasi faktor risiko seperti obesitas, riwayat keluarga, merokok, dan perilaku sedentari, sehingga dapat mendeteksi hipertensi sejak dini (WHO, 2021). Perawat juga memiliki peran kuratif, yaitu memantau kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat antihipertensi, melakukan pengkajian tanda dan gejala komplikasi, memberikan konseling mengenai pentingnya kontrol tekanan darah, serta bekerja sama dengan tim medis untuk menyusun rencana perawatan yang tepat (Potter & Perry, 2020). Selain itu, perawat berperan dalam rehabilitatif, yaitu membantu pasien mempertahankan gaya hidup sehat jangka panjang melalui follow-up rutin, pemantauan tekanan darah, dan pemberian dukungan terhadap perubahan perilaku kombinasi peran ini terbukti dapat meningkatkan kontrol tekanan darah dan menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular pada pasien hipertensi (Smeltzer,2022). 4 1.2 Tujuan Umum Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Essentials Pathophysiology serta untuk memperdalam pemahaman mengenai konsep penyakit hipertensi. Penyusunan makalah ilmiah ini diharapkan dapat membantu penulis memahami latar belakang, mekanisme terjadinya, serta dampak hipertensi terhadap kesehatan, sehingga mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam konteks keperawatan dan praktik klinis. 1.3 Tujuan Khusus Makalah ini disusun dengan tujuan khusus sebagai berikut: 1. Menjelaskan review anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskular jantung dan pembuluh darah. 2. Menjelaskan Defenisi klasifikasi atau tipe hipertensi 3. Mengidentifikasi Etilogi hipertensi dan faktor resiko yang berkontribusi terhadapan perkembangan hipertensi. 4. Mengidentifikasih manifestasi klinis hipertensi 5. Mengidentifikasih Patofisiologi 6. Mengidentifikasih Pathway 7. Mengidentifikasih Pameriksaan Penunjang 8. Mengidentifikasih Pengobatan 9. Mengidentifikasih Komplikasi 1.4 Metode Penulisan Metode penulisan pada makalah ini menggunakan studi pustaka (literature review). Penulis mengumpulkan dan mempelajari berbagai sumber ilmiah yang relevan terkait hipertensi, seperti: 1. Buku-buku keperawatan dan medis a) Buku keperawatan medikal bedah b) Buku patofisiologi c) Buku anatomi dan fisiologi 2. Jurnal ilmiah nasional maupun internasional a) Jurnal penelitian terkait hipertensi, faktor risiko, patofisiologi, dan penatalaksanaannya. b) Artikel ilmiah dari database terpercaya seperti Google Scholar 3. Panduan praktik klinis dan sumber ilmiah lain a) Pedoman hipertensi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan b) Sumber elektronik ilmiah yang kredibel Seluruh informasi kemudian dianalisis, dirangkum, dan disusun secara sistematis untuk menghasilkan makalah yang komprehensif mengenai definisi, anatomi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan hipertensi. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Review Anatomi Dan Fisilogi Sistem Kardiovaskular Dan Pembuluh Darah 2.1.1. Gambar Anatomi Jantung (Gambar Anatomi Jantung Wikipedia) Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang bertugas mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jantung memiliki empat ruang (atrium dan ventrikel kanan dan kiri) serta memompa darah melalui dua sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonal untuk pertukaran oksigen di paruparu dan sirkulasi sistemik untuk mengalirkan darah kaya oksigen ke seluruh jaringan. Sistem kardiovaskular merupakan sistem vital yang berfungsi mempertahankan perfusi jaringan dengan membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh serta mengangkut sisa metabolisme untuk diekskresikan. Sistem ini terdiri dari jantung sebagai pompa utama dan sirkulasi darah sebagai jalur transportasi yang memungkinkan pertukaran zat terjadi secara efektif (Guyton & Hall, 2021). Jantung adalah organ berotot dengan berat ±300 gram, terletak di mediastinum tengah, sedikit ke kiri dari garis tengah. Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Masing-masing ruang dipisahkan oleh katup yang berfungsi menjaga aliran darah satu arah: 1. Katup trikuspid: antara atrium kanan dan ventrikel kanan 2. Katup mitral: antara atrium kiri dan ventrikel kiri 3. Katup pulmonal: keluar dari ventrikel kanan 4. Katup aorta: keluar dari ventrikel kiri Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan utama: 1. Endokardium lapisan terdalam yang melapisi ruang jantung. 2. Miokardium lapisan otot yang berfungsi menghasilkan kontraksi. 6 3. Perikardium lapisan pelindung luar yang terdiri dari perikardium fibrosa dan serosa. (Guyton & Hall, 2021). Jantung berkontraksi secara ritmis melalui proses yang disebut siklus jantung, yang terdiri dari fase diastol (relaksasi dan pengisian) serta sistol (kontraksi dan pemompaan darah). Refilling atrium dan ventrikel yang optimal sangat dipengaruhi oleh compliance otot jantung, tekanan intrakardiak, dan integritas katup (Hall, 2021). Kontraksi miokardium terjadi akibat aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sistem konduksi jantung, di antaranya: 1. Nodus sinoatrial (SA node) sebagai pacemaker utama 2. Nodus atrioventrikular (AV node). Impuls listrik ini menyebabkan depolarisasi dan repolarisasi, yang terlihat pada elektrokardiogram (EKG). Mekanisme ini memungkinkan jantung memompa sekitar 5 liter darah per menit pada orang dewasa saat istirahat (AHA, 2020). Secara fisiologis, sistem kardiovaskular memiliki beberapa fungsi utama: 1. Mengangkut oksigen dan nutrisi ke jaringan 2. Membuang CO₂ dan limbah metabolik 3. Mengatur suhu tubuh melalui distribusi panas 4. Menjaga homeostasis tekanan darah dan volume cairan (Tortora & Derrickson, 2017). Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer total. Gangguan pada fungsi pompa jantung, tonus vaskular, atau regulasi saraf–hormonal dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang kronis. Regulasi tekanan darah melibatkan baroreseptor, sistem saraf simpatis, renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS), serta hormon antidiuretik (Hall, 2021). 7 2.1.2 Gambar Anatomi Pembuluh Darah (Gambar : Wikipedia) Pembuluh darah terdiri dari arteri, kapiler, dan vena. Arteri membawa darah bertekanan tinggi dari jantung, kapiler menjadi tempat pertukaran oksigen dan nutrisi, sedangkan vena mengembalikan darah ke jantung dengan bantuan katup untuk mencegah aliran balik. Secara fisiologis, tekanan darah diatur oleh curah jantung dan resistensi pembuluh darah, serta dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, hormon, dan fungsi ginjal. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Pembuluh darah merupakan komponen utama dari sistem kardiovaskular yang berfungsi sebagai jalur transportasi darah dari dan menuju jantung. Struktur dan fungsi pembuluh darah sangat berperan dalam pengaturan tekanan darah, resistensi perifer, serta perfusi jaringan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai anatomi dan fisiologi pembuluh darah menjadi dasar penting dalam memahami patogenesis hipertensi (Guyton & Hall, 2021). Secara umum, pembuluh darah dibagi menjadi tiga jenis utama : a. Arteri Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah keluar dari jantung menuju jaringan tubuh. Dinding arteri bersifat tebal, elastis, dan memiliki lumen yang lebih kecil dibanding vena. Struktur dinding arteri terdiri atas tiga lapisan: 1. Tunica intima: lapisan endotel yang memfasilitasi aliran darah yang halus. 