Uploaded by common.user151783

Hipertensi Ibu Erika (4) (2)

advertisement
MAKALAH HIPERTENSI
ESSENTIALS PATHOPHYSIOLOGY
DOSEN PENGGAMPU
Erika Lubis, S.Kp,. MN.
DI SUSUN OLEH:
1.
2.
3.
4.
Riki Sahputra
Fiury Carvansandi Aruhandita
Syakurah Rizkia Mauorla
Ezra Hotma
012311020
012311008
012311001
012111113
PROGRAM STUDI S1 - KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
2025
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya makalah ini dapat disusun. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas/keperluan akademik dengan tujuan menyajikan tinjauan ilmiah yang
komprehensif tentang hipertensi—meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi (dilengkapi pathway), pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
farmakologi dan non-farmakologi, serta komplikasi. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi mahasiswa, tenaga kesehatan, dan pembaca lain yang memerlukan
ringkasan ilmiah tentang hipertensi. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk
perbaikan.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis dengan prevalensi yang terus
meningkat setiap tahunnya, baik di dunia, di Indonesia, maupun di wilayah
perkotaan seperti DKI Jakarta. Kondisi ini menjadi tantangan serius dalam bidang
kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti
penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal ginjal yang berdampak besar terhadap
kualitas hidup individu dan produktivitas masyarakat. Melalui makalah ini, penulis
berupaya memberikan gambaran menyeluruh tentang definisi, etiologi, faktor
risiko, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
farmakologis dan nonfarmakologis, serta komplikasi hipertensi berdasarkan
sumber-sumber ilmiah terkini dari jurnal dan buku keperawatan terbaru.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dosen pembimbing, teman-teman sejawat, serta pihak-pihak lain
yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan dukungan selama proses
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, terutama bagi mahasiswa keperawatan dan tenaga kesehatan dalam
meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam pencegahan dan
penatalaksanaan hipertensi di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ilmiah di masa mendatang.
Jakarta, 12 Oktober 2025
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan global utama yang
diakui oleh World Health Organization (WHO) sebagai silent killer karena
sering tidak menimbulkan gejala namun berpotensi menimbulkan
komplikasi serius seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. Secara
global, lebih dari 1,28 miliar orang berusia 30–79 tahun hidup dengan
hipertensi, dan sekitar 46% tidak mengetahui bahwa mereka mengidap
kondisi tersebut (WHO, 2021). Faktor risiko seperti konsumsi garam
berlebihan, obesitas, merokok, stres, serta kurangnya aktivitas fisik
berkontribusi besar terhadap peningkatan angka kejadian.
Pada tingkat regional, kawasan Asia memiliki beban hipertensi yang tinggi
dan terus meningkat. Asia Tenggara dan Asia Timur mencatat prevalensi
hipertensi yang lebih tinggi dibanding beberapa wilayah lainnya,
dipengaruhi oleh perubahan pola makan, urbanisasi cepat, serta
meningkatnya angka obesitas (Zhou,2021). Menunjukkan prevalensi
hipertensi di negara-negara Asia mencapai 30–45% pada orang dewasa,
sementara tingkat kontrol hipertensi masih rendah di bawah 20%, Asia
menyumbang proporsi besar kematian akibat penyakit kardiovaskular yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi, menjadikan hipertensi sebagai
tantangan kesehatan masyarakat utama di kawasan ini (Kearney,2020).
Di Indonesia hipertensi termasuk dalam penyakit tidak menular dengan
prevalensi hipertensi mencapai 34,1% pada penduduk usia ≥18 tahun,
menunjukkan tren peningkatan dibandingkan survei sebelumnya
menegaskan bahwa hipertensi di Indonesia diperburuk oleh rendahnya
kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah serta
banyaknya faktor risiko seperti obesitas, konsumsi makanan tinggi natrium,
kebiasaan merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Selain itu, perempuan
menunjukkan prevalensi lebih tinggi terutama pada mereka yang mengalami
obesitas sentral (Riskesdas, 2018).
Pada tingkat daerah DKI Jakarta mencatat angka hipertensi yang juga
memprihatinkan prevalensi hipertensi di DKI Jakarta mencapai 22,7%
menunjukkan bahwa tingginya beban hipertensi di Jakarta berkaitan erat
dengan gaya hidup masyarakat perkotaan, termasuk konsumsi makanan
cepat saji, tingginya tingkat stres, polusi, serta minimnya aktivitas fisik.
Kondisi ini menegaskan perlunya strategi preventif dan promotif yang lebih
kuat, seperti edukasi kesehatan, pengendalian pola makan, dan pemeriksaan
3
tekanan darah secara rutin untuk mencegah peningkatan kasus setiap tahun
(Riskesdas 2018).
