Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000

advertisement
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA
Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera
Skala 1 : 250.000
Tim Penyusun
Pengarah:
Drs. Amral Fery, M.Si.
(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)
Penanggung Jawab Teknis
Ahmad Isrooil, S.E.
(Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup)
Koordinator
Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc.
Penyusun:
Suharyani, SP., M.Si.
Nurul Qisthi Putri, S.H.
Leonardo Siregar, S.T.
Ferdinand, S.S. M.ES.
Fran David
Yuni Ayu Annysha
Tenaga Ahli:
Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM)
Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM)
Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM)
Asisten Tenaga Ahli:
Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM)
Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM)
 Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,
Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru
Telepon/Fax (0761) 62962
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan
Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat
Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode
Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) dengan pendekatan spasial untuk menentukan
DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan,
Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan
pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan
bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain
adalah bentuk lain dari bentang lahan.
Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah
rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen
lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan
dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun
2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung
dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian
pembangunan semakin diperjelas.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12
yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya
alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari
i
penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana
pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta
kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang
wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan
RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan
hidup baik di pusat maupun di daerah.
Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku
yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan
Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000.
Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses
perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan
kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya
adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian
ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai
ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan
seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada
pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi
DDDTLH.
Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan
akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh
dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat
diharapkan. Terima kasih.
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Sumatera,
Drs. Amral Fery, M.Si
ii
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK EKOREGION PULAU
SUMATERA ..............................................................................
A.1
Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta
Ekoregion ...................................................................
A.2
Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan
Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000..............
A.2.1 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berlumpur (M1)...................................
A.2.2 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berpasir (M2) ......................................
A.2.3 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut
(O1) .............................................................................
A.2.4 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu
Karang (O2) .................................................................
A.2.5 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviovulkanik (F1) ...............................................................
A.2.6 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2).
A.2.7 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviomarin (F3)....................................................................
A.2.8 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan
(A1)..............................................................................
A.2.9 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng
Gunungapi (V1) ...........................................................
A.2.10 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2)
A.2.11 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki
Gunungapi (V3) ...........................................................
A.2.12 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan
Struktural Patahan (S1.P); ..........................................
A.2.13 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Patahan (S2.P) ...........................................
A.2.14 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1) …..................
A.2.15 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) .......................
A.2.16 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan
Struktural Lipatan (S1.L) …..........................................
A.2.17 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Lipatan (S2.L) ............................................
A.2.18 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) ........................
A.2.19 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Denudasional (D2) …...................................................
iii
i
iii
v
vi
A1
A1
A10
A11
A14
A16
A17
A18
A20
A26
A29
A30
A38
A43
A46
A46
A58
A58
A61
A61
A63
A65
A.2.20 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki
Perbukitan Denudasional (D3) ...................................
A.2.21 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Denudasional (D4) ...................................
DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI EKOREGION PULAU
SUMATERA
B.1
Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................
B.2
Ekoregion Bentangalam asal proses Organik .............
B.3
Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial ...............
B.4
Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik ....
B.5
Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik ............
B.6
Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik
(Struktural) .................................................................
B.7
Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional.....
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Pulau
Sumatera
A65
A67
B1
B3
B5
B6
B10
B12
B15
B17
C1
C.1
C.2
Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................
Ekoregion Bentangalam asal proses Organik..............
C1
C5
C.3
Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial................
C8
C.4
Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik....
C12
C.5
Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik............
C14
C.6
Ekoregion
C.7
Bentangalam
asal
proses
Tektonik
(Struktural)..................................................................
C18
Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional.....
C26
iv
DAFTAR
TABEL
Tabel
A.1.1
A.1.2
A.1.3
A.2.1
A.2.2
A.2.3
B.1
01
02
0.3
Hal.
Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan
Beda Tinggi .........................................................................
Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian
Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau
Sumatera skala 1 : 250.000 ................................................
Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di
Sumatera Barat ...................................................................
Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera
Barat ...................................................................................
Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di
Sumatera Barat ...................................................................
Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera ..................................
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000
Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik) ...
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000
Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan
Sumberdaya Hayati ..........................................................
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000
Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan
Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya .......................
v
A3
A5
A7
A33
A53
A56
B11
I-1
I-18
I-22
DAFTAR
GAMBAR
Hal.
Gambar
A.1.1
A.1.2
A.2.1a
A.2.1b
A.2.1c
A.2.2a
A.2.2b
A.2.2c
Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan
Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun
permukaan Bumi
Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan
Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan
Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan
Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten
Serdang Bedagai, Sumatera Utara
Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal,
tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepaslepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO)
sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan
Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai
Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai, Sumatera Utara
Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove
dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan
Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion
Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di
Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei
Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di
sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman
jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan
kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta
perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar
bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan
Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam,
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan
Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di
daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis
tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung
lempung cukup tinggi dan akan mengalami retakretak saat kekurangan air (kanan atas); dan
kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir
sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu
sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual
sebagai bahan bangunan
Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan
Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar
atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang,
Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-
vi
A4
A6
A13
A14
A14
A22
A24
A25
A.2.3
A.2.4a
A.2.4b
A.2.4d
A.2.4e
A.2.4f
A.2.4g
Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya
endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil
proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa
gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah,
yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran
rendah
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviomarin di Desa Pantai cermin, Kecamatan Parbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan
tanah bertekstur pasir (dengan mineral utama pasir
kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan
Kelapa Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum
sedang (60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan
Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil
penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang
ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok
Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek
Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara.
Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya
pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur
tanaman produksi dan buah-buahan, serta
perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran
dan palawija
Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai
bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik, dengan
Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah),
terbentuk akibat patahan yang memotong topografi
lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga
sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada
di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran
sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari air
terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu
pegunungan yang lainnya.
Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian
dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng
Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera
Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di
sekitarnya
Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut
dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang
Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan
penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki
Gunungapi
Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut
dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah,
Gunungapi Talang
Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang,
Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari
Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng
Gunungapi
vii
A28
A32
A35
A36
A37
A37
A37
A.2.5a
A.2.5b
A.2.5c
A.2.6
A.2.7a
A.2.7b
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi
di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk
pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi
tanaman padi dan tanaman semusim lainnya
(palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki
solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari
aliran permukaan yang melimpah.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi
di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk
pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur
tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan
kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki
solum tebal
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi
di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk
pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur
tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi),
dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol
coklat tua yang subur memiliki solum tebal
Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki
Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik
di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang
subur dengan ketersediaan air yang melimpah,
menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup
pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan
pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana
hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan
seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan
pegunungan gunungapi di Sumatera Barat
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan
Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di
sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang
merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan
yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif
lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan,
Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan
pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava
basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah),
yang
mengalami
pengangkatan
dan
patah
membentuk dinding tegak memanjang (escarpment)
dengan lereng curam hingga sangat curam.
Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada
Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan
Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran
Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang
mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo,
Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi
viii
A40
A41
A42
A46
A50
A51
A.2.7c
A.2.7d
A.2.7e
A.2.7f
A.2.7g
A.2.8
Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan
beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran
makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping,
kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis
batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar
kanan bawah
Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena
pemotongan topografi akibat struktur patahan,
dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi
untuk pengembangan pariwisata alam
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan
(escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan
Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan
batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri
bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai
di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera
Barat.
Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota
Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah
memanjang yang curam pada lereng gunung berapi
(Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan,
sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi
oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya
berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar
yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak
struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan
laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit
tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna
endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan
bawah) pada hutan di sekitarnya.
Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan
Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan
Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan
hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah
didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar
kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan
rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan
pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng
(gambar kanan bawah
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan
Struktural Patahan di Danau Bawah, Desa Air Dingin,
Lembah
Gumanti,
Solok,
dengan
aktivitas
penambangan rakyat yang sangat intensif (gambar
atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang
utama (gambar tengah), serta kenampakan aliran
sungai dengan debit besar saat penghujan dan
sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan
lahan dan penambangan (kanan bawah).
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang
ix
A52
A54
A55
A57
A58
A61
berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar
wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan
merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup
tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan
sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buahbuahan.
x
DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK (ABIOTIK)
EKOREGION PULAU SUMATERA
Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
A.1. Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pada Bab I Pasal 1 butir (29) dinyatakan bahwa
EKOREGION adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora,
dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas
sistem alam dan lingkungan hidup. Selanjutnya pada Bagian Kedua Pasal 7 ayat (2)
dijelaskan secara lebih terinci bahwa penetapan batas ekoregion dengan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-1
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
mempertimbangkan kesamaan dalam hal: karakteristik bentang alam (natural landscape),
daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna asli, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan
masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Merujuk terhadap isi UUPPLH
tersebut, maka identifikasi bentanglahan geografis memegang peranan penting dalam
penyusunan satuan Ekoregion sebagai kerangka dasar bagi perumusan seluruh kegiatan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahap perencanaan hingga
pengawasan dan pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dapat
dideskripsikan sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan
(natural landscape) yang diintegrasikan dengan batas wilayah administrasi (regional) dan
beberapa komponen lingkungan yang dipandang penting bagi suatu wilayah administrasi.
Menurut Verstappen (1983), bentangalam atau bentanglahan (natural landscape)
merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait
(interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai
komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang
mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia. Bentanglahan tersusun atas 8
(delapan) unsur, yaitu: bentuk morfologinya (bentuklahan), batuan, tanah, udara, air, flora
dan fauna, serta manusia dengan segala perilakunya terhadap alam. Artinya bahwa
dengan memahami bentanglahan sebenarnya sudah cukup untuk mendeskripsikan
ekoregion dengan lengkap, karena setiap satuan bentanglahan akan mencerminkan
kondisi sumberdaya alam (aspek abiotik), yang mencakup kondisi morfologi, iklim,
batuan, tanah, dan air, serta kerawanan lingkungan fisik; mencerminkan keberadaan atau
keanekaragaman hayati (aspek biotik); dan mencerminkan bentuk manifestasi atau
perilaku manusia terhadap alam (aspek kultural).
Berdasarkan definisi Verstappen (1983) tentang bentanglahan seperti yang telah
disebutkan di atas, maka bentanglahan dapat dirinci lagi ke dalam satu-satuan yang lebih
kecil dan spesifik, yang disebut dengan bentuklahan (landform). Karakteristik dan
dinamika bentuklahan sangat ditentukan oleh perbedaan relief (morfologi), struktur dan
proses geomorfologi, material penyusun (litologi), dan waktu (kronologi) (Strahler, 1983
dan Whitton, 1984 dalam Santosa, 1995 dan 2010). Bentuklahan adalah konfigurasi
permukaan bumi yang memiliki morfologi atau relief khas, yang dikontrol oleh struktur
tertentu, akibat bekerjanya proses-proses geomorfologi pada material batuan
penyusunnya, dalam skala ruang dan waktu tertentu (Santosa, 2010). Berdasarkan
pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:
Lf = ƒ (T, P, S, M, K)
Keterangan:
Lf (bentuklahan)
P (proses alam)
M (material batuan)
T (morfologi atau topografi)
S (struktur geologis)
K (ruang dan waktu kronologis)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-2
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan adalah morfologi, struktur, proses dan
material. Setiap aspek penyusun satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap
karakteristik dan sebaran komponen-komponen penyusun lingkungan, seperti: udara,
tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, serta perilaku manusia yang
mempengaruhi keberlangsungan kehidupan dalam lingkungan tersebut.
Morfologi atau relief merupakan kesan atau kenampakan topografi di permukaan
bumi yang berpengaruh terhadap homogenitas dan kompleksitas permukaan bumi, yang
dikontrol oleh struktur di dalamnya dan terubah oleh proses geomorfologi yang bekerja
pada material penyusunnya dalam skala ruang dan waktu tertentu. Perbedaan relief akan
memberikan pengaruh pada tinggi-rendah, panjang-pendek, halus-kasar dan miring
tidaknya suatu permukaan bumi (Verstappen, 1983). Aspek morfologi dapat diidentifikasi
secara kuantitatif berdasarkan faktor kemiringan lereng dan beda tinggi, serta secara
kualitatif berdasarkan kesan konfigurasi permukaan bumi atau relief. Untuk keperluan ini,
interpretasi Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi dan Citra SRTM (Suttle Radar
Topographic Mission) sangat mendukung dalam klasifikasi kemiringan lereng dan beda
tinggi (Santosa, 2010). Pada kegiatan penyusunan Ekoregion Pulau Sumatera berbasis
bentanglahan skala 1 : 250.000, klasifikasi morfologi didasarkan atas kriteria yang
ditetapkan oleh Verstappen (1983), yang diuraikan dalam Tabel A1.1.
Tabel A1.1. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi
Lereng (%)
0-3
3-8
8 - 15
15 - 30
30 - 45
45 - 65
> 65
Beda Tinggi (meter)
0-5
5 - 25
25 - 75
50 - 200
200 - 500
500 - 1000
> 1000
Unit Relief
Datar
Berombak / Landai
Bergelombang / Agak miring
Miring
Agak curam
Curam
Sangat curam
Sumber: Verstappen (1983) dengan modifikasi
Topografi
Dataran
Lerengkaki / Kaki
Perbukitan
Pegunungan
Aspek struktur juga dapat diidentifikasi secara baik berdasarkan pola-pola
kelurusan (lineament) dan perbedaan relief yang mencolok dalam citra Landsat, yang
didukung oleh informasi dari Peta Geologi, berupa: dip-strike, jalur sesar, jalur lipatan,
bidang sesar, dan struktur geologi lainnya. Informasi tentang formasi, jenis dan umur
batuan (litologi) penyusun bentuklahan, secara terinci dapat dipelajari dan diidentifikasi
berdasarkan hasil interpretasi Peta Geologi (Santosa, 2010). Berdasarkan struktur
utamanya, maka di permukaan bumi terdapat paling tidak terdapat 4 (empat) macam
struktur, yaitu: struktur berlapis horisontal karena proses deposisional (plain and plato),
struktur berlapir mengerucut karena proses erupsi gunungapi (volcanic), struktur berlapis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-3
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
terlipat (dome and folded) dan struktur berlapis terpatahkan (faulted) akibat proses
pengangkatan tektonik (structurally), serta struktur tidak menentu akibat terdenudasi
(denudasionally), seperti nampak pada Gambar A1.1.
Gambar A1.1.
Kenampakan Struktur Kulit Bumi
akibat Tenaga dan Proses
Geomorfologi yang bekerja dari
dalam maupun permukaan Bumi
(Sumber: Lobeck, 1939)
Genesis dan kronologis proses pembentukan bentuklahan merupakan informasi
penting dalam upaya penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Sementara genesis juga mempengaruhi proses strukturisasi permukaan bumi, yang
tercermin pada bentuklahannya. Thornbury (1954) menyatakan bahwa struktur geologi
merupakan salah satu faktor pengontrol evolusi bentuklahan, sebaliknya bentuklahan
dicerminkan oleh struktur geologinya. Konteks lain menyatakan bahwa struktur geologi
sangat menentukan struktur geomorfologi, yang memberikan kenampakan yang khas
pada bentuklahannya. Untuk mempelajari dan memahami genesis daerah penelitian
secara lengkap, maka dilakukan telaah pustaka secara mendalam, berdasarkan berbagai
rujukan atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya.
Berbagai referensi yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari genesis wilayah kajian
adalah: Bemmelen (1970) dan Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014), yang secara
terinci diuraikan dalam dalam Tabel A1.2.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-4
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Tabel A1.2. Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian
Sumber
Deskripsi Umum
Bemmelen (1970)
The Geology of Indonesia
Menjelaskan tentang genesis, stratigrafi geologis, dan berbagai formasi
batuan penyusun di setiap bentanglahan asal proses di Indonesia.
Verstappen (2000, dalam
Sutikno, 2014)
The Outline Geomorphology
of Indonesia
Sumber: Hasil Telaah Pustaka (2015)
Menjelaskan tentang genesis dan berbagai proses geomorfologi masa
lampau, serta dinamika bentuklahan yang ada di Indonesia secara umum.
Proses geomorfologi merupakan suatu bentuk perubahan fisik maupun kimiawi
yang mampu mengikis dan/atau mengangkut material di permukaan bumi (Lobeck,
1939). Proses-proses tersebut mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu
pendek maupun panjang yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi. Lebih lanjut
disebutkan bahwa proses yang bekerja pada masa lampau akan berpengaruh terhadap
proses masa sekarang, dan proses yang terjadi pada saat ini dapat dipakai untuk
menelusur proses yang terjadi pada masa lampau. Proses-proses geomorfik akan
meninggalkan bekas pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang
memberikan karakteristik tertentu pada bentuklahan (Thornbury, 1954). Proses
geomorfologi yang terjadi sekarang lebih bersifat eksogen berupa pelapukan, pentorehan,
pengangkutan dan gerak massa batuan, yang ternyata juga telah mengubah struktur
geomorfologi aslinya dan menghasilkan bentukan-bentukan yang lebih kecil dan sangat
kompleks (Santosa, 2014).
Proses-proses geomorfologi dapat diidentifikasi berdasarkan kenampakan hasil
prosesnya, seperti: pelapukan, pelarutan, gerak massa batuan, erosional, deposisional,
sesar, dan lipatan, dapat diinterpretasi secara tegas dan cepat melalui citra Landsat atau
data penginderaan jauh lainnya. Citra yang digunakan adalah Landsat ETM+ atau Landsat
8 komposit 457, karena kenampakan relief atau morfologi, proses-proses geomorfologi,
dan kontrol struktur sangat tegas dan dapat diidentifikasi dengan baik. Klasifikasi dan
deliniasi bentuklahan dapat dengan mudah dan akurat dilakukan melalui interpretasi citra
komposit tersebut. Di samping itu, identifikasi pola relief juga dapat dilakukan
berdasarkan pola kontur dalam Peta Topografi atau melalui kenampakan pada citra
Landsat. Berdasarkan asal proses utama (genetik), yang dicirikan oleh perbedaan relief,
struktur, proses, dan litologi penyusunnya, maka Verstappen (1983) mengklasifikasikan
bentuklahan menjadi 10 (sepuluh) macam, yaitu: bentuklahan asal vulkanik (V),
bentuklahan asal fluvial (F), bentuklahan asal marin (M), bentuklahan asal eolian (E),
bentuklahan asal struktural (S), bentuklahan asal denudasional (D), bentuklahan asal
pelarutan atau solusional (K), bentuklahan asal glasial (G), bentuklahan asal organik (O),
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-5
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dan bentuklahan akibat aktivitas manusia atau antropogenik (A), seperti disajikan dalam
Gambar A1.2. Perbedaan setiap satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap
keterdapatan dan potensi sumberdaya, serta permasalahan lingkungan yang mungkin
terjadi, sehingga satuan bentuklahan dapat dipakai sebagai pendekatan analisis dalam
setiap kajian geomorfologi terapan, yang salah satu terapannya adalah dalam penyusunan
ekoregion dan karakteristiknya di Pulau Sumatera.
Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)
Kenampakan relief, struktur dan proses yang terjadi di masa sekarang tidak lepas
dari pengaruh tenaga geomorfologi yang bekerja pada litologi penyusun dalam skala
ruang dan waktu tertentu. Jenis material penyusun, resistensi (kestabilan mineral) dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-6
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
penyebarannya, sangat menentukan proses pelapukan dan erosi yang akan berpengaruh
terhadap perkembangan bentuklahannya (Goldich, 1938; Bowen, 1972 dalam Santosa,
1995 dan 2014). Secara umum berdasarkan cara pembentukannya, jenis material
penyusun bumi ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: batuan beku akibat pembekuan
aliran magma, batuan sedimen akibat proses pengendapan material oleh berbagai tenaga
geomorfologi, dan batuan malihan atau metamorfosis akibat proses penekanan yang
begitu kuat dan lama dengan suhu yang sangat tinggi, yang menyebabkan perubahan
struktur dan tekstur batuan asalnya. Pada penyusunan Peta Ekoregion Pulau Sumatera
skala 1 : 250.000 kali ini, belum memasukkan aspek batuan secara terinci sebagai
komponen penyusun bentanglahan lainnya. Berdasarkan pertimbangan komponen
morfologi, proses, dan strutkur penyusun bentanglahan, maka klasifikasi satuan
Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000, seperti disajikan dalam Tabel A1.3.
Tabel A1.3. Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000
Genesis
Lereng &
Morfologi
Marin
0–3%
Dataran
Organik
0–3%
Dataran
3 – 8%
Dataran
berombak
Fluvial
Antropogenik
0 – 3%
Dataran
0 – 15%
Dataran –
Dataran
Bergelombang
Proses Geomorfologi
Pengendapan lumpur oleh
sungai dan gelombang
Pengendapan pasir oleh
gelombang
Proses pembusukan
mineral organik dan
pembentukan gambut
Proses pertumbuhan
terumbu karang pada
pulau-pulau kecil lepas
pantai
Proses pengendapan
material piroklastik
gunungapi oleh aliran
sungai
Proses pengendapan
material aluvium oleh
aliran sungai secara murni
/ umum
Proses pengendapan oleh
aktivitas marin masa lalu
(di lapisan bagian bawah)
dan tertutup oleh
pengendapan aluvium
oleh aliran sungai (di
lapisan bagian atas)
Bentuk adabtasi dan
rekayasa manusia
terhadap lahan, yang
umumnya berasosiasi
dengan bentanglahan
vulkanik, fluvial, dan
marin
Struktur
Berlapis
horisontal
Berlapis
horisontal
Tidak
berstruktur
Berlapis
tersortasi
baik (fraksi
kasar di
bagian bawah,
sedang di
bagian
tengah, dan
halus di
bagian atas)
Umumnya
berlapis
horisontal
Nama Ekoregion Bentanglahan
M1
M2
O1
Dataran Pesisir dengan
Pantai Berlumpur
Dataran Pesisir dengan
Pantai Berpasir
Dataran Gambut
O2
Pulau Terumbu
F1
Dataran Fluvio-vulkanik
F2
Dataran Aluvial
F3
Dataran Fluvio-marin
A1
Dataran Perkotaan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-7
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lanjutan Tabel A1.3.
Genesis
Lereng &
Topografi
30 – >45%
Bergunung
Vulkanik
15 – 30%
Berbukit
8 – 15%
Dataran
Bergelombang
> 45%
Bergunung
Struktural
30 – 45%
Berbukit
8 – 15%
Dataran
Bergelombang
Proses Geomorfologi
Proses utama aliran
magma (vulkanism): lava
dan lahar, pengendapan
secara periodik sesuai
intensitas erupsi, yang
menempati morfologi
paling atas
Pengendapan aliran
piroklastik secara
periodik dengan bantuan
gravitasi, hujan, atau
aliran sungai: kaki
gunungapi menempati
morfologi bagian tengah,
dan dataran kaki
gunungapi menempati
morfologi paling bawah
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang keras (batuan beku
dan metamorfik),
sehingga terbentuk plok
patahan (horst)
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang plastik (batuan
sedimen klastik dan
organik), sehingga terlipat
membentuk punggungan
(antiklinal)
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang keras (batuan beku
dan metamorfik),
sehingga terbentuk plok
patahan (horst)
Pengangkatan tektonik
terhadap lapisan batuan
yang plastik (batuan
sedimen klastik dan
organik), sehingga terlipat
membentuk punggungan
(antiklinal)
Bagian atau morfologi
yang turun (terban atau
graben) dari proses
tektonik blok pegunungan
patahan
Bagian atau morfologi
yang turun (sinklinal) dari
proses tektonik lipatan
Struktur
Nama Ekoregion Bentanglahan
V1
Kerucut dan Lereng
Gunungapi
V2
Kaki Gunungapi
V3
Dataran Kaki
Gunungapi
Berlapis
dengan dipstrike yang
tegas
S1.P
Pegunungan Struktural
Patahan (Horst)
Berlapis
terlipat
mengikuti
pola antiklinal
S1.L
Pegunungan Struktural
Lipatan (Antiklinal)
Berlapis
dengan dipstrike yang
tegas
S2.P
Perbukitan Struktural
Patahan (Horst)
Berlapis
terlipat
mengikuti
pola antiklinal
S2.L
Perbukitan Struktural
Lipatan (Antiklinal)
Berlapis
secara
mengerucut
dan
mengikuti
pola lereng
Mengikuti
struktur
pegunungan
atau
perbukitan
blok
patahannya
Berlapis
terlipat
mengikuti
pola sinklinal
S3.P1
S3.P2
S3.L2
Lembah antar
Pegunungan Struktural
Patahan (Terban /
Graben)
Lembah antar
Perbukitan Struktural
Patahan (Terban /
Graben)
Lembah antar
Perbukitan Struktural
Lipatan (Sinklinal)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-8
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lanjutan Tabel A1.3.
Genesis
Lereng &
Topografi
30 – 45%
Denudasional
15 – 35%
3 – 15%
Proses Geomorfologi
Struktur
Degradasi permukaan
bumi: erosional dan gerak
massa batuan sangat
dominan
Sangat
dipengaruhi
oleh tenaga
endogennya:
volkanik atau
tektonik
Proses deposisional
material rombakan lereng
(koluvium), yang dapat
terbentuk akibat gaya
gravitatif atau atas
bantuan aliran sungai
Sumber: Hasil Analisis dan Perumusan Tim Ahli (2015)
Tidak
berstruktur
(material
tercampuraduk)
Nama Ekoregion Bentanglahan
D2
D3
D4
Perbukitan
Denudasional
Lerengkaki Perbukitan
Denudasional
Lembah antar
Perbukitan
Denudasional
Berdasarkan isi dari peraturan dasar UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 dan konsep
pemikiran dalam penyusunan Peta Ekoregion di atas, maka selanjutnya satuan ekoregion
sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan yang terintegrasi
dengan wilayah administrasi, dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ekoregion merupakan unit analisis
terkecil yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis data lingkungan yang berbaais
bentanglahan. Setiap aspek penyusun satuan bentanglahan akan berpengaruh terhadap
karakteristik dan sebaran unsur-unsur penyusun lingkungan yang lain, seperti: tanah, air,
batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, serta perilaku
manusia dalam lingkungan. Hugget (1995) memandang bahwa bentanglahan dapat
dipakai sebagai kerangka dasar penyusunan satuan geoekosistem. Geoekosistem dapat
pula dipandang sebagai ekoregion bentanglahan, yaitu ekosistem alami yang terbentuk
secara genetik dan di dalamnya terkandung sifat-sifat yang relatif tetap, sehingga dapat
dipakai sebagai pendekatan dalam inventarisasi karakteristik dan potensi sumberdaya
alam dan lingkungan hidup. Secara sistematis, kerangka fikir penyusunan Peta Ekoregion
dapat dilihat pada Gambar A1.3.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-9
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Citra Penginderaan Jauh
Interpretasi Relief dan
Proses Geomorfologi
Peta Topografi
Peta Geologi
Interpretasi Relief dan
Kelerengan
Interpretasi Struktur dan
Materi Penyusun
Cek Lapangan
Satuan Bentuklahan sebagai Satuan
Terkecil Ekologi Bentanglahan
Inventarisasi Data
Peta Administrasi
Peta Daerah Aliran Sungai
Komponen Lainnya
PETA
EKOREGION
Analisis dan Evaluasi
Karakteristik
Lingkungan A-B-C
Potensi dan Masalah
Karakteristik Lingkungan
Hidup Spasial berbasis
Sistem Informasi Geografis
Implementasi
Strategi dan Program
Perlindungan dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Gambar A1.3. Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion
dan Inventarisasi Lingkungan Hidup
A.2. Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion
Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000
Berdasarkan hasil analisis dan perumusan satuan ekoregion bentanglahan
berdasarkan aspek genesis, morfologi, proses, dan struktur lapisan batuannya, maka Peta
Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 terdiri atas 21 (dua puluh satu) satuan
ekoregion yang berasal dari 7 (tujuh) genesis atau asal proses utama bentanglahan.
Parameter deskripsi dan karakteristik aspek fisik (komponen abiotik) ekoregion
bentanglahan yang akan diuraikan meliputi: (a) karakteritik bentanglahan (morfologi,
proses pembentukan, struktur, dan material penyusun secara umum); (b) potensi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 10
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
sumberdaya alam non-hayati (iklim, mineral, tanah dan penggunaan lahan, air permukaan
dan airtanah, serta arahan fungsi lahan sebagai jasa lingkungan secara umum); dan (c)
permasalahan sumberdaya alam non-hayati dan kerawanan lingkungan. Selanjutnya
deskripsi dan karakteristik setiap satuan ekoregion bentanglahan, akan disampaikan
sebagaimana berikut ini.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES MARIN
A.2.1. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berlumpur (M1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai
Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<15 meter.

Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) yang berasosiasi dengan
aliran sungai (fluvial) yang membawa material sedimen terlarut tinggi, diendapkan
di sepanjang kanan-kiri muara membentuk rataan lumpur (mudflat) atau rawa-rawa
payau (salt marsh) dan delta.

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen
terlarut yang tinggi dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai, dan didukung oleh
kondisi di sekitar muara yang datar dan gelombang yang tenang, maka bentanglahan
pesisir yang seperti ini dapat disebut sebagai pesisir hasil pengendapan dari daratan
(sub-aerial deposition coast).

Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa lumpur (mud), yaitu campuran
antara lempung dan pasir halus.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini.

Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara
terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada
bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.

Material berupa bahan-bahan aluvium endapan lumpur (campuran lempung dan
pasir halus), sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai yang sangat intensif.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 11
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000




Proses pengendapan material lumpur yang sangat intensif oleh aliran sungai yang
bermuara pada bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk lahan-lahan
baru, yang berupa rataan pasang-surut (tidal flat) dan delta.
Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan lempung yang tinggi adalah
tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan
drainase sangat buruk. Material lempung mempunyai sifat mampu menjerab atau
menjebab air apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga airtanah pada
bentanglahan ini secara keseluruhan berasa asin. Substrat berlumpur dengan
kandungan airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi magrove yang
sangat, yang berpotensi membentuk ekosistem hutan mangrove yang lebat dan
mempunyai fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis (biologis), sosial
ekonomi, dan pendidikan.
Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram adalah memungkinkan untuk
pengembangan area tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan dan
tambah garam pada kemarau.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini lebih
baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan darat),
dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai, dengan hutan
mangrove sebagai zona lindungnya.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti
diuraikan berikut ini.

Kondisi morfologinya yang berupa dataran yang berada pada bagian paling hilir
aliran sungai dan langsung ketemu laut, maka aliran sungai terhenti, yang
berpotensi meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim
penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir, drainase
buruk, lingkungan kumuh, pencemaran, dan kesehatan masyarakat buruk.

Infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau
menggeser.

Karena genesisnya merupakan hasil proses pengendapan fluvial dengan material
lempung dan berada di sekitar muara sungai, maka juga berpotensi untuk
dijumpainya jebakan-jebakan air laut, yang berpengaruh terhadap airtanah berasa
payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi pula.