8 2. Tunica media: lapisan otot polos dan serat elastin yang berperan dalam vasokonstriksi dan vasodilatasi. 3. Tunica adventitia: lapisan luar berisi jaringan ikat yang memberikan kekuatan struktural. (Standring, 2020). Arteri besar seperti aorta memiliki elastisitas tinggi yang memungkinkan meredam fluktuasi tekanan darah akibat denyut jantung. b. Arteriola Arteriola merupakan cabang kecil dari arteri yang mengatur resistensi perifer total. Arteriola memiliki dinding otot polos yang tebal dan sangat responsif terhadap sinyal hormonal dan saraf. Perubahan diameter arteriola merupakan faktor utama dalam pengaturan tekanan darah (Hall, 2021). c. Kapiler Kapiler adalah pembuluh darah berdiameter sangat kecil dengan dinding tipis yang hanya terdiri dari satu lapis endotel. Kapiler memungkinkan terjadinya pertukaran gas (O₂ dan CO₂), nutrisi, dan produk metabolisme antara darah dan jaringan. Jenis kapiler meliputi: 1. Kontinu: ditemukan di otot dan kulit 2. Fenestrata: pada ginjal dan usus d. Vena Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah kembali ke jantung. Dinding vena lebih tipis dibanding arteri dan memiliki lumen lebih besar. Beberapa vena memiliki katup yang berfungsi mencegah aliran balik, terutama pada ekstremitas bawah. Vena juga berfungsi sebagai reservoir darah, menyimpan sekitar 60–70% volume darah total (Guyton & Hall, 2021). 2.2. Definisi Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan prevalensi tinggi secara global dan menjadi faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Kondisi ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah secara persisten ≥140/90 mmHg berdasarkan pengukuran berulang dalam kondisi standar (World Health Organization, 2021). WHO juga menegaskan bahwa hipertensi dikenal sebagai silent killer karena tidak bergejala namun menyebabkan kerusakan organ target seperti jantung, ginjal, otak, dan pembuluh darah (WHO, 2021). 9 Menurut standar internasional, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang menetap di atas 140/90 mmHg yang diukur pada minimal dua kali kunjungan berbeda (Joint National Committee, JNC 7/8, 2014). JNC juga mengelompokkan hipertensi menjadi tahap 1 pada kisaran 140–159/90–99 mmHg dan tahap 2 pada nilai ≥160/100 mmHg (JNC 7, 2003), sementara JNC 8 menekankan target terapi berdasarkan usia dan komorbid namun tetap mempertahankan kriteria diagnosis ≥140/90 mmHg (JNC 8, 2014). International Society of Hypertension mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah klinis ≥140/90 mmHg atau tekanan darah ≥130/80 mmHg pada pengukuran di luar klinik seperti ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) dan home blood pressure monitoring (HBPM) (International Society of Hypertension, ISH Guidelines, 2020). ISH menekankan pentingnya mempertimbangkan variabilitas tekanan darah, teknik pengukuran yang benar, serta fenomena hipertensi jas putih dan terselubung. Di Indonesia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg berdasarkan pengukuran minimal dua kali dalam keadaan tenang kemenkes juga menetapkan hipertensi sebagai prioritas nasional pengendalian penyakit tidak menular karena tingginya prevalensi dan rendahnya tingkat kesadaran penderita (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Sementara itu, American Heart Association dan American College of Cardiology mendefinisikan hipertensi mulai dari tekanan darah ≥130/80 mmHg, di mana tekanan darah 130–139/80–89 mmHg sudah termasuk kategori hipertensi