Hipertensi memiliki dampak terhadap morbiditas dan mortalitas karena
menjadi faktor risiko utama stroke, penyakit jantung, gagal ginjal, dan
kerusakan pembuluh darah. WHO mencatat hipertensi menyebabkan lebih
dari 10 juta kematian per tahun, terutama akibat komplikasi kardiovaskular.
Hal ini diperburuk dengan banyaknya kasus hypertensi yang tidak
terdiagnosis sehingga komplikasi muncul lebih cepat dan lebih berat.
Topik hipertensi penting dibahas karena prevalensinya yang meningkat,
banyak kasus tidak terdeteksi, dan komplikasinya berat namun sebenarnya
dapat dicegah. Pemahaman yang baik mengenai faktor risiko, deteksi dini,
dan pengendalian gaya hidup sangat penting untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat hipertensi. Peran perawat dalam hal ini
Perawat memiliki peran sentral dalam pengendalian hipertensi, meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam aspek promotif,
perawat berperan memberikan edukasi kesehatan mengenai pola makan
rendah natrium, peningkatan aktivitas fisik, manajemen stres, serta
modifikasi gaya hidup sehat lainnya untuk mencegah terjadinya hipertensi
(American Heart Association, 2021).
Pada tataran preventif, perawat melakukan skrining tekanan darah secara
rutin, mengidentifikasi faktor risiko seperti obesitas, riwayat keluarga,
merokok, dan perilaku sedentari, sehingga dapat mendeteksi hipertensi
sejak dini (WHO, 2021). Perawat juga memiliki peran kuratif, yaitu
memantau kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat antihipertensi,
melakukan pengkajian tanda dan gejala komplikasi, memberikan konseling
mengenai pentingnya kontrol tekanan darah, serta bekerja sama dengan tim
medis untuk menyusun rencana perawatan yang tepat (Potter & Perry,
2020).
Selain itu, perawat berperan dalam rehabilitatif, yaitu membantu pasien
mempertahankan gaya hidup sehat jangka panjang melalui follow-up rutin,
pemantauan tekanan darah, dan pemberian dukungan terhadap perubahan
perilaku kombinasi peran ini terbukti dapat meningkatkan kontrol tekanan
darah dan menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular pada pasien
hipertensi (Smeltzer,2022).
4
1.2 Tujuan Umum
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Essentials Pathophysiology serta untuk memperdalam pemahaman
mengenai konsep penyakit hipertensi. Penyusunan makalah ilmiah ini
diharapkan dapat membantu penulis memahami latar belakang, mekanisme
terjadinya, serta dampak hipertensi terhadap kesehatan, sehingga mampu
mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam konteks keperawatan dan
praktik klinis.
1.3 Tujuan Khusus
Makalah ini disusun dengan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Menjelaskan review anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskular
jantung dan pembuluh darah.
2. Menjelaskan Defenisi klasifikasi atau tipe hipertensi
3. Mengidentifikasi Etilogi hipertensi dan faktor resiko yang
berkontribusi terhadapan perkembangan hipertensi.
4. Mengidentifikasih manifestasi klinis hipertensi
5. Mengidentifikasih Patofisiologi
6. Mengidentifikasih Pathway
7. Mengidentifikasih Pameriksaan Penunjang
8. Mengidentifikasih Pengobatan
9. Mengidentifikasih Komplikasi
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan pada makalah ini menggunakan studi pustaka (literature
review). Penulis mengumpulkan dan mempelajari berbagai sumber ilmiah yang
relevan terkait hipertensi, seperti:
1. Buku-buku keperawatan dan medis
a) Buku keperawatan medikal bedah
b) Buku patofisiologi
c) Buku anatomi dan fisiologi
2. Jurnal ilmiah nasional maupun internasional
a) Jurnal penelitian terkait hipertensi, faktor risiko, patofisiologi, dan
penatalaksanaannya.
b) Artikel ilmiah dari database terpercaya seperti Google Scholar
3. Panduan praktik klinis dan sumber ilmiah lain
a) Pedoman hipertensi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan
b) Sumber elektronik ilmiah yang kredibel
Seluruh informasi kemudian dianalisis, dirangkum, dan disusun secara
sistematis untuk menghasilkan makalah yang komprehensif mengenai definisi,
anatomi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
serta penatalaksanaan hipertensi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Review Anatomi Dan Fisilogi Sistem Kardiovaskular
Dan Pembuluh Darah
2.1.1. Gambar Anatomi Jantung
(Gambar Anatomi Jantung Wikipedia)
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang
bertugas mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jantung memiliki empat
ruang (atrium dan ventrikel kanan dan kiri) serta memompa darah melalui
dua sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonal untuk pertukaran oksigen di paruparu dan sirkulasi sistemik untuk mengalirkan darah kaya oksigen ke
seluruh jaringan. Sistem kardiovaskular merupakan sistem vital yang
berfungsi mempertahankan perfusi jaringan dengan membawa oksigen dan
nutrisi ke seluruh tubuh serta mengangkut sisa metabolisme untuk
diekskresikan. Sistem ini terdiri dari jantung sebagai pompa utama dan
sirkulasi darah sebagai jalur transportasi yang memungkinkan pertukaran
zat terjadi secara efektif (Guyton & Hall, 2021).