Perkembangan rataan pasang surut dan delta yang membentuk lahan-lahan baru,
berpotensi terhadap intensitas perubahan garis pantai, konflik sosial berupa status
kepemilikan lahan, tata ruang wilayah, dan tumpang-tindih kebijakan di antara
instansi terkait.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 12
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


Pengendapan material sedimen yang intensif menyebabkan pendangkalan muara
(estuari), laguna, dan perairan laut dangkal, yang berpotensi menurunnya
produktivitas penangkapan perikanan laut.
Masalah lainnya adalah konversi hutan mangrove untuk lahan tambak (ilegal
logging), pertumbuhan permukiman yang tidak teratur, dan meningkatnya biaya
konservasi lingkungan.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi
Koordinat
Karakteristik
: Pantai Cermin Kanan (Dusun I), Desa Pantai Cermin, Kecamatan
Parbaungan, Kabupaten Swerdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0498115; 0402990
: Lereng < 3%, elevasi ±5 meter dpal, material berupa lumpur berpasir
(kuarsa), daerah pasang-surut air laut.
Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), air permukaan
berupa genangan air laut dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 34.900
µmhos/cm (sangat asin).
Tanah aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu, struktur
lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga
sedang.
Ekosistem hayati berupa Hutan Mangrove dengan vegetasi dominan
Api-api (Avecinea sp.), Nipah (Nifa fruticans), dan mangrove ikutan
berupa semak-semak.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola
mengelompok, dan matapencaharaian utama adalah nelayan dan
pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Banjir air laut pasang secara periodik dan abrasi pantai.
Gambar A2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan Parbaungan yang merupakan
Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang
Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 13
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu
(pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik
(BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten
Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Gambar A2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api
(Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion
Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin,
Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
A.2.2. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
dengan Pantai Berpasir (M2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera
Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai
Berpasir, seperti diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<15 meter.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 14
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen
pasir oleh aktivitas gelombang di sepanjang minatkat pantainya, sehingga
bentanglahan ini dapat disebut sebagai pesisir hasil proses pengendapan gelombang
(marine deposition coast).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium marin
berupa pasir marin (sand).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini.

Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara
terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada
bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.

Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir marin, sebagai hasil proses
pengendapan gelombang.

Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh gelombang yang
membentuk berbagai fenomena, seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier
beach), maupun beting gisik (beach ridges).

Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa bahan induk tanah (parent
material) atau regolith, sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai tanah
Regosol (tanah pasiran).

Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini merupakan media potensial
untuk menangkap dan menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk
akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang tawar dan berpotensi sebagai
sumber air bersih.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat
dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan pantai,
pertanian lahan kering tanaman semusim, atau kawasan wisata alam pantai. Pasir
marin yang membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi sebagai peredam
gelombang tsunami, sehingga rayapan gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke
daratan.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir yang sering
muncul lebih disebabkan oleh sifat material pasir penyusunnya, yang merupakan material
lepas-lepas dengan panyak pori-pori, sehingga berpotensi untuk terjadinya:

intrusi air laut, jika penurapan airtanah di pantai dan pesisirnya melebihi
kemampuan daya tampung akuifernya;

pencemaran airtanah akibat buangan limbah dari berbagai aktivitas yang ada di atas
lahannya, baik limbah domestik, pertanian, peternakan, atau pariwisata;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 15
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

konflik lahan akibat tumpah tindih kepentingan dan kebijakan dalam pengelolaan
wilayah pesisir, khususnya permasalahan fungsi ruang, yaitu antara fungsi lindung
dan fungsi budidaya sesuai potensi pengembangannya.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ORGANIK
A.2.3. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti
diuraikan berikut ini.

Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai,
kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%).

Asal proses utama adalah aktivitas organik, yaitu hasil pembusukan sisa aktivitas
vegetasi lahan basah, seperti rawa-rawa pada dataran rendah (low land), yang
kemudian membentuk lapisan gambut yang relatif tebal dengan penyebaran luas di
dataran rendah bagian timur Sumatera.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini.

Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang umum terjadi pada
bentanglahan seperti ini.

Secara genetik, material penyusun berupa gambut (sedimen organik), sebagai hasil
proses pembusukan dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan perairan
daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa.

Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan humus, sebagai bahan organik yang
berpotensi menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan tepung batugamping.

Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah, kebun, ladang, atau bentuk
usaha pertanian lainnya, dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak.
Sesuai dengan genesisnya, pada satuan Ekoregion Dataran Gambut mempunyai
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati secara relatif dan rentan atau berpotensi
terhadap Kerawanan Lingkungan, yaitu:

kualitas sumberdaya air dan tanah yang rendah, karena sifat kemasaman yang
sangat tinggi (pH sangat rendah, mencapai <4), atau kandungan sulfat (SO4=) yang
tinggi akibat proses reduksi bahan-bahan organik yang menghasilkan lepisan pirit;

kegiatan pembakaran lahan untuk meningkatkan fungsinya sebagai lahan pertanian,
sistem ladang berpindah, khususnya saat musim kemarau;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 16
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


dampak dari kegiatan pembakaran lahan adalah pencemaran udara yang sangat
tinggi, hingga mengganggu pandangan (bagi penerbangan dan transportasi darat),
sampai kesehatan manusia; serta
dampak pencemaran udara dapat mencapai jarak sangat jauh, hingga ke negara
tetangga, bergantung arah dan kecepatan angin, seperti: Malaysia dan Singapura.
A.2.4. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang,
seperti diuraikan berikut ini.

Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai,
kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%).

Asal proses utama adalah aktivitas organik (terumbu karang) pada zona laut dangal
(lithoral), yang kemudian mengalami pengangkatan daratan atau penurunan muka
air laut, sehingga terumbu karang muncul ke permukaan dan mengalami
metamorfosis membentuk batugamping terumbu (CaCO3).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pulau
Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini.

Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah (hujan konveksi), yang umum
terjadi pada bentanglahan seperti ini.

Secara genetik, material penyusun adalah batuan sedimen organik atau non klastik
berupa batugamping terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan dan
metamorfosis terumbu karang.

Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian golongan C, berupa batugamping
terumbu dan pasir marin sebagai hancuran batugamping terumbu.

Sifat material batugamping terumbu yang banyak diaklas dan lubang-lubang
pelarutan, menyebabkan material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik.
Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau airtanah bebas dengan potensi
sangat terbatas dan input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik pantainya yang
bermaterial pasir. Mataair juga relatif sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak
berkembang sistem hidrologi permukaan.

Kondisi batugamping terumbu yang relatif masih segar, belum memugkinkan proses
pembentukan tanah secara baik. Kemungkinan masih berupa bahan induk tanah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 17
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

yang berupa material pasir terumbu berwarna putih, dan bersifat lepas-lepas
(granuler).
Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata alam dan jasa lingkungan,
permukiman dan berfungsi sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan
perairan laut dangkal (taman laut).
Secara relatif satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang akan rentan atau berpotensi
terhadap Permasalahan Sumberdaya Alam non-Hayati dan Kerawanan Lingkungan,
sebagai berikut:

pencemaran airtanah dan perairan lautnya oleh aktivitas pariwisata;

kerusakan ekosistem terumbu karang;

kenaikan permukaan air laut dan tsunami pada daerah yang berhadapan dengan
zona penunjaman samudera, seperti di pantai barat Sumatera; serta

kekeringan dan degradasi sumberdaya air.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES FLUVIAL
A.2.5. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik,
seperti diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 3-8%, beda tinggi rerata
<25 meter.

Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahanbahan piroklastik endapan lahar, dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di
bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan
pengendapan secara periodik.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lahar dan aliran sungai, berupa pasir, kerikil, dan kerakal,
dengan sedikit debu dan lempung.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini.

Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara mulai terasa hangat
hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi
perkembangan wilayah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 18
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000






Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya
didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal hasil
proses endapan lahar, yang apabila berada di sungai dapat menjadi sumber galian
golongan C, sebagai bahan bangunan.
Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap
kehitaman, tekstur pasir bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal,
membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.
Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di luar jalur sabuk mataair
(spring belt). Namun demikian, bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan
hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah
dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah sungai semakin melebar, landai,
dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir, dan
persifat mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan
airtanah (effluent).
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi
intensif dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi dalam
setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman
penduduk sangat berkembang.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sebagian bagian paling
bawah dari morfologi gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi
sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan
airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan
akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih
baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan
pengembangan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan
aksesibiltas yang sangat mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, diuraikan berikut ini.

Kondisi morfologi yang berupa dataran yang luas dan mengarah ke kaki dan lereng
gunungapi merupakan jalur potensial bagi pergerakan angin menuju ke
pegunungan, sehingga berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi
tekanan udara tidak stabil dan tidak merata.

Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan
ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman,
pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan
udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 19
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

Perkebangan kota dengan infrastruktur penutupan permukaan tanah, memicu
terjadinya banjir kota pada musim penghujan.
A.2.6. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti
diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<25 meter.

Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahanbahan aluvium dari berbagai sumber didaerah hulu (hinterland) dan diendapkan di
bagian bawah (low land) dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian
bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan periodisasi
pengendapannya.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian
bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas
lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini.

Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara terasa hangat hingga
panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi
perkembangan wilayah.

Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi dengan baik sebagai hasil proses
pengendapan aliran sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal material
di bagian hulu (hinterland).

Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat tebal, berwarna relatif gelap
kehitaman, tekstur geluh pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga
remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang sangat
subur.

Bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer
sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan
ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 20
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga membentuk pola saluran mulai
berkelok, lembah sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi karena mulai
terjadi proses pengendapan beban sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir
sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk pengembangan
sawah irigasi intensif dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali
tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air
melimpah, dan permukiman penduduk juga terus berkembang.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sehingga secara
hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah penurapan airtanah (discharge area)
yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan
penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai
kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman
(pedesaan atau transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur dan
aksesibiltas yang sangat mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, diuraikan berikut ini.

Kondisi morfologi yang berupa dataran yang sangat luas, berpotensi menciptakan
angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata.

Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan
ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman,
pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan
udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi - 01
Koordinat
Karakteristik
: Desa Sei Rampah dan Desa Sukadamai, Kecamatan Sei Bambam,
Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0515750; 0384784
: Lereng < 3%, elevasi ±6 meter dpal, material aluvium endapan sungai,
Daerah Aliran Sungai Rambang.
Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), airtanah
dangkal, air permukaan berupa aliran Sungai Rambang dengan nilai
daya hantar listrik (DHL) 114,5 µmhos/cm (tawar), debit aliran besar
dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna keruh
kecoklatan.
Tanah aluvial dengan warna abu-abu gelap (5YR 4/1), solum tebal,
tekstur pasir halus, struktur lepas-lepas, drainase agak baik, pH 5 - 5.5,
daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), dan kandungan bahan
organik (BO) relatif sedikit.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 21
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan
tanaman padi; kebun campur dengan tanaman berupa jagung, ketela
pohon, tebu, dan sagu; serta perkebunan kelapa sawit.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dan
perkotaan dengan pola mengtikuti jalan, dan matapencaharaian utama
adalah petani dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa,
Melayu, dan China.
: Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk
dataran banjir di sekitar aliran sungai (terbentuk rawa-rawa air tawar
yang ditumbuhi vegetasi ilalang).
Gambar A2.2a. Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk
pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung,
ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi
tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar
bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan
Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 22
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lokasi - 02
Koordinat
Lokasi - 03
Koordinat
Karakteristik
: Desa Pasar Usang, Kecamatan Batanganai, Kabupaten Padang
Pariaman, Provinsi Sumatera Barat
: 00° 44’ 24.9” LS; 100° 18’ 57.4” BT
: Desa Kampuang Tengah, Kecamatan Lubuk Basuang, Kabupaten Agam,
Provinsi Sumatera Barat
: 47M 0609842; 9964243
: Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi
dataran, dan elevasi ± 21 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen
aluvium sungai, berbatasan dengan aluvium marin. Dikontrol oleh
struktur berlapis horisontal tersortasi baik. Dinamika proses yang
potensial terjadi berupa pengendapan dan banjir akibat luapan aliran
sungai. Secara genesis, pada awalnya berupa dataran marin dengan
endapan material aluvium marin di bagian bawah, dan tertutup oleh
material aluvium sungai (fluvial) di bagian atas.
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran udara cerah dan cukup panas, suhu 30.9°C, dan
kecepatan angin 1.9 - 3.6 meter/detik (sepoi-sepoi).
Sumberdaya Air
Terdapat aliran Sungai Batanganai dengan kondisi air agak keruh
(sedimen terlarut rendah), tawar, dan tidak berbau. Debit aliran cukup
besar dan mengalir sepanjang tahun (perennial), bahkan pada musim
penghujan sering meluap yang menyebabkan banjir dan menggenangi
permukiman di sekitarnya. Menurut penuturan penduduk, periode
banjir ulang berpola 10 tahunan, dengan banjir besar terakhir terjadi
pada tahun 2000. Nilai daya hantar listrik (DHL) air sungai sebesar 144
µmhos/cm (air tawar), pH sebesar 8.3, suhu air 30.1°C, dan total
sedimen terlarut (TDS) sebesar 96 ppm.
Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak
memanfaatkan air PDAM sebagai sumber air domestik (rumah tangga)
yang berasal dari mataair pada tekuk perbukitan di sekitarnya.
Sumberdaya Lahan
Tanah penyusun sangat tebal berwarna coklat gelap, bertekstur
lempung berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi agak lekat
hingga lekat (saat basah), teguh (saat lembab), dank eras (saat kering),
dengan drainase baik hingga agak terhambat. Daya dukung sedang
hingga tinggi, pH 6 - 7, kandungan bahan organik (BO) tinggi, mangan
(Mn) sedang, dan tidak mengandung karbonat (CaCO3), yang
menyebabkan tanah relatif subur dan potensial untuk pengembangan
pertanian tanaman pangan.
Secara umum tanah berupa tanah Aluvial yang mengarah ke Vertisol
atau Grumusol dengan kandungan lempung cukup tinggi, sehingga
akan lembek saat cukup air (penghujan) dan pecah-pecah ketika
kekurangan air (kemarau).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 23
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Budidaya pertanian tanaman pangan dengan 2 hingga 3 kali padi
(irigasi sederhana hingga setengah teknis) dan 1 kali palawija dalam
setahun; di samping juga permukiman penduduk dengan pola
menyebar dan mengikuti jalan.
Sumberdaya Mineral
Terdapat kegiatan penambangan rakyat berupa penambangan pasir
dan batu kali (secara tradisional dengan mengambil dari dasar sungai
menggunakan perahu), serta tanah urug dengan menggunakan bego
dan truk yang mencapai ±100 truk sehari.
Sumberdaya Hayati
Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya
berupa fauna domestik.
Gambar A2.2b.
Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan
Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis
tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan
akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan
Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan
batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan
(gambar bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 24
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.2c.
Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan
Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang,
Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-Vertisol. Gambar tengah
memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil
proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah
berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran
rendah. (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 25
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A.2.7. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin (F3)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti
diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar dan terkadang agak cekung, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter.

Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) pada masa lalu yang
membentuk endapan lempung marin di bagian bawah, dan sekarang tertutup oleh
endapan sungai (fluvial) yang membentuk lapisan aluvial di bagian atas.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa campuran lempung dan pasir
fluvial, dan endapan lempung marin (biasanya berwarna keabu-abuan) yang
membentuk lapisan di bagian bawah.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini.

Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan dengan pesisir, sehingga suhu
udara mulai terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila
pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan hingga pesisirnya.

Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan lempung laut di bagian
bawah sebagai tinggalan hasil proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir
di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini.

Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial Hidromorf atau Aluvial
Gleisol dengan solum yang relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman,
tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, dengan drainase buruk. Jenis
tanah lain yang mungkin berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi dan
dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi
teguh, dan drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini seringkali terdapat
lapisan gambut yang relatif tebal, yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan
menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan pertanian produktif.