tahap 1 (AHA/ACC, 2017). Penetapan batas yang lebih rendah bertujuan meningkatkan deteksi dini dan meminimalkan risiko kejadian kardiovaskular. Secara keseluruhan, meskipun terdapat perbedaan ambang diagnostik, seluruh organisasi kesehatan global sepakat bahwa hipertensi merupakan kondisi kronis yang membutuhkan deteksi dini, monitoring berkelanjutan, dan penatalaksanaan tepat untuk mencegah komplikasi serius (WHO, 2021). komplikasi serius seperti stroke, gagal jantung, penyakit ginjal kronis, dan kerusakan pembuluh darah sistemik. Hipertensi adalah 10 kondisi ketika tekanan darah sistolik mencapai ≥130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥80 mmHg berdasarkan pengukuran yang valid, dengan kategori hipertensi tahap 1 pada 130–139/80–89 mmHg dan hipertensi tahap 2 pada ≥140/≥90 mmHg (American Heart Association/American College of Cardiology, 2017). Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang ditentukan berdasarkan minimal dua kali pengukuran dalam keadaan tenang dan sesuai prosedur standar (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). (2020 International Society of Global Hypertension (ISH) 2.3 Etilogi Menurut World Health Organization (WHO, 2023), penyebab hipertensi terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan bentuk yang paling sering terjadi dan timbul akibat kombinasi faktor genetik, usia, dan gaya hidup. Sementara itu, hipertensi sekunder muncul akibat kondisi medis tertentu, terutama gangguan ginjal, gangguan endokrin, dan efek obat-obatan. World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa etiologi hipertensi bersifat multifaktorial, yang berarti terbentuk dari kombinasi faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan perubahan fisiologis tubuh. WHO menekankan bahwa sebagian besar kasus 11 merupakan hipertensi primer, yang tidak memiliki satu penyebab spesifik tetapi berkembang akibat interaksi jangka panjang antara gaya hidup tidak sehat dan kerentanan biologis individu. Faktor risiko utama menurut WHO meliputi konsumsi garam berlebihan, pola makan rendah buah dan sayuran, kurangnya aktivitas fisik, kelebihan berat badan atau obesitas, serta konsumsi alkohol dan rokok yang dapat meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Selain itu, WHO menyoroti bahwa stres psikologis, penuaan, serta riwayat keluarga hipertensi berperan penting dalam memicu perubahan regulasi tekanan darah melalui gangguan fungsi endotel, kekakuan pembuluh darah, dan aktivasi sistem renin–angiotensin– aldosteron (RAAS). Pada sebagian kecil kasus, WHO menyebutkan adanya hipertensi sekunder yang disebabkan oleh kondisi medis tertentu seperti penyakit ginjal, kelainan endokrin, atau efek samping obat tertentu. Secara keseluruhan, WHO menegaskan bahwa etiologi hipertensi lebih dipengaruhi oleh kombinasi faktor perilaku dan biologis yang saling memperkuat, sehingga pencegahan harus difokuskan pada perubahan gaya hidup dan kontrol faktor risiko masyarakat secara luas (WHO, 2021). Menurut American Heart Association (AHA, 2024), hipertensi primer berkembang melalui mekanisme multifaktorial seperti peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, gangguan regulasi ginjal terhadap natrium, serta disfungsi endotel. Sedangkan hipertensi sekunder secara jelas disebabkan oleh penyakit atau kelainan organ yang secara langsung memicu peningkatan tekanan darah. Sementara itu, Joint National Committee (JNC 8, 2014) dan International Society of Hypertension (ISH, 2020) juga menegaskan bahwa hipertensi primer merupakan kombinasi faktor risiko yang sulit ditentukan satu penyebab tunggal. Sebaliknya, hipertensi sekunder memiliki etiologi spesifik dan seringkali dapat dikoreksi ketika penyebab dasarnya ditangani. 