Jantung adalah organ berotot dengan berat ±300 gram, terletak di
mediastinum tengah, sedikit ke kiri dari garis tengah. Jantung terdiri dari
empat ruang, yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel
kiri. Masing-masing ruang dipisahkan oleh katup yang berfungsi menjaga
aliran darah satu arah:
1. Katup trikuspid: antara atrium kanan dan ventrikel kanan
2. Katup mitral: antara atrium kiri dan ventrikel kiri
3. Katup pulmonal: keluar dari ventrikel kanan
4. Katup aorta: keluar dari ventrikel kiri
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan utama:
1. Endokardium lapisan terdalam yang melapisi ruang jantung.
2. Miokardium lapisan otot yang berfungsi menghasilkan kontraksi.
6
3.
Perikardium lapisan pelindung luar yang terdiri dari perikardium
fibrosa dan serosa. (Guyton & Hall, 2021).
Jantung berkontraksi secara ritmis melalui proses yang disebut siklus jantung,
yang terdiri dari fase diastol (relaksasi dan pengisian) serta sistol (kontraksi
dan pemompaan darah). Refilling atrium dan ventrikel yang optimal sangat
dipengaruhi oleh compliance otot jantung, tekanan intrakardiak, dan
integritas katup (Hall, 2021).
Kontraksi miokardium terjadi akibat aktivitas listrik yang dihasilkan oleh
sistem konduksi jantung, di antaranya:
1. Nodus sinoatrial (SA node) sebagai pacemaker utama
2. Nodus atrioventrikular (AV node).
Impuls listrik ini menyebabkan depolarisasi dan repolarisasi, yang terlihat
pada elektrokardiogram (EKG). Mekanisme ini memungkinkan jantung
memompa sekitar 5 liter darah per menit pada orang dewasa saat istirahat
(AHA, 2020).
Secara fisiologis, sistem kardiovaskular memiliki beberapa fungsi utama:
1. Mengangkut oksigen dan nutrisi ke jaringan
2. Membuang CO₂ dan limbah metabolik
3. Mengatur suhu tubuh melalui distribusi panas
4. Menjaga homeostasis tekanan darah dan volume cairan (Tortora &
Derrickson, 2017).
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung (cardiac output) dan resistensi
perifer total. Gangguan pada fungsi pompa jantung, tonus vaskular, atau
regulasi saraf–hormonal dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah
yang kronis. Regulasi tekanan darah melibatkan baroreseptor, sistem saraf
simpatis, renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS), serta hormon
antidiuretik (Hall, 2021).
7
2.1.2 Gambar Anatomi Pembuluh Darah
(Gambar : Wikipedia)
Pembuluh darah terdiri dari arteri, kapiler, dan vena. Arteri membawa
darah bertekanan tinggi dari jantung, kapiler menjadi tempat pertukaran
oksigen dan nutrisi, sedangkan vena mengembalikan darah ke jantung
dengan bantuan katup untuk mencegah aliran balik. Secara fisiologis,
tekanan darah diatur oleh curah jantung dan resistensi pembuluh darah,
serta dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, hormon, dan fungsi ginjal.
Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah atau hipertensi. Pembuluh darah merupakan komponen
utama dari sistem kardiovaskular yang berfungsi sebagai jalur
transportasi darah dari dan menuju jantung. Struktur dan fungsi
pembuluh darah sangat berperan dalam pengaturan tekanan darah,
resistensi perifer, serta perfusi jaringan. Oleh karena itu, pemahaman
mendalam mengenai anatomi dan fisiologi pembuluh darah menjadi
dasar penting dalam memahami patogenesis hipertensi (Guyton & Hall,
2021).
Secara umum, pembuluh darah dibagi menjadi tiga jenis utama :
a. Arteri
Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah keluar dari
jantung menuju jaringan tubuh. Dinding arteri bersifat tebal, elastis,
dan memiliki lumen yang lebih kecil dibanding vena. Struktur
dinding arteri terdiri atas tiga lapisan:
1. Tunica intima: lapisan endotel yang memfasilitasi aliran darah
yang halus.
8
2. Tunica media: lapisan otot polos dan serat elastin yang berperan
dalam vasokonstriksi dan vasodilatasi.
3. Tunica adventitia: lapisan luar berisi jaringan ikat yang
memberikan kekuatan struktural. (Standring, 2020).