Pola saluran sungai berkelok-kelok (meandering) akibat proses pengendapan
material sedimen terlarut yang sangat intensif, lembah sungai lebar, dan pola tali
arus sungai berpindah-pindah sehingga membentuk pola teranyam (braided
stream). Efek dari pola dan proses aliran sungai ini menyebabkan pola saluran
sungai seringkali berpindah, sehingga banyak dijumpai lembah ditinggalkan
(abandon valley), danau tapal kuda (oxbow lake), dan lembah-lembah yang terkubur
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 26
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


(burried valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah sungai (levee ridges)
atau gosong sungai (sand point). Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun
(perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit aliran besar
dengan sedimen terlaut yang tinggi, sehingga seringkali air berwarna sangat keruh.
Pada bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur (mud flat), rawa-rawa
payau (salt marsh), dan berujung pada pembentukan suatu delta.
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah irigasi dengan pola surjan
(selang-seling saluran dan guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai
kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau banjir. Permukiman juga
tumbuh dengan baik, namun terkadang terkendala sumber air bersih dan
pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut tanah yang tinggi,
menyebabkan bangunan infrastruktur cepat atau mudah rusak.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), dengan beberapa kendala
alami terkait sifat akuifer aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik
ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas dan pengembangan
permukiman (pedesaan), dengan keterdapatan kendala pembangunan infrastuktur
dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, diuraikan berikut ini.

Kondisi morfologinya yang berupa dataran relatif agak cekung dan berada pada
bagian hilir aliran sungai dan merupakan daerah transisi dari fluvial ke wilayah
pesisir, maka kecepatan aliran sungai sedikit terhambat, yang menyebabkan
meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang
berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir.

Material penyusun yang didominasi oleh endapan lempung yang mempunyai sifat
kembang kerut tanah yang tinggi, yang menyebabkan bangunan infrastruktur jalan
aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.

Karena genesisnya merupakan hasil proses marin masa lalu, berpotensi untuk
dijumpainya jebakan-jebakan air laut purba pada endapan lempung marin yang
telah terkubur oleh endapan fluvial masa kini, yang selanjutnya berpengaruh
terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi
Koordinat
Karakteristik
: Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0494812; 0398053
: Lereng <3%, elevasi ±45 meter dpal, material aluvium endapan pasir
kuarsa, Daerah Aliran Sungai Ular.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 27
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Airtanah dangkal, jernih, dengan nilai daya hantar listrik (DHL) <1.000
µmhos/cm (tawar), dan aliran permukaan berupa Sungai Ular dengan
debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial).
Tanah aluvial dengan warna coklat abu-abu gelap (10YR 3/2), solum
cukup tebal (±60 cm), tekstur pasir, struktur lepas-lepas, drainase
baik, pH 5.8, daya dukung tinggi (pnetrometer 3 kg/m2), dan
kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan berupa lahan perkebunan kelapa sawit.
: Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk
dataran banjir di sekitar aliran sungai, dan konversi lahan menjadi
perkebunan kelapa sawit.
Gambar A2.3.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran
Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan
Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai,
Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir
(dengan mineral utama pasir kuarsa), dan
pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa
Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang
(±60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 28
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ANTROPOGENIK
A.2.8. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan (A1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah perkotaan provinsi dan kabupaten atau kota di seluruh Pulau Sumatera.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Perkotaan, seperti
diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<25 meter.

Asal-usul terbentuk pada dasarnya karena proses utama aliran sungai (fluvial) yang
mengendapkan bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber di daerah hulu
(hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land), yang kemudian
dikembangkan oleh manusia untuk wilayah perkotaan.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian
bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas
lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.
Pada prinsipnya Potensi Sumberdaya Alam mempunyai kemiripan dengan
dataran aluvial, sesuai dengan genesis bentanglahannya, yaitu:

beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi dan panas bagi yang
berkembang di wilayah pesisir;

material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil proses pengendapan aliran
sungai;

tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial yang sangat subur;

berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat baik dan
persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas
baik;

sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan
dan airtanah (effluent), dan berpola aliran dendritik;

pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk permukiman, yang
berselang-seling dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan produktivitas sangat
tinggi; dan

pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat mudah.
Perkembangan wilayah berpotensi memicu munculnya berbagai Masalah atau
Kerawanan Lingkungan, seperti:

masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang, berupa konversi lahan
sawah menjadi lahan-lahan permukiman;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 29
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



tumpang tindih kepentingan dalam pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan;
permasakahan sampah dan limbah perkotaan, yang menyebabkan pencemaran air,
tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya; serta
permasalahan banjir kota akibat penutupan permukaan tanah oleh bangunan dan
jalan, serta sistem drainase perkotaan yang buruk atau tidak memadahi, yang
menyebabkan proses infiltrasi air hujan menjadi terhambat.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES VULKANIK
A.2.9. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (V1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng
Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

Morfologi puncak gunungapi dengan relief sangat curam, lereng 30 hingga >45%,
beda tinggi >500 meter, dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan air laut.

Terbentuk dari proses utama aliran magma (vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik dan membentuk sistem perlapisan secara mengerucut.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter dari permukaan air laut,
maka sesuai hukum barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif lebih
lembab, akibat tingginya kandungan uap air di udara.

Material masih berupa material segar, yang dapat berupa agregat atau bongkahan
(block lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar).

Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau masa istirahat, mulai terbentuk
tanah-tanah muda yang masih menunjukkan bahan material tanah (parent material
atau regolith).

Pada gunung-gunungapi tua, yang pernah mengalami erupsi sangat besar (explosive)
atau karena kepotong struktur patahan regional seperti Patahan Semangko, maka
banyak dijumpai kaldera, yang kemudian mampu menampung air hujan dan
terbentuk danau kaldera (crater), seperti: Danau Toba di Sumatera Utara, Danau
Maninjau, Danau Atas dan Bawah di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan sebagainya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 30
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng gunungapi, mulai mucul
mataair topografik sebagai bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt)
dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama).
Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai muncul aliran sungai yang
bersumber dari sebuah mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam,
sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai penyempitan aliran (rapid valley)
dan pembentukan air terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan topografi
atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba dan membentuk topografi berupa
dinding terjal (sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan Sihanouk di Bukit
Tinggi. Aliran air dan air terjun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi
alternatif pembangkit listrik (mikrohidrolika).
Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut dan lereng) di bawah 1.5002.000 meter, yang secara hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah
pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air hujan (cathment area), dan
secara keruangan berfungsi sebagai kawasan lindung (protected area).
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan
berikut ini.

Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya utama akibat ancaman
aliran lava, lahar, dan awan panas, yang langsung mengalir dari kepundan atau
kawah utamanya.

Pada gunungapi yang masih aktif, belum terbentuk tanah karena material masih
baru (fresh) dan belum menunjukkan tanda-tanda proses pembentukan tanah
(pedogenesis).

Pada gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, akibat lereng yang sangat
curam, material belum padu, dengan curah hujan tinggi, maka menyebabkan potensi
bencana alam berupa longsor lahan.

Tidak ada pemanfaatan apapun yang bersifat budidaya, karena kendala ketinggian,
kemiringan lereng, iklim, sumberdaya air dan lahan, serta sulitnya jaringan
infrastruktur untuk dibangun.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 31
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi
Gambar A2.4a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa
bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang
ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga
daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan
yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun
campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman
semusim berupa sayur-sayuran dan palawija. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan
Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat
Relief bergunung, dengan lereng curam (>40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit
berlereng tegak (cliff), dan topografi pegunungan, dengan elevasi rerata >1000 meter dpal.
Tersusun atas batuan beku basalt dan andesit hasil aliran lava dengan struktur patahan.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa longsor lahan (landslide) dan jatuhan
batuan (rock fall).
Gunungapi kuarter yang relatif masih aktif atau sedang istirahat (post volcano), yang
ditandai dengan banyaknya sumber mataair panas dan pemunculan gas-gas belerang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 32
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Tabel A2.1. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut
dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat
Karakteristik
Lokasi - 1
Lokasi - 2
Lokasi - 3
Koordinat
47M
X = 0648927; Y = 9946527
47M
X = 0645228; Y = 9965363
47M
X = 0638177; Y = 9966934
Morfologi
Lereng >40% (curam – sangat
curam), pegunungan; elevasi
358 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat
curam), pegunungan; elevasi
1.107 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat
curam), pegunungan; elevasi
1.002 m dpal
Lokasi
Morfogenetik
Morfoproses
Sumberdaya
Udara
Sumberdaya Air
Sumberdaya
Lahan
Sumberdaya
Mineral
Cagar Alam Lembah Anai
Batuan beku andesit, dengan
struktur patahan
Longsor lahan dan jatuhan
batuan
Tidak dilakukan pengukuran
Desa Sungai Landia
Batuan beku andesit, dengan
struktur patahan
Pelapukan, longsor lahan dan
jatuhan batuan
Saat pengukuran udara cerah
dan sejuk (siang hari), suhu
27.2°C, dan kecepatan angin
0.8 – 1.7 m/detik (sepoi)
Danau Kawah Maninjau
Batuan beku andesit, dengan
struktur patahan
Pelapukan, longsor lahan dan
jatuhan batuan
Tidak dilakukan pengukuran
Air terjun struktur patahan,
berasa tawar, jernih, dan tidak
berbau; DHL 138 µmhos/cm,
pH 8.1, suhu 23.3°C, dan TDS
86 ppm
Sungai mengalir perenial
dengan debit besar
Mataair topografik, berasa
tawar, jernih, dan tidak
berbau; DHL 392 µmhos/cm,
pH 7.8, suhu 24.6°C, dan TDS
265 ppm, sebagai sumber air
bersih
Air danau, berasa tawar, jernih,
dan tidak berbau; DHL 79
µmhos/cm, pH 8.6, suhu 29.4°C,
dan TDS 53 ppm, sebagai sumber
air bersih dan air irigasi
Sungai mengalir perenial dengan
debit besar
Tidak terindentifikasi
Tidak terindentifikasi
Tidak terindentifikasi
Lahan berfungsi lindung,
berupa hutan lindung dan
konservasi
Lahan berfungsi lindung,
berupa hutan lindung dan
konservasi
Lahan berfungsi lindung, berupa
hutan lindung dan wisata alam
Flora: hutan kayu manis dan
pinus
Fauna: kera ekor panjang, elang,
dll
Sumberdaya
Hayati
Flora: hutan
Fauna: dilindungi
Flora: hutan
Fauna: kera ekor panjang,
elang, dll
Karakteristik
Lokasi - 4
Lokasi - 5
Koordinat
47M
X = 0687515; Y = 9885666
47M
X = 0692341; Y = 9885951
47M
X = 0687006; Y = 9898586
Lereng 25-40% (curam –
sangat curam), pegunungan;
elevasi 1.524 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat
curam), pegunungan; elevasi
1.558 m dpal
Lereng >50% (curam – sangat
curam), pegunungan; elevasi 888
m dpal
Lokasi
Morfologi
Morfogenetik
Morfoproses
Sumberdaya
Udara
Rawang Gadang, Danau
Kembar, Solok (Gunungapi
Talang)
Batuan beku andesit dan
piroklastik, dengan struktur
retakan
Longsor lahan dan jatuhan
batuan
Saat pengukuran udara cerah
dan sejuk (siang hari), suhu
23.2°C, dan kecepatan angin
7.5 m/detik
Danau Bawah, Gunungapi
Talang
Batuan beku andesit, dengan
struktur patahan
Pelapukan, longsor lahan dan
jatuhan batuan
Saat pengukuran udara
mendung dengan suhu 25°C
Lokasi – 6
Bukik Gadang, Lembangjaya,
Solok
Batuan beku andesit dan laharik
Longsor lahan dan jatuhan
batuan
Tidak dilakukan pengukuran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 33
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lanjutan Tabel A2.1.
Karakteristik
Lokasi - 5
Lokasi – 6
Sumberdaya Air
Banyak rembesan (seepage)
dan mataair (spring) berasa
tawar, jernih, dan tidak berbau;
DHL <500 µmhos/cm, pH 6,
suhu 21°C
Mataair topografik, berasa
tawar, jernih, dan tidak
berbau; DHL 75 µmhos/cm,
pH 6.9, suhu 23.1°C, dan TDS
49 ppm, sebagai sumber air
bersih
Sumberdaya
Lahan
Tanah cukup tebal berwarna
abu-abu cerah, tekstur
lempung berdebu, struktur
gumpal lemah, drainase baik,
daya dukung sedang (1.5 – 2
kg/cm2), pH 7, kandungan BO,
Mn, dan karbonat rendah,
termasuk jenis Andosol
Lahan berfungsi lindung,
berupa hutan lindung (di atas)
dan perkebunan teh pada
lereng
Tanah cukup tebal berwarna
abu-abu cerah, tekstur
lempung berdebu, struktur
gumpal lemah, drainase baik,
daya dukung sedang (1.5 – 2
kg/cm2), pH 7, kandungan BO,
Mn, dan karbonat rendah,
termasuk jenis Andosol
Lahan berfungsi lindung,
berupa hutan lindung (di atas)
dan perkebunan tanaman
sayuran pada lereng
Mataair panas, berasa tawar,
jernih, dan tidak berbau belereng
(hidrotermal); DHL 658
µmhos/cm, pH 8.4, suhu 40°C,
dan TDS 429 ppm, sebagai
sumber air bersih
Mataair panas tidak berbau
belerang, berarti akuifer di atas
magma dan mengalir karena
struktur patahan sebagai mataair
panas
Flora: hutan
Fauna: dilindungi
Flora: hutan dan tanaman
pertanian (kubis, tomat,
kentang, ubi, bawang merah,
markisa)
Fauna: tidak teridentifikasi
Sumberdaya
Mineral
Sumberdaya
Hayati
Lokasi - 4
Andesit dan bijih besi, dengan
penambangan lokal
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH RI (Maret, 2013)
Andesit dan pasir batu,
penambangan rakyat
Lahan berfungsi lindung, berupa
hutan lindung dan wisata alam
Tidak terindentifikasi
Flora: hutan
Fauna: tidak teridentifikasi
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan
Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat
Sumberdaya udara
Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 20-25°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak
kencang, yang mengindikasikan wilayah pegunungan vulkanik dengan elevasi tinggi.
Sumberdaya air
Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur
batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang muncul
pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar,
jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk.
Pada beberapa lokasi terdapat pemotongan topografi akibat patahan yang menyebabkan
pembentukan air terjun, dan mengalir sebagai sungai dengan aliran sepanjang tahun
(perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas
baik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 34
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sumberdaya Lahan
Tanah penyusun cukup tebal dengan kandungan hara tinggi, bertekstur lempung geluh
berdebu hingga berpasir, berupa tanah Andosol.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat
hingga sangat rapat di bagian kerucut dan lereng, sedangkan pada bagian lereng bawah
dan kaki banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan teh dan sayuran.
Sumberdaya Hayati
Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk
hutan lindung dan tanaman pertanian semusim. Fauna dominan berupa kera, elang, dan
lainnya.
Gambar A2.4b.
Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai
bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik,
dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah),
terbentuk akibat patahan yang memotong topografi
lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga
sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada
di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak
aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari
air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian
hulu pegunungan yang lainnya.
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 35
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.4c. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Vulkanik (atas)
dengan kondisi hutan tropis yang cukup rapat dan lembah-lembah antar
pegunungan vulkanik yang subur (kiri bawah) di daerah Sungai Landia. Tampak
bekas aktivitas pembakaran hutan (kanan bawah) untuk pembukaan lahan-lahan
pertanian oleh penduduk setempat. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4d. Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan
Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor
Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 36
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.4e. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di
sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan
penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4f. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di
sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4g. Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang
merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng
Gunungapi (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 37
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A.2.10. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti
diuraikan berikut ini.

Morfologi berangsur-angsur dari atas ke bawah mengalami penurunan kemiringan
lereng dari curam ke miring dengan lereng 15 - 30%, beda tinggi rerata 75 - 500
meter.

Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat
letusan.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite), berupa
pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan dengan berbagai ukuran.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kaki
Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

Kondisi suhu udara masih terasa dingin dan sejuk karena ketinggiannya, dan udara
relatif masih lembab dengan kandungan uap air yang cukup.

Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang dapat berupa
agregat atau bongkahan (seperti blok lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan
kerikil endapan lahar), sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan
C, berupa pasir, kerikil, kerakal, dan batu, sebagai bahan baku bangunan, industri
semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.

Tanah mulai berkembang dengan solum ke arah bawah semakin tebal, berwarna
gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu
berlempung (untuk gunungapi tua), berupa tanah-tanah Andosol yang subur.

Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi kaki gunungapi, banyak mucul mataair
topografik sebagai bagian dari jalur kedua sabuk mataair (spring belt) dengan debit
aliran yang besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi industri air
minum dalam kemasan atau PDAM. Mataair ini juga mampu mensuplai aliran sungai
secara kontinyu, sehingga umumnya sungai mengalir sepanjang tahun (perenial).

Pola aliran sungai mulai berkembang membentuk pola parallel untuk satu sisi
lereng gunungapi atau pola radial sentrifugal untuk keseluruhan keliling tubuh
gunungapi. Bentuk lembah sungai masih vertikal, curam, dan agak dalam, sehingga
terkadang masih dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan terjunan-terjunan
kecil (small waterfall).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 38
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


Lahan mulai dapat dimanfaatkan dan muncul bentuk-bentuk pemanfaatan lahan
yang produktif, seperti: hutan produksi, perkebunan, dan pemanfaatan potensi alam
untuk pengembangan wisata minat khusus alam pegunungan dengan pemandangan
yang indah, udara sejuk, air berlimpah, dan tanah yang subur.
Karena ketinggian, kemiringan lereng, dan kedudukannya di bawah lereng
gunungapi, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai
daerah pengaliran airtanah (flow groundwater) dan daerah resapan air hujan
(infiltrasion and percolation area) yang berperan dalam pengisian airtanah ke dalam
akuifer, sehingga secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga
(buffer area) dengan pemanfaatan terbatas (hutan produksi terbatas atau
perkebunan tanaman tahunan).
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya kedua akibat ancaman
aliran lava, lahar, dan awan panas, yang mengalir melalui lembah-lembah sungainya,
serta hujan abu yang dapat tersebar secara meluas di sekitar kepundan gunungapi.

Pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi
lahan-lahan permukiman mulai terjadi, baik pada bentanglahan kaki gunungapi yang
tidak aktif atau sedang istirahat, maupun pada gunungapi gunungapi aktif.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi - 01
Koordinat
Karakteristik
: Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara
: 47N 0501566; 0322220
: Lereng 8-15%, material endapan piroklastik.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan
akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa
aliran sungai untuk irigasi dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 73,6
µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang dan bersifat mengalir
sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh (keputihan).
Tanah Latosol dengan warna abu-abu gelap (10YR 4/1), solum tebal
hingga sangat tebal (60 - >120 cm), tekstur lempung pasir berdebu,
struktur gumpal membulat lemah, drainase baik, pH 7, daya dukung
sedang - tinggi (pnetrometer 2-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan
organik (BO) sedang.
Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan
tanaman padi dan tanaman semusim lainnya.
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan
pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 39
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Permasalahan
dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang,
penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan
permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto,
Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan
bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman
semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum
tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Lokasi - 02
Koordinat
Karakteristik
: Desa Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0485448; 0327625
: Lereng 10%, material endapan piroklastik.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan
akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa
aliran sungai untuk irigasi dengan debit aliran sedang dan bersifat
mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh.
Tanah Latosol dengan warna coklat gelap (10YR 4/3), solum tebal
hingga sangat tebal (>100 cm), tekstur lempung berpasir, struktur
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 40
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
remah, drainase baik, pH 7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5
kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.
Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman
palawija, sayur-sayuran, kopi, dan coklat.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaanperkotaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan
mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan
pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan
China.
: Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan
permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5b. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan
Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk
pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buahbuahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki
solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Lokasi - 03
Koordinat
Karakteristik
: Desa Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0459211; 0322619
: Lereng miring, material endapan piroklastik, elevasi 1.378 meter dpal.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair) dengan nilai DHL 124,7
µmhos/cm, airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman >100
meter.
Tanah pada lapisan atas berupa Andosol berwarna hitam (2.5Y 2/0),
dengan solum 20-40 cm, tekstur debu berpasir, struktur remah, pH 4,
drainase baik, daya dukung rendah (pnetrometer 1-1.5 kg/m2), dan BO
sedikit; sedangkan pada lapisan bawah berupa tanah Latosol warna
coklat kekuningan (10YR 6/8), solum tebal, tekstur lempung berpasir,
struktur gumpal membulat, drainase agak buruk, pH 5-7, daya dukung
tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO)
sedikit hingga sedang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 41
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman
palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan (kopi dan durian).
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan
pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan,
dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang,
penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan
permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5c. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan
Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk
pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buahbuahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol
coklat tua yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 42
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A.2.11. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi (V3)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi,
seperti diuraikan berikut ini.

Morfologi dataran dengan relief landai hingga bergelombang, kemiringan lereng 8 15%, beda tinggi rerata 25 - 75 meter.

Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat
letusan, dengan persebaran material dibantu oleh aliran sungai.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lahar dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir,
kerikil, dan kerakal.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

Karena penurunan ketinggian, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas,
bergantung musim, namun demikian udara relatif masih relatif bersih dan segar
karena pengaruh kondisi bentanglahan yang alami.

Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya
didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, kerakal, dan
bebatuan hasil proses endapan lahar, sehingga berpotensi sebagai bahan galian
mineral golongan C, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan
jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.

Tanah sudah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap
kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu
berlempung (untuk gunungapi tua), struktur remah hingga sedikti menggumpal,
membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.

Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi dataran kaki gunungapi, masih
dijumpai pemunculan mataair topografik sebagai bagian dari jalur terakhir sabuk
mataair (spring belt) dengan debit aliran yang relatif besar, yang berpotensi sebagai
sumber air bersih bagi air minum penduduk atau PDAM.

Kondisi morfologi yang landai dengan material penyusun berupa bahan-bahan
piroklastik, maka sangat berpotensi untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah
dengan baik, sehingga pada bentanglahan ini mulai terbentuk akuifer yang
produktif.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 43
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



Pola aliran sungai semakin berkembang membentuk pola parallel - dendritik yang
mengalir menuju dataran di bagian bawahnya. Bentuk lembah sungai masih
cenderung melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport
material dari hulu ke hilir.
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi
intensif dengan produktivitas tinggi, dan mulai berkembang permukiman penduduk.
Wilayah yang dapat dikatakan berada pada daerah rendah atau bawahan,
kemiringan lereng yang landai, dan kedudukannya di bawah kaki gunungapi dengan
pemanfaatan yang makin produktif, maka bentanglahan ini secara
hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage
groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan
sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas.
Oleh karena itu secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan budidaya
pertanian dan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan
aksesibiltas yang mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, diuraikan berikut ini.

Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya ketiga akibat ancaman
aliran lahar (banjir lahar) melalui lembah-lembah sungainya, dan hujan abu yang
dapat tersebar secara meluas mengikuti arah dan kecepatan angin.

Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan
ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman, konflik sosial, dan
pencemaran air, tanah, dan udara, bergantung tingkat perkembangan wilayahnya.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan
Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat
Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ±
>1000 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai yang berasal dari hasil
pelapukan bahan-bahan piroklastik dan batuan vulkanik pada perbukitan atau
pegunungan di sekitarnya.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan aluvium oleh aliran sungai
dan rombakan lereng secara gravitatif (koluvium).
Pada awalnya material berasal dari hasil erupsi gunungapi berupa bahan-bahan
piroklastik atau akibat rombakan lereng (pelapukan) batuan penyusun perbukitan atau
pegunungan di sekitarnya, yang kemudian terbawa oleh aliran sungai dan diendapkan
pada lembah-lembah yang ada di bagian bawah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 44
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan
Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran udara cerah dan sejuk, dengan suhu 26,2°C, dan kecepatan angin 3.9 –
6.3 m/detik.
Sumberdaya Air
Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan
mataair sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair topografik
di perbukitan atau pegunungan sekitarnya. Air dari mataair vulkanik ini umumnya berasa
tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu
normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm), yang umumnya dialirkan secara
gravitatif. Sungai-sungai relatif kecil mengalir secara perenial dengan debit kecil, air
jernih, tawar, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu
normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm).
Sumberdaya Lahan
Tanah relatif tebal, berwarna kecoklatan, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal
membulat, drainase sedang hingga baik, daya dukung sedang hingga tinggi, pH netral, dan
kandungan BO sedang hingga tinggi, berupa tanah Aluvial.
Lahan berfungsi budidaya, berupa pertanian sawah irigasi dengan pola tanam 2 kali padi
dan sekali palawija dalam setahun, dan permukiman yang mengelompok pada lembah.
Sumberdaya Mineral
Sumberdaya mineral tidak teridentifikasi dengan pasti, tetapi umumnya berupa tanah
urug.
Sumberdaya Hayati
Flora umumnya berupa tanaman pertanian.
Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna
domestik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 45
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.6. Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar
Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur
dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan
permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan
pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis.
Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan
pegunungan gunungapi di Sumatera Barat. (Foto; Langgeng W.S., Maret, 2013)
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES TEKTONISME
A.2.12. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan
(S1.P); dan
A.2.13. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan
(S2.P)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural
Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung; sedangkan untuk satuan
Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian
wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 46
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan
Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini.

Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.

Untuk S1P, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung,
lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter;
sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief
berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500
meter.

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang
membentuk struktur patahan, dengan kenampakan bidang patahan (escarpment)
yang tegas membentuk jalur blok perbukitan/pegunungan kompleks, akibat sifat
material batuan penyusunnya yang kompak dan keras.

Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan beku hasil proses
aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau
batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosis, seperti: kalsit atau marmer,
sekis, gneis, atau lainnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini.

Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang
tinggi membentuk pegunungan atau perbukitan kompleks blok patahan, yang
terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan rapat, sehingga udara akan terasa
sejuk.

Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang keras dan kompak yang telah
berumur sangat tua, bahkan akibat proses pengangkatan dan tekanan tektonik yang
kuat menyebabkan proses metamorfosis, sehingga tekstur batuan semakin halus
dan kompak dengan struktur yang terubah dan indah. Proses inilah yang
menyebabkan pembentukan mineral-mineral batuan mulai yang bernilai ekonomi
tinggi, seperti kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi
untuk dipoles menjadi batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen
rumah, hotel, dan sebagainya.

Potensi sumberdaya mineral lain bagi batuan yang belum mengalami metamorfosis
adalah sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik,
dan lainnya.

Sifat batuan penyusunnya yang kompak tidak memungkinkan untuk menyimpan air,
akan tetapi keberadaan struktur retakan atau patahan dapat berfungsi sebagai poripori sekunder yang akan mengalirkan air hujan dan muncul di bagian tekuk
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 47
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

lerengnya sebagai mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial
sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat
lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam
atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai
kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh satuan Ekoregion Bentanglahan ini di Pulau Sumatera, adalah:

Jalur Perbukitan dan Pegunungan Blok Patahan sepanjang Patahan Semangko di sisi
barat Pulau Sumatera, mulai dari Lampung; Lubuk Linggau di Bengkulu; Sungai
Penuh hingga Kerinci di Jambi; Sawah Lunto, Bukit Tinggi, hingga Lubuk Sikaping di
Sumatera Barat; Padang Sidempuan, Taruntung, hingga Sidikalang di Sumatera
Utara; dan berlanjut hingga Banda Aceh.

Di sepanjang jalur patahan tersebut, terkadang terdapat asosiasi antara batuan
gunungapi tua sebagai dasar formasi dengan endaapan batugamping terumbu di
bagian atas yang membentuk topografi karst, tetapi keterdapatannya secara lokallokal saja (yang tidak nampak jelas pada skala 1 : 250.000), seperti di sebelah
selatan Lho-nga, Aceh.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada kedua
satuan ekoregion bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul
pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain:

sifat batuan penyusunnya yang kompak dan sangat keras, tidak memungkinan
untuk dapat menyimpan air, sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap
kekeringan dan kekurangan air bersih;

sifat batuan yang kompak dengan resistensi tinggi, tidak memungkinkan
pembentukan tanah dengan baik, sehingga tanah relatif tipis langsung kontak
dengan batuan induk, yang disebut dengan tanah Litosol, miskin hara, dan banyak
singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal;

genesis bentanglahan sebagai hasil proses pengangkatan tektonik yang membentuk
bidang patahan pada topografi perbukitan dan pegunungan, sangat berpotensi
sebagai media rambatan gelombang tektonik yang mampu menciptakan gempabumi
tektonik (earthquake) yang dahsyah;