2.2.1 Etiologi Hipertensi Primer / Esensial Etilogi Hipertensi Primer / Esensial sendiri terdiri dari: 1. Riwayat keluarga hipertensi 2. Obesitas 3. Konsumsi garam tinggi 4. Kurang aktivitas fisik 5. Merokok dan alkohol 6. Stres 7. Usia lanjut 12 2.1.2 Etiologi Hipertensi Sekunder Etilogi Hipertensi Sekunder Teridri Dari : 1. Gagal Jantung (CHF – Congestive Heart Failure) 2. Penyakit Arteri Koroner (CAD / Jantung Koroner) 3. Aritmia 4. Penyakit ginjal kronik (CKD) 5. Stenosis arteri renalis 6. Glomerulonefritis 7. Polikistik ginjal 8. Feokromositoma 9. Hipertiroid / Hipotiroid 10. Sindrom Cushing 11. Hiperparatiroid 12. Koarktasio aorta 13. NSAID 14. Steroid 15. Kontrasepsi oral (estrogen) 16. Dekongestan (pseudoefedrin) 17. Kokain / amfetamin 18. Obstructive Sleep Apnea (OSA) 19. Kehamilan (preeklamsia) 20. Transplantasi organ tertentu 21. Konsumsi alkohol berat 2.3 Faktor Resiko 1. Penyebab Renal Termasuk CKD, glomerulonefritis, stenosis arteri renalis, dan ginjal polikistik yang memicu retensi cairan serta aktivasi RAAS. 2. Penyebab Endokrin Meliputi hiperaldosteronisme, feokromositoma, sindrom Cushing, gangguan tiroid, dan akromegali yang mengganggu regulasi hormon tekanan darah. 3. Penyebab Kardiovaskular Koarktasio aorta yang meningkatkan tekanan darah di bagian tubuh atas. 4. Penyebab Obat/Zat Termasuk kontrasepsi estrogen, NSAID, kortikosteroid, dekongestan, antidepresan tertentu, siklosporin/takrolimus, serta kokain dan amfetamin yang meningkatkan retensi cairan atau stimulasi simpatis. Menurut World 13 Health Organization (WHO, 2023) dan American Heart Association (AHA, 2024), hipertensi berkembang akibat kombinasi berbagai faktor risiko yang memengaruhi keseimbangan tekanan darah, baik melalui perubahan vaskular, hormonal, maupun gaya hidup. Faktor risiko ini dapat dibagi menjadi faktor yang tidak dapat diubah (non-modifiable) dan yang dapat diubah (modifiable). Berikut faktor risiko utama hipertensi: 1. Usia 2. Obesitas 3. Merokok 4. Konsumsi Garam Tinggi 5. Kurang Aktivitas Fisik 6. Riwayat Keluarga Hipertensi 7. Konsumsi Alkohol Berlebihan 8. Stres Psikologis 2.4 Klasifikasi Hipertensi 2.4.1 Tabel Klasifiikasi (JNC 8, ISH 2020, ESC 2023). 2.5 Patofisiologi 2.5.1 Aktivasi sistem RAAS Aktivasi renin angiotensin aldosteron system (RAAS) meningkatkan tekanan darah melalui rangkaian enzim-hormon: renin memecah angiotensinogen menjadi Ang I yang diubah menjadi Ang II (via ACE). Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteriol langsung dan merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal sehingga meningkatkan volume intravaskular dan cardiac output. Selain itu, Ang II mempromosikan proliferasi sel otot polos vaskular dan disfungsi 14 endotel yang memperkuat hipertensi kronis. (Ksiazek, 2024; Brunner & Suddarth, 2021). 2.5.2 Disfungsi endotel Endotel vaskular menghasilkan mediator vasodilator (mis. nitric oxide, NO) dan vasokonstriktor (mis. endotelin). Disfungsi endotel ditandai oleh berkurangnya ketersediaan NO akibat stres oksidatif, peradangan, atau faktor metabolik (insulin resistensi, hiperlipidemia). Ketidakseimbangan ini mengarah pada vasokonstriksi kronis, adhesi sel inflamasi, permeabilitas yang meningkat, dan pro-remodelling vaskular sehingga resistensi perifer meningkat dan hipertensi menetap (Wang, 20245). 