Arteri besar seperti aorta memiliki elastisitas tinggi yang
memungkinkan meredam fluktuasi tekanan darah akibat denyut
jantung.
b. Arteriola
Arteriola merupakan cabang kecil dari arteri yang mengatur resistensi
perifer total. Arteriola memiliki dinding otot polos yang tebal dan
sangat responsif terhadap sinyal hormonal dan saraf. Perubahan
diameter arteriola merupakan faktor utama dalam pengaturan tekanan
darah (Hall, 2021).
c. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah berdiameter sangat kecil dengan
dinding tipis yang hanya terdiri dari satu lapis endotel. Kapiler
memungkinkan terjadinya pertukaran gas (O₂ dan CO₂), nutrisi, dan
produk metabolisme antara darah dan jaringan. Jenis kapiler meliputi:
1. Kontinu: ditemukan di otot dan kulit
2. Fenestrata: pada ginjal dan usus
d. Vena
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah kembali ke
jantung. Dinding vena lebih tipis dibanding arteri dan memiliki lumen
lebih besar. Beberapa vena memiliki katup yang berfungsi mencegah
aliran balik, terutama pada ekstremitas bawah. Vena juga berfungsi
sebagai reservoir darah, menyimpan sekitar 60–70% volume darah
total (Guyton & Hall, 2021).
2.2. Definisi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan
prevalensi tinggi secara global dan menjadi faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular. Kondisi ini ditandai oleh peningkatan
tekanan darah secara persisten ≥140/90 mmHg berdasarkan
pengukuran berulang dalam kondisi standar (World Health
Organization, 2021). WHO juga menegaskan bahwa hipertensi
dikenal sebagai silent killer karena tidak bergejala namun
menyebabkan kerusakan organ target seperti jantung, ginjal, otak,
dan pembuluh darah (WHO, 2021).
9
Menurut standar internasional, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan darah yang menetap di atas 140/90 mmHg yang diukur pada
minimal dua kali kunjungan berbeda (Joint National Committee,
JNC 7/8, 2014). JNC juga mengelompokkan hipertensi menjadi
tahap 1 pada kisaran 140–159/90–99 mmHg dan tahap 2 pada nilai
≥160/100 mmHg (JNC 7, 2003), sementara JNC 8 menekankan
target terapi berdasarkan usia dan komorbid namun tetap
mempertahankan kriteria diagnosis ≥140/90 mmHg (JNC 8, 2014).
International Society of Hypertension mendefinisikan hipertensi
sebagai tekanan darah klinis ≥140/90 mmHg atau tekanan darah
≥130/80 mmHg pada pengukuran di luar klinik seperti ambulatory
blood pressure monitoring (ABPM) dan home blood pressure
monitoring (HBPM) (International Society of Hypertension, ISH
Guidelines, 2020).
ISH menekankan pentingnya mempertimbangkan variabilitas
tekanan darah, teknik pengukuran yang benar, serta fenomena
hipertensi jas putih dan terselubung. Di Indonesia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
diastolik ≥90 mmHg berdasarkan pengukuran minimal dua kali
dalam keadaan tenang kemenkes juga menetapkan hipertensi
sebagai prioritas nasional pengendalian penyakit tidak menular
karena tingginya prevalensi dan rendahnya tingkat kesadaran
penderita (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Sementara itu, American Heart Association dan American College
of Cardiology mendefinisikan hipertensi mulai dari tekanan darah
≥130/80 mmHg, di mana tekanan darah 130–139/80–89 mmHg
sudah termasuk kategori hipertensi tahap 1 (AHA/ACC, 2017).
Penetapan batas yang lebih rendah bertujuan meningkatkan deteksi
dini dan meminimalkan risiko kejadian kardiovaskular.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat perbedaan ambang
diagnostik, seluruh organisasi kesehatan global sepakat bahwa
hipertensi merupakan kondisi kronis yang membutuhkan deteksi
dini, monitoring berkelanjutan, dan penatalaksanaan tepat untuk
mencegah komplikasi serius (WHO, 2021).
komplikasi serius seperti stroke, gagal jantung, penyakit ginjal
kronis, dan kerusakan pembuluh darah sistemik. Hipertensi adalah
10
kondisi ketika tekanan darah sistolik mencapai ≥130 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥80 mmHg berdasarkan pengukuran yang
valid, dengan kategori hipertensi tahap 1 pada 130–139/80–89
mmHg dan hipertensi tahap 2 pada ≥140/≥90 mmHg (American
Heart Association/American College of Cardiology, 2017).
Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang ditentukan
berdasarkan minimal dua kali pengukuran dalam keadaan tenang dan
sesuai prosedur standar (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2019).
(2020 International Society of Global Hypertension (ISH)
2.3 Etilogi
Menurut World Health Organization (WHO, 2023), penyebab
hipertensi terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hipertensi
primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
merupakan bentuk yang paling sering terjadi dan timbul akibat
kombinasi faktor genetik, usia, dan gaya hidup. Sementara itu,
hipertensi sekunder muncul akibat kondisi medis tertentu, terutama
gangguan ginjal, gangguan endokrin, dan efek obat-obatan.