kondisi topografi yang demikian dengan struktur batuan penyusun yang banyak
retakan dan patahan, ketika terjadi gempabumi yang kuat, sangat berpotensi
terhadap kejadian gerak massa batuan berupa longsor batuan (rock slide) atau
bahkan jatuhan batuan (rock fall) yang sangat berbahaya dan mengancam
keselamatan penduduk di sekitarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 48
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi - 01
Koordinat
Lokasi - 02
Koordinat
Karakteristik
: Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara (Celah topografi antara Danau Toba dan Pegunungan
Struktural Patahan)
: 47N 0443604; 0319351
: Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi
Sumatera Utara (Sungai Renun, sungai anteseden mengikuti struktur
patahan pada Pegunungan Struktural Patahan)
: 47N 0432308; 0301915
: Lereng 30 - 55%, material batuan beku blok lava yang mengalami
pengangkatan dan terbentuk struktur patahan, intrusi diorit porfir,
serta batuan metamorfik kalsit dan marmer muda.
Air minum berasal dari mataair dengan nilai daya hantar listrik (DHL)
31,4 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang hingga besar dan bersifat
mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna jernih, berasa tawar
dan dingin. Mengalir Sungai Renun sebagai sungai patahan yang
mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran sangat besar,
dengan pola alur lurus mengikuti struktur patahan. Terdapat Air
Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk akibat patahan dengan debit
aliran sangat besar, DHL 41,2 µmhos/cm dengan kondisi air keruh
kecoklatan yang menunjukkan sedimen terlarut yang tinggi. Juga
terdapat Danau Toba yang dapat dikatakan sebagai Danau Kaldera
(Crater) dan sekaligus danau patahan.
Tanah Litosol dengan dengan solum tipis langsung kontak dengan
batuan induk, dan Podsolik merah kekuningan dengan solum cukup
tebal. Tutupan lahan berupa hutan tropis kerapatan tinggi sebagai
kawasan hutan lindung.
Sumberdaya mineral potensial adalah penambangan batugamping dan
marmer muda sebagai campuran makanan ternak dan bahan
bangunan.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai kawasan wisata alam dengan
perkembangan permukiman pedesaan berpola mengelompok di
sekitar Danau Toba atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian
utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran,
yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Erosi lahan berupa pelapukan batuan, erosi lembah (gully erosion), dan
potensi runtuhan batuan (rock fall) pada dinding patahan (escarpment)
yang terjal atau karena pemotongan topografi untuk pembuatan jalan,
dan ancaman gempabumi tektonik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 49
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural
Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang
merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah
lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan
Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan
dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan
struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah
membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga
sangat curam. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 50
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7b. Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan
Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran
Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur
patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi
Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir
(sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan
marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan,
gambar kanan bawah). (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 51
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7c.
Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk
karena pemotongan topografi akibat
struktur patahan, dengan debit aliran yang
sangat besar dan berpotensi untuk
pengembangan pariwisata alam
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan
Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Relief berbukit, dengan lereng miring - agak curam (16-40%) bahkan banyak dijumpai
bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi perbukitan, dengan elevasi ± 45 meter
dpal hingga >805 meter dpal.
Tersusun atas batuan beku diabas, granit porfir, batuapung (pumice), breksi, dan andesit
dengan matrik tufaan, tekstur kasar banyak lubang (porfiritis), dan banyak dijumpai
struktur retakan (joint). Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng
tegak memanjang berupa cliff nyata.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering)
berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan
(landslide), dan jatuhan batuan (rock fall).
Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patahpatah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran perbukitan vulkanik
berstruktur patahan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 52
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Tabel A2.2. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan
Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Karakteristik
Lokasi - 1
Lokasi – 2
Koordinat
47M – X = 0646444; Y = 9916969
47M – X = 0651333; Y = 9965862
Morfologi
Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan
>40% (curam); Berbukit; Elevasi 45 m dpal
Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan
>40% (curam); Berbukit; Elevasi 805 m dpal
Lokasi
Morfogenetik
Morfoproses
Sumberdaya
Udara
Sumberdaya Air
Sumberdaya
Lahan
Sumberdaya
Mineral
Sumberdaya
Hayati
Pasar Usang, Batangarai, Padang Pariaman
Batuan beku: diabas, granit porfir, dan
batuapung dengan matrik tufaan
Struktur: patahan dengan banyak retakan
(joint)
Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan
mengalami patahan
Pelapukan batuan dan longsor lahan
Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.93.6 m/detik
Mataair berada pada tekuk lereng perbukitan,
sebagai sumber air bersih PDAM dan air
minum penduduk
Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan
induk, dan miskin hara, berupa Litosol.
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan,
produksi kayu hutan
Breksi andesit, pasir batu, dan tanah urug
Penambangan rakyat tradisional
Flora: hutan kayu
Fauna: harimau, orang hutan, tapir, celeng,
kijang/rusa, piton, dan ayam hutan
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret 2013)
Perbukitan dan Lembah Sihanok, Bukittinggi
Batuan beku: breksi dan andesit dengan matrik
tufaan
Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint)
Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan
mengalami patahan
Pelapukan, erosi, dan longsor lahan
Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.93.6 m/detik
Sungai Sihanok, tawar, jernih, dan tidak berbau;
perenial dengan debit sedang; DHL 245
µmhos/cm, pH 8.2, suhu 22.1°C, dan TDS 164
ppm; ancaman pencemaran limbah (sampah)
rumah tangga
Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan
induk, dan miskin hara, berupa Litosol.
Lahan berfungsi lindung dengan hutan lindung
dan pengembangan wisata alam
Batuan andesit tufaan
Flora:hutan konservasi
Fauna: kera
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan
Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Sumberdaya udara
Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 30-32°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak
kencang, yang mengindikasikan wilayah perbukitan asal proses kegunungapian dengan
struktur patahan.
Sumberdaya air
Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur
batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang
berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit
aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai
sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk.
Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa
tawar, jernih, dan berkualitas baik. Terdapat ancaman pencemaran limbah rumah tangga
berupa sampah dan limbah cair.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 53
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sumberdaya Lahan
Tanah penyusun sangat tipis dan relatif belum berkembang, bertekstur lempung berpasir,
dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Litosol.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat
hingga sangat rapat.
Sumberdaya Hayati
Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk
hutan lindung.
Fauna dominan berupa harimau, tapir, orang hutan, kera, babi hutan (celeng), kijang, ular
piton, dan ayam hutan.
Gambar A2.7d.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan
jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan
Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa
batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai
di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 54
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Laharik
Tufaan
Gambar A2.7e.
Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang
merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi
(Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah
curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya
berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi
sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan
laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri
bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar
kanan bawah) pada hutan di sekitarnya. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan
Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Relief bergunung-gunung dengan lereng curam hingga sangat curam (>40%) bahkan
banyak dijumpai lereng tegak (cliff) pada elevasi yang tinggi.
Tersusun atas batuan beku andesit dengan banyak struktur retakan (joint) dan batuan
malihan berupa kalsit dan marmer. Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas,
membentuk lereng tegak memanjang, jalur patahan Semangko yang berpotensi gempa
tektonik.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering)
berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan
(landslide), dan jatuhan batuan (rock fall).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 55
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patahpatah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran pegunungan struktural.
Tabel A2.3. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan
Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Karakteristik
Lokasi - 1
Lokasi - 2
Koordinat
47M – X = 0670709; Y = 9896230
47M – X = 0699332; Y = 9875897
Morfologi
Lereng >40% (curam – sangat curam);
Bergunung; Elevasi 856 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung
Lokasi
Morfogenetik
Morfoproses
Sumberdaya
Udara
Taman Hutan Rakyat Hatta
Batuan beku andesit dengan struktur retakan
(joint)
Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan
mengalami patahan
Longsor lahan dan jatuhan batuan
Saat pengukuran cerah (pagi hari), suhu 24.8°C,
angin 0.5 – 3.2 m/detik
Sumberdaya Air
Pemunculan mataair dan rembesan melalui
struktur retakan batuan dan pemotongan
topografi, bersifat perenial, berasa tawar, jernih,
dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 7.3,
suhu 20°C, dan sebagai sumber air bersih
penduduk
Sumberdaya
Lahan
Tanah merah kekuningan, cukup tebal (>60 cm),
tekstur geluh berlempung, struktur gumpal
membulat, daya dukung sedang, pH 5 - 7,
dengan sedikit BO dan Mn, berupa tanah
Podsolik merah kekuningan.
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung,
dengan tegakan rapat.
Sumberdaya
Mineral
Sumberdaya
Hayati
Tidak teridentifikasi
Flora: hutan kayu
Fauna: harimau, orang hutan, celeng, dan kera
ekor panjang
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret, 2013)
Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti,
Solok
Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint);
batuan malihan berupa kalsit dan marmer
Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan
mengalami patahan (struktur jalur patahan
Semangko)
Longsor lahan dan jatuhan batuan
Hujan deras
Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur
retakan batuan dan patahan, bersifat perenial, berasa
tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 260 µmhos/cm,
pH 7.4, suhu 22.9°C, TDS 174 ppm, dan sebagai
sumber air bersih penduduk
Sungai mengalir perenial dengan debit fluktuatif dari
kecil hingga besar, dengan sedimen terlarut sangat
tinggi akibat aktivitas penambangan dan pengolahan
lahan pada lereng-lereng pegunungan
Tanah Podsolik merah kekuningan
Lahan berfungsi lindung, tetapi banyak pemanfaatan
untuk pertanian dan penambangan rakyat
Kalsit dan marmer, dengan penambangan rakyat
berupa batu pecah untuk perkerasan jalan
Flora:hutan konservasi
Fauna: tidak teridentifikasi
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan
Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Sumberdaya udara
Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 25-30°C dengan curah hujan tinggi.
Sumberdaya air
Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur
batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang
berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 56
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai
sumber air bersih bagi penduduk sekitar.
Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa
tawar, kekeruhan tinggi, dan berkualitas kurang baik. Terdapat ancaman pencemaran
akibat sedimen yang sangat tinggi akibat pengolahan lahan pertanian atau perkebunan
pada lereng-lereng pegunungan, dan penambangan rakyat (mineral kalsit, marmer, dan
andesit).
Sumberdaya Lahan
Tanah penyusun cukup tebal, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat,
dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Podsolik merah kekuningan.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat
hingga sangat rapat, dan lahan-lahan perkebunan pada lereng dan kaki pegunungan.
Sumberdaya Hayati
Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk
hutan lindung, dan tanaman perkebunan.
Fauna dominan berupa harimau, kera ekor panjang, dan babi hutan (celeng).
Gambar A2.7f.
Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan
di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan
tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah
kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan
rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada
tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 57
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7g.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Pegunungan Struktural Patahan di Danau
Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti,
Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat
yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan
marmer sebagai mineral tambang utama
(gambar tengah), serta kenampakan aliran
sungai dengan debit besar saat penghujan dan
sedimen terlarut sangat tinggi akibat
pengolahan lahan dan penambangan (kanan
bawah). (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
A.2.14. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan
Struktural Patahan (S3.P1); dan
A.2.15. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural
Patahan (S3.P2)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan
Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 58
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion
Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian
wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Pegunungan
dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini.

Kedua bentanglahan ini mempunyai morfologi, genesis, struktur, dan material
penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada posisi atau kedudukannya,
bahwa S3P1 adalah lembah yang terdapat di antara jalur pegunungan patahan,
sedangkan S2P2 adalah lembah yang berada di antara jalur perbukitan patahan.

Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur pegunungan atau perbukitan
dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai terban
(graben), yang diapit oleh dua dinding blok patahan (horst) dengan topografi
pegunungan atau perbukitan.
Pada dasarnya Potensi Sumberdaya Alam yang dimiliki pada bentanglahan ini
mirip dengan bentanglahan pegunungan dan perbukitan struktural patahan di sekitarnya,
yaitu:

udara alam pegunungan atau perbukitan yang terasa sejuk hingga dingin;

potensi sumberdaya mineral-mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa,
marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk batu akik, batu
permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya;

potensi sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan, industri semen, industri
pakan ternak, kosmetik, dan lainnya;

sungai yang berkembang berpola aliran rectangular, dengan sungai utama searah
pola lembah patahan (terban) dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai
utama mengikuti pola struktur patahan yang ada; dan

pemunculan mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai
sumber air bersih masyarakat sekitarnya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini memiliki
potensi untuk pengembangan kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan
pendidikan lingkungan, yang terkait dengan fenomena alam geologis dan geografis.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada
bentanglahan ini juga dipengaruhi oleh asal-usul pembentukan (genesis) perbukitan dan
pegunungan di sekitarnya, yaitu:

ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 59
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk (tanah Litosol) yang miskin
hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan
kritis dan marginal;
berpotensi sebagai daerah terkena dampak gempabumi tektonik (earthquake) yang
dahsyah;
berpotensi sebagai daerah terdampak longsor batuan (rock slide) dan jatuhan
batuan (rock fall) pada saat terjadi gempabumi tektonik.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi
Koordinat
Karakteristik
: Wilayah Perkotaan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera
Utara (sebuah Graben)
: 47N 0425783; 0302202
: Lereng 5-15%, material batuan beku diorit yang telah mengalami
lapuk tingkat lanjut, elevasi 1.109 meter dpal.
Air minum berasal dari mataair dengan debit aliran sedang hingga
besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial). Mengalir
sungai yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran
cukup besar, DHL 64.3 µmhos/cm dengan kondisi air jernih dan segar.
Tanah yang berkembang berupa Latosol coklat kekuningan dan
Podsolik merah kekuningan, dengan solum cukup tebal (>60 cm),
tekstur lempung debu berpasir, struktur gumpal membulat, daya
dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), pH 5.5 – 7, dan kandungan
bahan organik sedikit. Pemanfaatan lahan berupa kebun campur
dengan tanaman palawija dan buah-buahan, sawah, dan permukiman.
Permasalahan
Permukiman pedesaan dan perkotaan berpola mengelompok di sekitar
pada lembah atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama
adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu:
Jawa, Melayu, dan China.
: Daerah terdampak jika terjadi gempabumi tektonik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 60
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.8.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan
Struktural Patahan, yang berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah
Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan
(Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan
sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buah-buahan.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
A.2.16. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan
(S1.L); dan
A.2.17. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan (S2.L)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural
Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan
Perbukitan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan
Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.

Kedua bentanglahan ini juga mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun
yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 61
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



Untuk S1L, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung,
lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter;
sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief
berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500
meter.
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang
membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang
tegas membentuk jalur punggungan (antiklinal) yang berselang-seling dengan jalur
lembah (sinklinal) memanjang sejajar punggung lipatan, akibat sifat material batuan
penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen berlapis
yang lunak dan plastik, seperti: batulempung (claystone), batulempung gampingan,
batupasir (sandstone), batupasir gampingan, batugamping (limestone), batugamping
napalan, atau sejenisnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.

Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang
tinggi membentuk punggunan antiklinal, yang umunya terlindungi dengan vegetasi
berupa tegakan hutan produksi, sehingga udara masih terasa sejuk.

Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang lunak dan plastis yang relatif berumur
tua, sejenis batulempung, batupasir, dan batugamping dengan percampurannya.

Ketiga jenis batuan utama penyusunnya menunjukkan hasil proses pengendapan
pada lingkungan perairan, baik parairan darat (danau, telaga, atau rawa-rawa)
maupun perairan laut dangkal (laguna atau zona laut dangkal / lithoral) pada masa
lalu (purba), yang berasosiasi dengan tumbuhnya berbagai tumbuhan dan
tinggalnya berbagai fauna maupun kehidupan manusia purba. Ketika terjadinya
transisi zaman Tersier ke zaman Kuarter yang ditandai dengan zaman periglasial,
yang mana bumi mengalami periode kering yang sangat panjang (jutaan tahun),
maka kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia purba menjadi punah. Kemudian
disusul dengan proses tektonik berupa pengangkatan daratan akibat penunjaman
lempeng samudera di bawah lempeng benua, yang menyebabkan proses perlipatan
pada daerah yang tersusun atas batuan yang bersifat lunak dan plastis. Kondisi
inilah yang dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu
pada proses pengendapan material dan perlipatan.

Terjebaknya sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses perlipatan inilah yang
menyebabkan pembentukan sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi, yang
sangat potensial dijumpai pada jalur perlipatan, seperti yang terdapat di wilayah
bagian timur Pulau Sumatera.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 62
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batuan lempung dan batugamping,
relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga
mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang sering disebut sebagai tanah
Vertisol atau Grumusol.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat
lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam
atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai
kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh Ekoregian Bentanglahan Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau
Sumatera adalah:

Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Lhokseumawe
hingga Langsa, yang mengapit lembah aliran Sungai Lesten di Provinsi Aceh.

Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Padang Sidempuan
Sumatera Utara, melewati Bangkinang Riau, dan Muara Tembesi Jambi, hingga
berlanjut sampai Palembang Sumatera Selatan.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada
bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan
material penyusunnya, yang antara lain:

batuan lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air
dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau
berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;

batuan lempung gampingan relatif membentuk tanah yang miskin hara, sehingga
termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah;

tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi
terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan

tanah berlempung bersifat labil dan mudah bergerak perlahan, sehingga pada lereng
yang curam berpotensi terhadap gerakan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).
A.2.18. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural
Lipatan (S3.L2)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan ini menempati area di
sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera
Selatan.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan
Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 63
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur perbukitan lipatan dengan
relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai sinklinal, yang diapit
oleh dua punggunan antiklinal dengan topografi berupa perbukitan.
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang
membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang
tegas membentuk jalur lembah (sinklinal) di antara punggungan (antiklinal) yang
mengapitnya, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur
(plastis).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen hasil
pengendapan material akibat proses erosi di perbukitannya, dengan material utama
penyusunnya bersifat lempungan (clay), lempung bergamping, atau sejenisnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.

Bentanglahan ini umumnya berupa topografi cekungan atau lembah sinklinal, yang
relatif terbuka, sehingga udara relatif terasa panas.

Batuan penyusun berupa material lempung atau lempung gampingan, bersifat
lentur dan mempunyai daya jerab (jebakan) yang tinggi, dan mudah jenuh air.

Sesuai dengan genesis dan karakteristiknya, maka dimungkinkan menyebabkan
terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada saat proses pengendapan material dan
perlipatan, sehingga berpotensi terhadap sumberdaya alam berupa minyak dan gas
bumi.

Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batulempung dan batugamping,
relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga
mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang disebut sebagai tanah Vertisol
atau Grumusol.