2.5.3 Overaktivitas sistem saraf simpatis (SNS) Overaktivitas SNS meningkatkan tekanan darah melalui kenaikan frekuensi jantung (HR), kontraktilitas miokardium, dan vasokonstriksi arteriol perifer. Stimulasi simpatis kronis juga merangsang sekresi renin oleh ginjal (memperkuat RAAS) dan mendorong insulin resistance serta remodeling vaskular. Pada hipertensi resisten, bukti menunjukkan level aktivasi simpatis yang sangat tinggi berkorelasi dengan risiko organ target damage. (Grassi, 2024; Seravalle, 2022). 2.5.4 Retensi natrium dan air Retensi natrium air meningkatkan volume intravaskular sehingga menaikkan preload dan curah jantung. Pada beberapa individu (saltsensitive), intake natrium tinggi atau gangguan ekskresi natrium (mis. karena CKD, hiperaldosteronisme) menyebabkan penumpukan natrium jaringan/interstitium dan disfungsi sistem limfatik/interstisial yang memperburuk kenaikan tekanan. Mekanisme hormonal (aldosteron) dan vaskular (remodelling) kemudian mempertahankan tekanan tinggi meskipun asupan garam dikurangi. (Maa-li-ki/Ma et al., 2022; Rossitto, 2024). 2.5.5 Perubahan struktur pembuluh darah (vascular remodeling) Hipertensi kronis menyebabkan adaptasi struktural pembuluh: hipertrofi dinding arteriol (penebalan media), reduksi lumen, fibrotik adventitia, dan peningkatan kekakuan arteri besar (arterial stiffness). Perubahan seluler melibatkan proliferasi dan migrasi sel otot polos vaskular, deposisi matriks ekstraseluler, dan interaksi sel-sel imun. Remodeling ini meningkatkan resistensi perifer tetap (fixed vascular resistance) sehingga mempertahankan atau memperparah hipertensi. (Zeng, 2024; Dai, 2025). 15 2.5.6 Pathway ( KTI ANISA,2024) 2.6 Menifestasi Klinis 2.6.1 Manifestasi Klinis Hipertensi sangat bervariasi, tergantung tingkat keparahan, durasi penyakit, dan adanya kerusakan organ target. Menurut American Heart Association (AHA, 2024) dan European Society of Hypertension (ESH, 2023), sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimtomatik, sehingga hipertensi sering disebut sebagai silent killer (AHA, 2024). Namun, pada beberapa individu dapat muncul gejala ringan hingga berat akibat peningkatan tekanan darah atau komplikasi organ target. 16 a. Sakit Kepala Occipital b. Pusing (Dizziness atau Lightheadedness) c. Epistaksis (Hidung Berdarah) d. Telinga Berdenging (Tinnitus) e. Keletihan (Fatigue) 2.6.2 Banyak Pasien Asimtomatik Lebih dari 50% pasien hipertensi tidak merasakan gejala apa pun pada fase awal. Kondisi asimtomatik ini menyebabkan banyak kasus tidak terdiagnosis hingga terjadi kerusakan organ target seperti stroke, gagal jantung, penyakit ginjal kronis, atau retinopati hipertensi (WHO, 2023; AHA, 2024). Sebagian besar pasien hipertensi tidak menunjukkan gejala apa pun pada tahap awal, sehingga kondisi ini dikenal sebagai “silent killer”. Menurut World Health Organization (WHO, 2023) dan American Heart Association (AHA, 2024), lebih dari 50–70% penderita hipertensi baru terdiagnosis ketika dilakukan pemeriksaan tekanan darah rutin atau saat sudah terjadi komplikasi organ target. 2.7 Komplikasi Hipertensi Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan kerusakan pada organorgan penting akibat peningkatan tekanan dinding vaskular, remodeling pembuluh darah, dan gangguan perfusi kronis. Menurut European Society of Hypertension (ESH, 2023) dan American Heart Association (AHA, 2024), organ yang paling sering terdampak adalah jantung, otak, ginjal, mata, dan pembuluh darah besar. 1. Jantung Left Ventricular Hypertrophy (LVH), Congestive Heart Failure (CHF), Coronary Artery Disease (CAD). 