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa etiologi
hipertensi bersifat multifaktorial, yang berarti terbentuk dari
kombinasi faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan perubahan
fisiologis tubuh. WHO menekankan bahwa sebagian besar kasus
11
merupakan hipertensi primer, yang tidak memiliki satu penyebab
spesifik tetapi berkembang akibat interaksi jangka panjang antara
gaya hidup tidak sehat dan kerentanan biologis individu. Faktor
risiko utama menurut WHO meliputi konsumsi garam berlebihan,
pola makan rendah buah dan sayuran, kurangnya aktivitas fisik,
kelebihan berat badan atau obesitas, serta konsumsi alkohol dan
rokok yang dapat meningkatkan tekanan darah melalui
vasokonstriksi dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis.
Selain itu, WHO menyoroti bahwa stres psikologis, penuaan, serta
riwayat keluarga hipertensi berperan penting dalam memicu
perubahan regulasi tekanan darah melalui gangguan fungsi endotel,
kekakuan pembuluh darah, dan aktivasi sistem renin–angiotensin–
aldosteron (RAAS). Pada sebagian kecil kasus, WHO menyebutkan
adanya hipertensi sekunder yang disebabkan oleh kondisi medis
tertentu seperti penyakit ginjal, kelainan endokrin, atau efek samping
obat tertentu. Secara keseluruhan, WHO menegaskan bahwa etiologi
hipertensi lebih dipengaruhi oleh kombinasi faktor perilaku dan
biologis yang saling memperkuat, sehingga pencegahan harus
difokuskan pada perubahan gaya hidup dan kontrol faktor risiko
masyarakat secara luas (WHO, 2021).
Menurut American Heart Association (AHA, 2024), hipertensi
primer berkembang melalui mekanisme multifaktorial seperti
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, gangguan regulasi ginjal
terhadap natrium, serta disfungsi endotel. Sedangkan hipertensi
sekunder secara jelas disebabkan oleh penyakit atau kelainan organ
yang secara langsung memicu peningkatan tekanan darah.
Sementara itu, Joint National Committee (JNC 8, 2014) dan
International Society of Hypertension (ISH, 2020) juga menegaskan
bahwa hipertensi primer merupakan kombinasi faktor risiko yang
sulit ditentukan satu penyebab tunggal. Sebaliknya, hipertensi
sekunder memiliki etiologi spesifik dan seringkali dapat dikoreksi
ketika penyebab dasarnya ditangani.
2.2.1 Etiologi Hipertensi Primer / Esensial
Etilogi Hipertensi Primer / Esensial sendiri terdiri dari:
1. Riwayat keluarga hipertensi
2. Obesitas
3. Konsumsi garam tinggi
4. Kurang aktivitas fisik
5. Merokok dan alkohol
6. Stres
7. Usia lanjut
12
2.1.2 Etiologi Hipertensi Sekunder
Etilogi Hipertensi Sekunder Teridri Dari :
1. Gagal Jantung (CHF – Congestive Heart Failure)
2. Penyakit Arteri Koroner (CAD / Jantung Koroner)
3. Aritmia
4. Penyakit ginjal kronik (CKD)
5. Stenosis arteri renalis
6. Glomerulonefritis
7. Polikistik ginjal
8. Feokromositoma
9. Hipertiroid / Hipotiroid
10. Sindrom Cushing
11. Hiperparatiroid
12. Koarktasio aorta
13. NSAID
14. Steroid
15. Kontrasepsi oral (estrogen)
16. Dekongestan (pseudoefedrin)
17. Kokain / amfetamin
18. Obstructive Sleep Apnea (OSA)
19. Kehamilan (preeklamsia)
20. Transplantasi organ tertentu
21. Konsumsi alkohol berat
2.3 Faktor Resiko
1. Penyebab Renal
Termasuk CKD, glomerulonefritis, stenosis arteri renalis, dan ginjal
polikistik yang memicu retensi cairan serta aktivasi RAAS.
2. Penyebab Endokrin
Meliputi hiperaldosteronisme, feokromositoma, sindrom Cushing,
gangguan tiroid, dan akromegali yang mengganggu regulasi hormon
tekanan darah.
3. Penyebab Kardiovaskular
Koarktasio aorta yang meningkatkan tekanan darah di bagian tubuh atas.