Sungai yang berkembang berpola aliran treallis, dengan sungai utama searah pola
lembah sinklinal dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama
dengan jalur pendek dan alur rapat menuruni lereng antiklinal di kanan dan kirinya.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat
lebih difungsikan sebagai kawasan budidaya yang berpotensi sebagai kawasan
pertambangan minyak dan gas bumi.
Contoh Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Lipatan di Pulau Smatera
adalah:

Lembah Sinklinal mulai dari Prabumulih ke arah utara di Sumatera Selatan.

Lembah Sinklinal di bagian tengah Provinsi Riau yang melewati Kota Pekanbaru.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada
bentanglahan ini mirip dengan jalur perbukitan dan pegunungan lipatannya, yang juga
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 64
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material
penyusunnya, yang antara lain:

lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan
tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau
berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;

lempung bersifat mudah jenuh air, sehingga berpotensi terjadinya genangan dan
banjir pada saat musim penghujan, apalagi dipicu oleh tingginya beban sedimen
terlaut dalam aliran sungai yang menyebabkan proses pendangkalan alur sungai
sangat cepat;

lempung bersifat mudah menjerab atau menjebak air dalam waktu lama, sehingga
berpotensi terdapatnya jebakan-jebakan air laut purba yang menyebabkan airtanah
berasa payau hingga asin karena proses pertukaran kation (connate water) atau
akibat evaporasi air laut purba yang meninggalkan kristal garam dan mencampuri
airtanah (evaporate water);

tanah lempungan relatif miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang
kurang subur dengan produktivitas rendah;

tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi
terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan

tanah berlempung bersifat labil, mudah bergerak perlahan, dan daya dukung
rendah, sehingga pada lereng yang datar berpotensi terhadap proses amblesan
tanah (soil creep) dan nendatan (slump).
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES DENUDASIONAL
A.2.19. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional (D2); dan
A.2.20. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan
Denudasional (D3)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional
menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka
Belitung; sedangkan untuk Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional
menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki
Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.

Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.

Untuk D2, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng
curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter; sedangkan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 65
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


untuk D3, morfologi atau topografi berupa lereng perbukitan dengan relief miring,
kemiringan 15-30%, beda tinggi rerata 25-75 meter.
Secara genesis, bentanglahan ini pada awalnya dapat terbentuk akibat aktivitas
vulkanik tua berupa lairan lava yang membentuk jalur perbukitan, atau akibat
pengangkatan tektonik yang membentuk jalur perbukitan struktural (umumnya
struktur patahan) yang juga telah berumur tua. Namun pada perkembangan
selanjutnya, proses pelapukan batuan sangat intensif dan akibat morfologinya yang
curam, yang menyebabkan proses erosional akibat air hujan sangat intensif pula,
dan juga lebih diperparah dengan proses gerakan massa tanah berupa longsor lahan
(land slide) yang potensial. Efek dari proses tersebut, maka terbentuklah perbukitan
denudasional dengan lereng yang tertoreh membentuk alur-alur atau lembahlembah erosional yang sangat kompleks.
Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa batuan-batuan beku
hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan
lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.

Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim basah, curah
hujan bervariasi dari rendah hingga tinggi, dan mempunyai perbedaan tegas antara
musim kemarau dan penghujan.

Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua dan batuan sedimen
yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut. Potensi sumberdaya mineral berupa
bahan galian C, seperti: batu andesit, breksi, konglomerat, diabast, dan batugamping
napalan.

Tanah yang berkembang cukup intensif dengan solum yang cukup tebal, tekstur
lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat, seperti:
Kambisol dan Latosol, serta terkadang juga terbentuk tanah Podsolik berwarna
cerah merah kekuningan yang umumnya berkembang pada batuan dasar gunungapi
dengan kandungan besi yang tinggi. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan
menengah dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan
produksi, yang tersebar pada lerengkaki perbukitan. Sementara pada
perbukitannya, tanah relatif lebih tipis dan langsung kontak dengan batuan induk,
serta miskin hara, yang disebut dengan tanah Litosol.

Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif, maka pola aliran sungai
seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng,
dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar.
Namun demikian sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi
debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 66
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000


Airtanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit yang ada,
itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya airtanah dijumpai dalam
bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas
dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair
kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lerengkaki perbukitan
(contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil.
Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah hutan lindung, hutan
produksi terbatas, dan kebun campur; sehingga secara keruangan berpotensi untuk
dikembangkan sebagai kawasan lindung dan konservasi tanah dan air.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan
secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan
Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.

Proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan
yang telah lanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial, yang
seringkali terjadi saat musim penghujan.

Sementara pada musim kemarau, maka berpotensi terhadap ancaman kekeringan
dan lahan kritis, dan kekurangan air bersih.

Proses ini menyebabkan morfologi perbukitan tidak teratur, banyak alur-alur dan
parit-parit erosional (seperti dicakar-cakar), dan degradasi lahan semakin
meningkat.

Tanah Kambisol dan Latosol merupakan dua jenis tanah yang telah berkembang,
solum tebal, bertekstur lempung bergeluh, dan cukup subur, tetapi mudah
mengalami longsor jika mengalami kejenuhan tinggi (saat penghujan) dan berada
pada lereng yang miring.

Sementara tanah Litosol adalah tanah tipis dan miskin hara, sehingga umumnya
hanya tumbuh semak belukar atau savana.
A.2.21. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan
Denudasional (D4)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional
menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka
Belitung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan
Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 67
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000



Karakteristik bentanglahan ini mirip dengan perbukitannya, kecuali pada morfologi
atau topografinya yang berupa lembah di antara jajaran perbukitan denudasional,
dengan relief datar, lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter.
Proses pembentukan bentanglahan ini mengikuti dengan proses pembentukan
perbukitannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses yang dominan pada
bentanglahan ini adalah deposisional material hasil pelapukan batuan, erosi, dan
longsor lahan dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya.
Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa bahan-bahan koluvium
yang tercampur aduk sebagai hasil proses deposisional material rombakan
lerengkaki perbukitan di sekitarnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion
Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.

Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim lebih sejuk dan
basah dibanding perbukitan di sekitarnya.

Material dominan adalah bahan-bahan koluvium hasil proses pengendapan material
terdegradasi dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya, yang berpotensi terhadap
pembentukan tanah yang lebih intensif.

Tanah yang berkembang berupa tanah Aluvial akibat pengendapan sungai yang
mengalir pada lembah tersebut, atau tanah Kambisol dan Latosol dengan solum
yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase
agak terhambat. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah hingga
tinggi, dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi,
atau bahkan sawah tadah hujan yang cukup produktif.

Sungai yang mengalir relatif bersifat epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit
aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau.

Airtanah dangkal dengan penyebaran terbatas. Pada tekuk-tekuk lereng perbukitan
banyak dijumpai rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di
bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam
bentuk mataair kontak dan terpotong lereng (contact spring atau topographic
spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil.

Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah permukiman, kebun
campur, sawah, dan hutan produksi terbatas, sehingga secara keruangan berpotensi
untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya terbatas.
Potensi Ancaman Bahaya dan Kerawanan Lingkungan sangat dipengaruhi kondisi
perbukitan di sekitarnya, yang antara lain:

sebagai daerah terdampak longsor lahan dan gerakan massa batuan lainnya, yang
seringkali terjadi saat musim penghujan;