2. Otak Stroke Iskemik dan Hemoragik 3. Ginjal Chronic Kidney Disease (CKD) 4. Mata Retinopati Hipertensi 5. Pembuluh Darah BesarAneurisma Aorta 6. Diseksi Aorta 7. Perifer Peripheral Artery Disease (PAD) 8. Hipertensi Maligna (Emergency) Ditandai tekanan darah sangat tinggi >180/120 mmHg disertai tanda kerusakan organ target akut. Peningkatan tekanan darah akut mengganggu autoregulasi serebral sehingga terjadi edema otak Gejala nya seperti: a. sakit kepala hebat b. muntah c. kebingungan 17 d. kejang e. penurunan kesadaran 2.7 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang untuk menilai kemungkinan kerusakan organ target dan mengidentifikasi penyebab sekunder (Whelton, 2018; Kemenkes RI, 2020). 1. Anamnesis a. Riwayat peningkatan tekanan darah sebelumnya b. Riwayat keluarga hipertensi atau penyakit kardiovaskular c. Gaya hidup (pola makan tinggi garam, merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik) d. Gejala kerusakan organ target (nyeri dada, sesak, pandangan kabur, sakit kepala berat) e. Riwayat penggunaan obat yang dapat meningkatkan tekanan darah (mis. NSAID, steroid, kontrasepsi oral) Anamnesis membantu memastikan apakah pasien mengalami hipertensi primer atau dicurigai hipertensi sekunder (Carretero & Oparil, 2020). 2. Pemeriksaan Fisik a. Pasien istirahat 5 menit b. Lengan sejajar jantung c. Manset sesuai ukuran lengan d. Tidak merokok/kafein 30 menit sebelum pemeriksaan e. Dilakukan ≥2 kali dalam dua kesempatan berbeda f. Gunakan alat terkalibrasi (O’Brien, 2019) Selain itu, pemeriksaan fisik meliputi: a. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) b. Evaluasi nadi, bunyi jantung, atau murmur c. Pemeriksaan ekstremitas untuk edema d. Pemeriksaan fundus (opsional) untuk retinopati hipertensi e. Pemeriksaan abdomen untuk bruit arteri renal 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Darah 1. Fungsi ginjal: ureum, kreatinin (evaluasi CKD) 2. Elektrolit: natrium, kalium (menilai hiperaldosteronisme) 3. Profil lipid: LDL, HDL, trigliserida (risiko kardiovaskular) 4. Gula darah puasa (komorbiditas DM) 18 b. Pemeriksaan Urine c. Elektrokardiografi (EKG) 1. Left Ventricular Hypertrophy (LVH) 2. Iskemia atau riwayat infark 3. Gangguan irama d. USG Ginjal 1. Kelainan struktural ginjal 2. Penyempitan arteri renal 3. Ukuran ginjal pada CKD e. Funduskopi (Opsional) 1. Hipertensi tidak terkontrol 2. Ada gejala visual 3. Diduga terdapat retinopati hipertensi 2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah ke target yang aman, mencegah kerusakan organ target, dan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Pendekatan terapi meliputi modifikasi gaya hidup (non-farmakologis) dan terapi obat (farmakologis). (AHA/ACC, ESC 2023, dan ISH 2020). 2.8.1 Penatalaksanaan Non-Farmakologis Pendekatan non-farmakologis merupakan langkah awal dan tetap dianjurkan pada semua tingkat hipertensi, baik sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan obat. Intervensi ini terbukti efektif menurunkan tekanan darah sistolik hingga 4–11 mmHg (Whelton, 2018). 1. Diet Rendah Garam dan Pola Makan DASH 2. Aktivitas Fisik Teratur 3. Berhenti Merokok 4. Manajemen Stres 5. Mengurangi Konsumsi Alkohol 2.8.2 Penatalaksanaan Farmakologis 1. ACE Inhibitor (ACEi) 2. Calcium Channel Blocker (CCB) 3. Diuretik Tiazid 4. Beta Blocker (tertentu) Contoh: carvedilol. 19 bisoprolol, metoprolol, 2.9 Pencegahan Hipertensi Pencegahan hipertensi merupakan upaya penting dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Pendekatan pencegahan berfokus pada promosi kesehatan, deteksi dini, edukasi masyarakat, serta perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor risiko. Strategi ini telah direkomendasikan oleh WHO, ISH, AHA, dan Kementerian Kesehatan RI sebagai bagian dari program pengendalian penyakit tidak menular (WHO, 2021; ISH, 2020; Kemenkes RI, 2020). 