4. Penyebab Obat/Zat
Termasuk kontrasepsi estrogen, NSAID, kortikosteroid, dekongestan,
antidepresan tertentu, siklosporin/takrolimus, serta kokain dan amfetamin
yang meningkatkan retensi cairan atau stimulasi simpatis. Menurut World
13
Health Organization (WHO, 2023) dan American Heart Association
(AHA, 2024), hipertensi berkembang akibat kombinasi berbagai faktor
risiko yang memengaruhi keseimbangan tekanan darah, baik melalui
perubahan vaskular, hormonal, maupun gaya hidup. Faktor risiko ini dapat
dibagi menjadi faktor yang tidak dapat diubah (non-modifiable) dan yang
dapat diubah (modifiable). Berikut faktor risiko utama hipertensi:
1. Usia
2. Obesitas
3. Merokok
4. Konsumsi Garam Tinggi
5. Kurang Aktivitas Fisik
6. Riwayat Keluarga Hipertensi
7. Konsumsi Alkohol Berlebihan
8. Stres Psikologis
2.4 Klasifikasi Hipertensi
2.4.1 Tabel Klasifiikasi
(JNC 8, ISH 2020, ESC 2023).
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Aktivasi sistem RAAS
Aktivasi renin angiotensin aldosteron system (RAAS) meningkatkan
tekanan darah melalui rangkaian enzim-hormon: renin memecah
angiotensinogen menjadi Ang I yang diubah menjadi Ang II (via ACE).
Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteriol langsung dan
merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal aldosteron
meningkatkan reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal sehingga
meningkatkan volume intravaskular dan cardiac output. Selain itu, Ang
II mempromosikan proliferasi sel otot polos vaskular dan disfungsi
14
endotel yang memperkuat hipertensi kronis. (Ksiazek, 2024; Brunner &
Suddarth, 2021).
2.5.2 Disfungsi endotel
Endotel vaskular menghasilkan mediator vasodilator (mis. nitric oxide,
NO) dan vasokonstriktor (mis. endotelin). Disfungsi endotel ditandai
oleh berkurangnya ketersediaan NO akibat stres oksidatif, peradangan,
atau faktor metabolik (insulin resistensi, hiperlipidemia).
Ketidakseimbangan ini mengarah pada vasokonstriksi kronis, adhesi sel
inflamasi, permeabilitas yang meningkat, dan pro-remodelling vaskular
sehingga resistensi perifer meningkat dan hipertensi menetap (Wang,
20245).
2.5.3 Overaktivitas sistem saraf simpatis (SNS)
Overaktivitas SNS meningkatkan tekanan darah melalui kenaikan
frekuensi jantung (HR), kontraktilitas miokardium, dan vasokonstriksi
arteriol perifer. Stimulasi simpatis kronis juga merangsang sekresi renin
oleh ginjal (memperkuat RAAS) dan mendorong insulin resistance
serta remodeling vaskular. Pada hipertensi resisten, bukti menunjukkan
level aktivasi simpatis yang sangat tinggi berkorelasi dengan risiko
organ target damage. (Grassi, 2024; Seravalle, 2022).
2.5.4 Retensi natrium dan air
Retensi natrium air meningkatkan volume intravaskular sehingga
menaikkan preload dan curah jantung. Pada beberapa individu (saltsensitive), intake natrium tinggi atau gangguan ekskresi natrium (mis.
karena CKD, hiperaldosteronisme) menyebabkan penumpukan
natrium jaringan/interstitium dan disfungsi sistem limfatik/interstisial
yang memperburuk kenaikan tekanan. Mekanisme hormonal
(aldosteron) dan vaskular (remodelling) kemudian mempertahankan
tekanan tinggi meskipun asupan garam dikurangi. (Maa-li-ki/Ma et al.,
2022; Rossitto, 2024).
2.5.5 Perubahan struktur pembuluh darah (vascular remodeling)
Hipertensi kronis menyebabkan adaptasi struktural pembuluh:
hipertrofi dinding arteriol (penebalan media), reduksi lumen, fibrotik
adventitia, dan peningkatan kekakuan arteri besar (arterial stiffness).
Perubahan seluler melibatkan proliferasi dan migrasi sel otot polos
vaskular, deposisi matriks ekstraseluler, dan interaksi sel-sel imun.
Remodeling ini meningkatkan resistensi perifer tetap (fixed vascular
resistance) sehingga mempertahankan atau memperparah hipertensi.
(Zeng, 2024; Dai, 2025).
15
2.5.6 Pathway
( KTI ANISA,2024)
2.6 Menifestasi Klinis
2.6.1 Manifestasi Klinis
Hipertensi sangat bervariasi, tergantung tingkat keparahan, durasi
penyakit, dan adanya kerusakan organ target. Menurut American Heart
Association (AHA, 2024) dan European Society of Hypertension (ESH,
2023), sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimtomatik, sehingga
hipertensi sering disebut sebagai silent killer (AHA, 2024). Namun, pada
beberapa individu dapat muncul gejala ringan hingga berat akibat
peningkatan tekanan darah atau komplikasi organ target.