1. Promosi Kesehatan 2. Skrining Dini 3. Edukasi Diet dan Nutrisi 4. Modifikasi Gaya Hidup Masyarakat 20 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan a. Hipertensi adalah kondisi peningkatan tekanan darah persisten yang dapat menyebabkan kerusakan organ target. b. Banyak pasien tidak bergejala, namun dapat muncul keluhan seperti sakit kepala occipital, pusing, epistaksis, telinga berdenging, dan kelelahan. c. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik (pengukuran tekanan darah yang benar), serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, urine, EKG, USG ginjal, dan funduskopi. d. Komplikasi hipertensi melibatkan jantung, otak, ginjal, mata, dan pembuluh darah. e. Penatalaksanaan mencakup modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis dengan berbagai kelas obat. f. Pencegahan dilakukan melalui promosi kesehatan, skrining dini, edukasi diet, dan perubahan gaya hidup masyarakat. g. Prognosis baik bila tekanan darah terkontrol, namun buruk jika sudah terjadi komplikasi organ target. 3.2 Saran Untuk Individu Dan Kelompok: a. Menerapkan gaya hidup sehat: diet rendah garam, olahraga rutin, berhenti merokok, dan mengurangi stres. b. Memantau tekanan darah secara berkala dan melakukan pemeriksaan kesehatan teratur. c. Patuh terhadap terapi obat jika sudah didiagnosis hipertensi. d. Mengembangkan materi dengan referensi terbaru dari WHO dan Kemenkes e. Menambah analisis kasus atau contoh klinis untuk memperkaya pemahaman. f. Memperbaiki struktur penulisan agar lebih terstandar dan mudah dipahami. 21 Daftar Pustaka American Heart Association (AHA). (2020). Endothelial dysfunction and hypertension. American Heart Association (AHA). (2020). Heart and circulatory system overview. Gray’s Anatomy: Standring, S. (2020). Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice (42nd ed.). Elsevier. Goldberger, A. L. (2019). Clinical Electrocardiography: A Simplified Approach. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2021). Textbook of Medical Physiology (14th ed.). Elsevier. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2021). Vascular physiology and hemodynamics. Hall, J. E. (2021). Regulation of arterial pressure and cardiac output. International Society of Hypertension (ISH). (2020). Global Hypertension Practice Guidelines. Joint National Committee (JNC 7). (2003). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Joint National Committee (JNC 8). (2014). Guideline for management of high blood pressure in adults. Kearney, P. M. (2020). Global burden of hypertension and control rates. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Pedoman Teknis Pengendalian Hipertensi. Nugraha, T. (2020). Prevalensi hipertensi di DKI Jakarta berdasarkan Riskesdas 2018. Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementerian Kesehatan RI. 22 Risa, A. (2021). Hubungan obesitas sentral dengan hipertensi pada perempuan di Indonesia. Standring, S. (2020). Structure and function of arteries, veins, and capillaries. Tirtasari, S., & Kodim, N. (2019). Prevalensi dan faktor risiko hipertensi di Indonesia. Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2017). Principles of Anatomy and Physiology (15th ed.). Wiley. Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2017). Microcirculation and capillary exchange. World Health Organization (WHO). (2020). Global mortality from hypertension. World Health Organization (WHO). (2021). Guideline for the pharmacological treatment of hypertension.World Health Organization (WHO). (2021). Hypertension. Geneva: WHO. Zhou, B. (2021). Global and regional trends in hypertension prevalence 23 24