16
a. Sakit Kepala Occipital
b. Pusing (Dizziness atau Lightheadedness)
c. Epistaksis (Hidung Berdarah)
d. Telinga Berdenging (Tinnitus)
e. Keletihan (Fatigue)
2.6.2 Banyak Pasien Asimtomatik
Lebih dari 50% pasien hipertensi tidak merasakan gejala apa pun pada
fase awal. Kondisi asimtomatik ini menyebabkan banyak kasus tidak
terdiagnosis hingga terjadi kerusakan organ target seperti stroke, gagal
jantung, penyakit ginjal kronis, atau retinopati hipertensi (WHO, 2023;
AHA, 2024). Sebagian besar pasien hipertensi tidak menunjukkan gejala
apa pun pada tahap awal, sehingga kondisi ini dikenal sebagai “silent
killer”. Menurut World Health Organization (WHO, 2023) dan American
Heart Association (AHA, 2024), lebih dari 50–70% penderita hipertensi
baru terdiagnosis ketika dilakukan pemeriksaan tekanan darah rutin atau
saat sudah terjadi komplikasi organ target.
2.7 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan kerusakan pada organorgan penting akibat peningkatan tekanan dinding vaskular, remodeling
pembuluh darah, dan gangguan perfusi kronis. Menurut European Society of
Hypertension (ESH, 2023) dan American Heart Association (AHA, 2024), organ
yang paling sering terdampak adalah jantung, otak, ginjal, mata, dan pembuluh
darah besar.
1. Jantung Left Ventricular Hypertrophy (LVH), Congestive Heart Failure
(CHF), Coronary Artery Disease (CAD).
2. Otak Stroke Iskemik dan Hemoragik
3. Ginjal Chronic Kidney Disease (CKD)
4. Mata Retinopati Hipertensi
5. Pembuluh Darah BesarAneurisma Aorta
6. Diseksi Aorta
7. Perifer Peripheral Artery Disease (PAD)
8. Hipertensi Maligna (Emergency)
Ditandai tekanan darah sangat tinggi >180/120 mmHg disertai tanda kerusakan
organ target akut. Peningkatan tekanan darah akut mengganggu autoregulasi
serebral
sehingga
terjadi
edema
otak
Gejala nya seperti:
a. sakit kepala hebat
b. muntah
c. kebingungan
17
d. kejang
e. penurunan kesadaran
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hipertensi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang untuk menilai kemungkinan kerusakan organ target
dan mengidentifikasi penyebab sekunder (Whelton, 2018; Kemenkes RI,
2020).
1. Anamnesis
a. Riwayat peningkatan tekanan darah sebelumnya
b. Riwayat keluarga hipertensi atau penyakit kardiovaskular
c. Gaya hidup (pola makan tinggi garam, merokok, konsumsi
alkohol,
aktivitas fisik)
d. Gejala kerusakan organ target (nyeri dada, sesak, pandangan kabur, sakit
kepala berat)
e. Riwayat penggunaan obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
(mis. NSAID, steroid, kontrasepsi oral)
Anamnesis membantu memastikan apakah pasien mengalami
hipertensi primer atau dicurigai hipertensi sekunder (Carretero &
Oparil, 2020).
2. Pemeriksaan Fisik
a.
Pasien istirahat 5 menit
b.
Lengan sejajar jantung
c.
Manset sesuai ukuran lengan
d.
Tidak merokok/kafein 30 menit sebelum pemeriksaan
e.
Dilakukan ≥2 kali dalam dua kesempatan berbeda
f.
Gunakan alat terkalibrasi (O’Brien, 2019)
Selain itu, pemeriksaan fisik meliputi:
a.
Pengukuran indeks massa tubuh (IMT)
b.
Evaluasi nadi, bunyi jantung, atau murmur
c.
Pemeriksaan ekstremitas untuk edema
d.
Pemeriksaan fundus (opsional) untuk retinopati hipertensi
e.
Pemeriksaan abdomen untuk bruit arteri renal
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah
1. Fungsi ginjal: ureum, kreatinin (evaluasi CKD)
2. Elektrolit: natrium, kalium (menilai hiperaldosteronisme)
3. Profil lipid: LDL, HDL, trigliserida (risiko kardiovaskular)
4. Gula darah puasa (komorbiditas DM)
18
b. Pemeriksaan Urine
c. Elektrokardiografi (EKG)
1. Left Ventricular Hypertrophy (LVH)
2. Iskemia atau riwayat infark
3. Gangguan irama
d. USG Ginjal
1. Kelainan struktural ginjal
2. Penyempitan arteri renal
3. Ukuran ginjal pada CKD
e. Funduskopi (Opsional)
1. Hipertensi tidak terkontrol
2. Ada gejala visual
3. Diduga terdapat retinopati hipertensi
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah ke
target yang aman, mencegah kerusakan organ target, dan menurunkan risiko
kejadian kardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung koroner.
Pendekatan terapi meliputi modifikasi gaya hidup (non-farmakologis) dan
terapi obat (farmakologis). (AHA/ACC, ESC 2023, dan ISH 2020).
2.8.1 Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Pendekatan non-farmakologis merupakan langkah awal dan tetap
dianjurkan pada semua tingkat hipertensi, baik sebagai terapi tunggal
maupun kombinasi dengan obat. Intervensi ini terbukti efektif
menurunkan tekanan darah sistolik hingga 4–11 mmHg (Whelton, 2018).
1. Diet Rendah Garam dan Pola Makan DASH
2. Aktivitas Fisik Teratur
3. Berhenti Merokok
4. Manajemen Stres
5. Mengurangi Konsumsi Alkohol
2.8.2 Penatalaksanaan Farmakologis
1. ACE Inhibitor (ACEi)
2. Calcium Channel Blocker (CCB)
3. Diuretik Tiazid
4. Beta Blocker (tertentu) Contoh:
carvedilol.
19
bisoprolol, metoprolol,
2.9 Pencegahan Hipertensi
Pencegahan hipertensi merupakan upaya penting dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Pendekatan
pencegahan berfokus pada promosi kesehatan, deteksi dini, edukasi
masyarakat, serta perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor risiko.
Strategi ini telah direkomendasikan oleh WHO, ISH, AHA, dan Kementerian
Kesehatan RI sebagai bagian dari program pengendalian penyakit tidak menular
(WHO, 2021; ISH, 2020; Kemenkes RI, 2020).
1. Promosi Kesehatan
2. Skrining Dini
3. Edukasi Diet dan Nutrisi
4. Modifikasi Gaya Hidup Masyarakat
20
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Hipertensi adalah kondisi peningkatan tekanan darah
persisten yang dapat menyebabkan kerusakan organ target.
b. Banyak pasien tidak bergejala, namun dapat muncul keluhan
seperti sakit kepala occipital, pusing, epistaksis, telinga
berdenging, dan kelelahan.
c. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
(pengukuran tekanan darah yang benar), serta pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, urine, EKG, USG ginjal,
dan funduskopi.
d. Komplikasi hipertensi melibatkan jantung, otak, ginjal,
mata, dan pembuluh darah.
e. Penatalaksanaan mencakup modifikasi gaya hidup dan terapi
farmakologis dengan berbagai kelas obat.
f. Pencegahan dilakukan melalui promosi kesehatan, skrining
dini, edukasi diet, dan perubahan gaya hidup masyarakat.
g. Prognosis baik bila tekanan darah terkontrol, namun buruk
jika sudah terjadi komplikasi organ target.
3.2 Saran
Untuk Individu Dan Kelompok:
a. Menerapkan gaya hidup sehat: diet rendah garam, olahraga
rutin, berhenti merokok, dan mengurangi stres.
b. Memantau tekanan darah secara berkala dan melakukan
pemeriksaan kesehatan teratur.
c. Patuh terhadap terapi obat jika sudah didiagnosis
hipertensi.
d. Mengembangkan materi dengan referensi terbaru dari
WHO dan Kemenkes
e. Menambah analisis kasus atau contoh klinis untuk
memperkaya pemahaman.
f. Memperbaiki struktur penulisan agar lebih terstandar dan
mudah dipahami.
21
Daftar Pustaka
American Heart Association (AHA). (2020). Endothelial dysfunction and
hypertension. American Heart Association (AHA). (2020). Heart and
circulatory system overview.
Gray’s Anatomy: Standring, S. (2020). Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis
of Clinical Practice (42nd ed.). Elsevier. Goldberger, A. L. (2019). Clinical
Electrocardiography: A Simplified Approach.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2021). Textbook of Medical Physiology (14th ed.).
Elsevier. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2021). Vascular physiology and
hemodynamics.
Hall, J. E. (2021). Regulation of arterial pressure and cardiac output.
International Society of Hypertension (ISH). (2020). Global Hypertension
Practice Guidelines.
Joint National Committee (JNC 7). (2003). The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. Joint National Committee (JNC 8). (2014). Guideline for
management of high blood pressure in adults.
Kearney, P. M. (2020). Global burden of hypertension and control rates.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Pedoman Teknis
Pengendalian Hipertensi.
Nugraha, T. (2020). Prevalensi hipertensi di DKI Jakarta berdasarkan
Riskesdas 2018. Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementerian
Kesehatan RI.
22
Risa, A. (2021). Hubungan obesitas sentral dengan hipertensi pada perempuan
di Indonesia. Standring, S. (2020). Structure and function of arteries, veins, and
capillaries.
Tirtasari, S., & Kodim, N. (2019). Prevalensi dan faktor risiko hipertensi di
Indonesia. Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2017). Principles of Anatomy and
Physiology (15th ed.). Wiley.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2017). Microcirculation and capillary
exchange. World Health Organization (WHO). (2020). Global mortality from
hypertension.
World Health Organization (WHO). (2021). Guideline for the pharmacological
treatment of hypertension.World Health Organization (WHO). (2021).
Hypertension. Geneva: WHO. Zhou, B. (2021). Global and regional trends in
hypertension prevalence
23
24
Download