daerah terdampak banjir dan genangan saat hujan maksimal; dan

daerah terdampak kekeringan dan kekurangan air bersih.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 68
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
SUMBER PENULISAN
Abdul-Gaffar-Karim, Amirudin, Mada-Sukmajati, dan Nur-Azizah, 2003. Kompleksitas Persoalan
Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ad Hoc Committe in Geography, 1965. The Science of Geography. Academy of Science. Washington
Bemmelen, R.W. van, 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and Adjacent
Archipelagoes. Government Printing Office. The Haque
Bintarto, R. dan Hadisumarno, S., 1987. Metode Analisa Geografi. LP3ES – IKAPI. Jakarta
Cahya-Murni H.N., 1999. Prospek Profesi Geografi Menyongsong Otonomi Daerah dalam
Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah.
Makalah Seminar: Dies Natalis Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta
De Rider, 1972. Hydrogeology of Different Types of Plain. ILRI. Wegeningen
Hugget, 1995. Geoecology. John Willey and Sons. New York
King, 1972. Beaches and Coasts. Edward Arnold Publising. London
Lobeck, A.K., 1939. Fundamental of Geomorphology. John Wiley and Sons. New York
Pethick J., 1989. Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold. London
Robert, 1982. Introduction of Structural Geology. John Wiley and Sons. New York
Slaymaker, O. dan Spencer, T., 1998. Physical Geography and Global Environmental Change. Addison
Wesley Longman. Singapore
Strahler, N.A. dan Strahler, H.A., 1983 dan 1987. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons.
New York
Tjia, 2006. Late Quaternary Sea Level Changes in Tectonically Stable Sundaland. Seminar Dosen
Tamu dari Malaysia, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta
Thornbury, 1954. Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons. London - New York
Verstappen, H. Th., 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental
Development. Elsevier. Amsterdam - Oxford - New York
Verstappen, H. Th., 2000. The Geomorphology of Indonesia. ITC. The Netherland
Zuidam, R.A. van and Zuidam, F.I. van Cancelado, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain
Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC. Smits Publishers. The Hague
Zuidam, R.A., van and Zuidam-Cancelado, F.I., van, 1979. Terrain Analysis and Classification
Approach. ITC-Text Book. VII-b. Amsterdam
Hasil Validasi Lapangan
Validasi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan Skala 1 : 500.000 di Sumatera Barat, Kementerian
Lingkungan Hidup, Maret 2013
Validasi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 di Sumatera Utara, Kementerian Lingkungan
Hidup, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, November 2015
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 69
DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI (BIOTIK)
EKOREGION PULAU SUMATERA
Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
Karakteristik Ekoregion Sumatera ditinjau dari aspek sumberdaya hayati pada
dasarnya berada dalam kawasan konservasi. Salah satu bentuk kawasan konservasi
tersebut adalah Taman Nasional yang ada di Sumatera seperti sebagai berikut ini.
(1) TN. Batang Gadis; Sumatera Utara (Mandailing Natal), Taman Nasional Batang Gadis
(TNBG) adalah sebuah taman nasional di Kabupaten Mandailing Natal (Madina),
Sumatera Utara. Potensi fauna yang ada di Taman Naional Batang Gadias antara lain
harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedus
sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopuma temminckii), kancil
(Tragulus javanicus), binturong (Arctitis binturong) beruang madu (Helarctos
malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac)dan landak
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-1
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(Hystix brachyura). Jumlah burung di kawasan TNBG yang dapat diternukan sampai
saat ini adalah 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang
dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati
terancam punah, seperti jenis-jenis Sunda groundcuckoo, Salvadori pheasant,
Sumatran cochoa.
TN. Berbak; Jambi (Tanjung Jabung), Taman Nasional Berbak merupakan kawasan
pelestarian alam untuk konservasi hutan rawa terluas di Asia Tenggara yang belum
terjamah oleh eksploitasi manusia. Keunikannya berupa gabungan yang menarik
antara hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar yang terbentang luas di pesisir
Timur Sumatera.
TN Bukit Barisan Selatan, Bengkulu, dan Lampung; (Bengkulu Selatan dan Lampung
Utara), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki beberapa hutan dataran
rendah di Sumatera yang terakhir kali dilindungi. Sangat kaya dalam hal
keanekaragaman hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar
yang paling terancam di dunia: gajah Sumatera, badak Sumatera, dan harimau
Sumatera .
TN. Bukit Dua Belas; Jambi, (Sarolangun Bangko, Batanghari, Bungo Tebo), Taman
Nasional Bukit Duabelas ini merupakan taman nasional yang relatif kecil, meliputi
wilayah seluas 605 km². Di kawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam
atau Suku Kubu atau Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan
perwakilan bagi hutan hujan tropis di provinsi Jambi.
TN. Bukit Tiga Puluh; Riau dan Jambi; (Bungo Tebo, Indragiri Hulu, dan Indragiri
Hilir), Taman Nasional ini terletak di provinsi Riau dan Jambi. Taman seluas 143.143
hektare ini terdiri dari hutan hujan tropis dan terkenal sebagai tempat terakhir
spesies terancam seperti orangutan sumatera, harimau Sumatera, gajah sumatera,
badak sumatera, tapir Asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang
terancam. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi
Orang Rimba dan Talang .
TN. Gunung Leuser; Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, (Aceh Tenggara,
Aceh Selatan, Aceh Timur, Langkat), Taman nasional ini mengambil nama dari
Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas
permukaan laut di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai
sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata, dan rekreasi..
TN. Kerinci Seblat; Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu,
(Bengkulu Utara, Rejang Lebong, Kerinci, Muara Bungo, Sarolangun Bangko, Pesisir
Selatan, Musi Rawas), Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-2
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga
terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna
di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatera, Badak Sumatera,
Gajah Sumatera, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies
burung..
(8) TN. Sembilang; Sumatera Selatan, (Musi Banyuasin), Taman Nasional Sembilang
adalah taman nasional yang terletak di pesisir provinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
Taman nasional ini memiliki luas sebesar 2.051 km². Taman Nasional Sembilang
merupakan habitat bagi harimau Sumatra, gajah Asia, tapir Asia, siamang, kucing
emas, rusa Sambar, buaya muara, ikan Sembilang, penyu air tawar raksasa, lumbalumba air tawar dan berbagai spesies burung.
(9) TN. Siberut; Sumatera Barat, (Padang Pariaman), Di Pulau Siberut tercatat antara
lain 896 spesies tumbuhan berkayu, 31 spesies mamalia, dan 134 spesies burung.
Terdapat empat spesies endemik primata yang terancam punah. Keempat spesies
endemik tersebut adalah siamang Mentawai (bilou, Hylobates klossii), lutung (joja,
Presbytis potenziani), monyet Mentawai (simakobu, Simias concolor), dan beruk
(bokoi, Macaca pagensis).
(10) TN. Tesso Nilo; Riau, (Pelawan, Indragiri Hulu), Terdapat 360 jenis flora yang
tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga
jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektare
Taman Nasional Tesso Nilo. Tesso Nillo juga adalah salah satu sisa hutan dataran
rendah yang menjadi tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan
konservasi gajah..
(11) TN. Way Kambas; Lampung, (Lampung Tengah), Taman Nasional Way Kambas
adalah taman nasional perlindungan gajah yang terletak di daerah Lampung
tepatnya di kecamatan labuhan ratu lampung timur, Indonesia. Selain di Way
Kambas, sekolah gajah (Pusat Latihan Gajah) juga bisa ditemui di Minas, Riau. Gajah
sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang hidup di kawasan ini semakin
berkurang jumlahnya.
Untuk potensi sumberdaya hayati dilihat dari aspek ekoregion dapat dilihat dalam
penjelasan berikut ini.
B.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin
Keanekaragaman flora fauna pada bentangalam Marin dipengaruhi oleh dinamika
laut di pantai dan pesisir. Bentangalam Marin terbagi atas 2 (dua) satuan ekoregion yaitu
M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur dan M2 Dataran Pesisir dengan Pantai
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-3
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Berpasir. Untuk ekorwgion M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur berada di Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementara untuk ekoregion
M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir diketemukan di Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Katang-katang (Ipome pescapre)
http://ilonghe-jupriadi.blogspot.co.id/2011/02/jenisjenis-vegetasi.html
Ketapang (Terminalia catapa)
Kedua ekoregion pada bentangalam Marin ini memiliki kondisi flora dan fauna
yang relatif sama. Ekoregion ini mempunyai karakteristik minim hara, tanahnya berporipori besar dengan permeabilitas tanah sangat baik, memiliki air tanah dangkal, selain itu
letaknya yang berdekatan dengan laut menyebabkan udaranya cukup lembab dan
berkadar garam tinggi. Tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada
habitat tanah berpasir, dengan porositas tinggi, berada pada ketinggian 1 - 10 m.dpl, dan
dengan curah hujan yang rendah. Terdapat di tepi pantai berpasir atau berkarang yang
membentang tidak terlalu jauh dari pantai ke arah darat, vegetasi ini ada dua macam, yang
berbentuk terna (formasi pes-caprea) dan yang berbentuk perdu dan pohon
(formasi Barringtonia). Komposisi jenis tumbuhan pada komunitas ini sangat beragam
seperti ketapang (Terminalia catapa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hisbiscus
sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Vegetasi di
perairan dangkal dekat pantai didominasi oleh lamun (rumput laut) Cymodocea rotundata,
C. serrulata, Halophila ovalis, dan Thalasia hemprichii. Komunitas ganggang laut yang
terdapat di perairan dangkal terdiri antara lain atas jenis-jenis marga Gracillaria,
Halimeda, Padina dan Sargassum. Fauna yang ada adalah family Crustacea, ikan, penyu,
beragam burung laut (seperti camar).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-4
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses organik
yaitu aktivitas organisme. Menurut satuan ekoregion bentang alam organik ini terdiri dari
2 (dua) ekoregion yaitu O1 Dataran Gambut dan O2 Pulau Terumbu Karang. Ekoregion
O1 Dataran Gambut berada di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung. Ekoregion O2 Pulau Terumbu Karang : Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau,
Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Untuk keanekaragaman hayati di O1 Dataran Gambut sangat ditemtukan oleh
ekosistem gambut. Dalam kawasan gambut yang sangat luas, permukaan endapan gambut
dapat berbentuk cembung dan merupakan bagian pusat yang tidak pernah terkena banjir.
Tebal endapan gambut bervariasi dari 0,5 m hingga 20 m, terdiri atas serasah padat dan
berserat, sangat masam (pH < 4) di atas lapisan yang setengah cair dan berisi potonganpotongan kayu. Gambut sangat miskin hara mineral, yang datang hanya dari air hujan. Air
yang mengalir dari kawasan gambut berwarna seperti air teh sampai hitam dan sangat
masam. Lahan gambut tidak hanya terdapat di pamah, tetapi juga di pegunungan (Steenis
dalam Kartawinata, 2013). Di ekoregion ini , ekosistem penyusun hutannya berupa hutan
rawa gambut dataran rendah (Lowland peat swamp forest). Whitmore dalam Kartawinata
(2013) menyatakan bahwa pembentukan gambut pamah terjadi pada awal masa es
sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Hutan gambut yang terdapat di Sumatra, yang membentang sepanjang pantai timur.
Jenis dipterokarpa ini dilaporkan memegang peran sangat penting dalam hutan gambut
dan tidak ada jenis lain yang dapat menandinginya (Whitmore dalam Kartawinata, 2013).
Sebagian besar hutan gambut memperlihatkan zonasi hutan melingkar, yang
menunjukkan adanya gradasi penurunan perawakan hutan, kerapatan kanopi dan
kerapatan pohon dari zona luar ke arah zona terdalam, yang terdiri atas pohon-pohon
kerdil seperti pohon-pohon xeromorf. Di Sumatra jenis-jenis pohon yang umum terdapat
adalah Alstonia scholaris, Combretocarpus rotundatus, Dactylocladus stenostachys, Ganua
pierrei, Gonystylus bancanus, Palaquium cochlearifolium, Tetramersitaglabra, Tristania
maingayi dan T. obovata, (Anderson 1976). Jenis-jenis dipterokarpa yang khas di hutan
rawa gambut adalah Anisoptera marginata, Dipterocarpus coriacea, Dryobalanops rappa,
Shorea balangeran, S. foraminifera, S. inaequalateralis, S. macrantha, S. pachyphilla, S.
platycarpa, S. teysmanniana, dan S.uliginosa, (Ashton1982). Untuk jenis tumbuhan hampir
punah dan dilindungi seperti Ramin (Gonystylus bancanus), Mengris/Kempas (Kompassia
malaccensis), Dara-dara (Knema spp.), Suntai (palaquium leiocarpum) serta Balam
(Palaquium burckii).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-5
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambut Sumatera
http://ampuh.org/2013/07/jaringan-masyarakat-gambutsumatera-dideklarasikan/
Bangau Storm (Ciconia stormi)
http://xcult-xcult.blogspot.co.id/2012/01/bangaustorm.html
Untuk fauna rawa gambut memiliki keanekaragaman hayati yang sangat penting,
diantaranya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang tercatat sebagai jenis
yang sangat kritis terancam punah menurut katerogri IUCN (Critically Endangered), Tapir
Asia (Tapirus in dicus, vulnerable), Beruang Madu (Helarctos malayanus, vulnerable),
Mentok Rimba (Cairina scutulata, Endangered), Bangau Storm (Ciconia stormi,
Endangered).
Untuk keanekaragaman hayati di O2 Pulau Terumbu Karang yang pada dasarnya
merupakan batuan gamping, tipe hutannya merupakan varian dari hutan dipterokarpa
lahan dataran rendah dengan habitat khusus tanah batu gamping, atau dapat juga
merupakan varian dari hutan non-dipterokarpa (Whitmore 1986). Karena habitatnya
yang khusus, floranya pun sangat khusus. Dalam hutan ini banyak terdapat spesies
endemik dan spesies langka. Komposisi flora hutan batu gampingnya di Pulau Sumatera
belum banyak diketahu, namun vegetasi didominasi oleh pandan dan ganggang Eucheuma,
Gelidium dan Sargassum. Secara umum flora yang mendominasi merupakan flora batuan
karang mulai dari pandan, berbagai jenis alga alga hijau, coklat, dan merah. Untuk fauna
terdapat beragam ikan, lobster, kepitingnya, udang-udangan, kerang, oyster.
B.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial
Keanekaragaman bentangalam ini relatif subur karena ekosistem ini merupakan
ekosistem dataran rendah dan berasal dari proses aliran dan endapan. Bentang Alam
Fluvial ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu F1 Dataran Fluvio-vulkanik, F2
Dataran Aluvial, F3 Dataran Fluvio-marin. Untuk keanakeragaman hayati pada Ekoregion
Dataran Fluvio-vulkanik dan Dataran Aluvial relative sama karena sangat dipengaruhi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-6
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
oleh air tawar. Sedangkan keanakeragaman hayati ekoregion F3 Dataran Fluvio-marin
berbeda karena dipengaruhi oleh air asin. Untuk flora ekoregion F1 Dataran Fluviovulkanik dan F2 Dataran Aluvial merupakan ekosistem rawa gambut yang didominasi
jenis-jenis species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus,Eugenia dan Gramineae.
Ekosistem gambut adalah ekosistem lahan basah yang unik dan memiliki potensi
besar
untuk
mendukung
kehidupan
manusia.
Gambut
terbentuk
dari
penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan dalam kurun waktu yang sangat
lama yaitu antara 3.000-10.0000 tahun (tiga ribu sampai dengan sepuluh ribu). Secara
alami, lahan gambut umumnya selalu jenuh air dan tergenang sepanjang tahun. Menurut
Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organic (berat
kering) lebih dari 65% (enam puluh lima per seratus) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5
m (nol koma lima meter).
Gambut Sumatera
Beruang Madu Sumatera
http://indobackpaker.blogspot.co.id/2012/05/tamannasional-berbak.html
http://daerah.sindonews.com/read/841767/24/gerombolanberuang-madu-teror-warga-solok-1394095972
Di daerah tropis, gambut umumnya terbentuk dari batang, cabang, dan akar tumbuh
yang memiliki kadar ligin yang tinggi, dibandingkan dengan gambut daerah empat musim
yang tersusun dari bahan yang lebih halus. Ekosistem lahan gambut menyediakan habitat
penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya
terbatas pada ekosistem gambut. Bahkan di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar
250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung
bermigrasi. Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi.
Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan
komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai
ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan
tapah (wallago leeri). Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori
langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-7
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis
tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos
malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh
jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk
dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa
gambut Sumatera. Hanya di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini
merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir
di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis
tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah
jenis terbanyak yang pernah diketahui.
Sementara flora pada Ekoregion Dataran Fluvio-marin mempunyai kekayaan jenis
tumbuhan hutan mangrove rendah. Jumlah jenis seluruhnya hanya sekitar 60, termasuk
38 jenis yang berupa pohon mangrove sejati. Jenis-jenis utama termasuk Avicennia alba, A.
officinalis, Bruguiera gym norrhiza, B. eriopetala, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera
littorea, L. racemosa, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa,
Sonneratia alba, S. caseolaris, S. ovata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis. Komposisi
jenis dan struktur hutan mangrove bervariasi sesuai dengan kondisi habitatnya.
Komposisi dan struktur komunitas berkisar dari yang kerdil, jarang dan hanya terdiri atas
satu jenis (seperti Rhizophora stylosa) yang tumbuh pada terumbu karang, hingga hutan
campuran yang tinggi, rapat, dan tumbuh pada habitat lumpur dengan aliran air yang
lamban sepanjang sungai-sungai besar dan muara-muara sungai. Pasokan airtawar yang
memengaruhi salinitas, sifat-sifat substrat dan pola pasang surut merupakan faktor yang
mengakibatkan pembentukan berbagai zonasi vegetasi. Zonasi yang sederhana hingga
yang kompleks dapat dijumpai di berbagai komunitas mangrove. Pola pasang surut
berkaitan dengan frekuensi perendaman (inundation). Sepanjang aliran sungai dari hulu
hingga muara, pada tanah yang padat yang dipengaruhi air pasang, hutan mangrove dapat
didominasi oleh palem Nypa fruticans.
Berdasarkan habitatnya, fauna di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu : infauna
yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang, dan epifauna yang
menempati substrat baik yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang
lunak (lumpur). Berikut ini jenis-jenis satwa yang sering dijumpai di hutan mangrove di
Sumatera.
(a)
Ikan
Ikan menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan dan
berkembang biak. Ikan-ikan kecil memilih berkembang biak di habitat mangrove
untuk menghindari predator. Mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-8
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(b)
bentuk material organik yang berupa guguran vegetasi tanaman, berbagai jenis
serangga, kepiting, udang-udangan dan hewan invertebrata.
Kepiting
Kepiting merupakan hewan yang paling umum dan mudah ditemukan di areal
mangrove. Menurut sejumlah penelitian rata-rata ada 10-70 ekor kepiting di setiap
meter persegi hutan mangrove.
Hutan Mangrove
http://www.peristiwaindonesia.com/cukong-pejabatgunduli-hutan-untuk-kebun-sawit/
(c)
(d)
(e)
(f)
Kepiting Bakau
http://www.antarasumsel.com/berita/264187/kepitingbakau-dikembangkan-untuk-kesejahteraan-warga
Moluska
Moluska banyak di temukan di hutan mangrove Indonesia. Hewan ini hidup di dalam
tanah, permukaan tanah, atau menempel di batang-batang pohon.
Udang-udangan
Mangrove juga menjadi habitat udang-udangan (Crustacea) yang memiliki nilai
komersial tinggi.
Serangga
Serangga yang hidup di hutan mangrove kebanyakan berasal dari
ordo Hymenoptera, Diptera danPsocoptera. Serangga memiliki peran penting dalam
jaring makanan di hutan mangrove. Beberapa diantaranya menjadi pakan bagi
burung air, ikan, dan reptil.
Reptil
Reptil yang ditemukan di hutan mangrove biasanya dapat ditemukan juga di
lingkungan air tawar atau di daratan. Beberapa diantaranya adalah buaya muara,
biawak, ular air, ular mangrove (Boiga dendrophila), dan ular tambak.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-9
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(g)
(h)
(i)
Amphibia
Hewan jenis amphibi jarang ditemukan di areal mangrove. Sejauh ini hanya ada dua
jenis amphibi yang sanggup hidup di lingkungan bersalinitas tinggi seperti
mangrove, yakni Rana cancrivora dan Rana limnocharis.
Burung
Hutan mangrove adalah surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya.
Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove, atau
sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya
termasuk burung-burung bangau yang terancam punah, seperti bangau wilwo
(Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong
(Leptoptilos javanicus).
Mamalia
Mamalia menjadikan habitat mangrove sebagai tempat mencari makan. Beberapa
diantaranya adalah babi liar, kelalawar, kancil, berang-berang, dan kucing bakau.
Sedangkan untuk mamalia air ada lumba-lumba yang hidup disekitar muara. Bahkan
harimau sumatera juga ditemukan berkeliaran di hutan mangrove wilayah Sungai
Sembilang, Sumatera Selatan. Primata merupakan salah satu jenis mamalia yang
sering mencari makan di hutan mangrove. Diantaranya ada lutung, monyet ekor
panjang, dan bekantan. Namun mamalia tersebut tidak ada yang eksklusif hidup di
hutan mangrove.
B.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses
Antropogenik yaitu aktivitas manusia. Bentang alam Antropogenik terpusat di Dataran
Perkotaan Kota-kota Provinsi dan Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera. Akitivitas
manusia terutama didorong oleh perkembangan urbanisasi di Sumatera yang dapat
diamati dari 3 (tiga) aspek: pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan;
kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (penduduk terpusat di kota-kota); serta,
ketiga, laju urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota besar di Sumatera, seperti: Medan,
Pekanbaru, Palembang, Padang, Banda Aceh dll.
Secara umum ruang terbuka publik di Pulau Sumatera terdiri dari ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka non-hijau, ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian
dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan
vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat
memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 10
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan
perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan
pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. RTH di
perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat dimana proporsi RTH pada wilayah
perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% terdiri
dari RTH privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan
mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara
bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika
kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap
melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal (Permen PU No. 5 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan).
Beberapa data menunjukkan bahwa prosentase RTH perkotaan di Sumatera masih
kurang. Kota Palembang menunjukkan dari sekitar 400 kilometer persegi luas kota, hanya
sekitar 0,28 kilometer persegi atau 0,07 persen yang merupakan area ruang terbuka hijau
(RTH). Sementara data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan
menunjukkan, RTH Kota Palembang mencapai 12 kilometer persegi atau sekitar 3 % (tiga
persen) dari total luas kota. Sementara di Kota Bukittinggi, baru sebesar 7,7% dari luas
wilayah. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,
kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti
taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Pembagian jenis-jenis
RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana tabel berikut.
Tabel B.1. Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera
No
1.
2.
3.
Jenis
RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah tinggal
b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha
c. Taman atap bangunan
RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT
b. Taman RW
c. Taman kelurahan
d. Taman kecamatan
e. Taman kota
f. Hutan kota
g. Sabuk hijau (green belt)
RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan
b. Jalur pejalan kaki
c. Ruang dibawah jalan layang
RTH Publik
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
RTH
Privat
V
V
V
V
V
V
V
V
V
B - 11
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
No
4.
Jenis
RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel kereta api
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi
c. RTH sempadan sungai
d. RTH sempadan pantai
e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air
f. Pemakaman
RTH Publik
V
V
V
V
V
V
RTH
Privat
Catatan: Taman lingkungan yang merupakan RTH privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang
perseorangan/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.
B.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik
Di Pulau Sumatera, Bentangalam Vulkanik menurut satuan ekoregion terdiri atas V1
Kerucut dan Lereng Gunungapi, V2 Kaki Gunungapi, V3 Dataran Kaki Gunungapi. Ketiga
Ekoregion tersebut meliputi kawasan Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion Bentangalam Vulkanik ini terutama
terdapat di sepanjang dan sekitar ekosistem bukit barisan dibagian sisi selatan Sumatera
dan Aceh.
Di Aceh, satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi terutama di gunung
Seulawah Agam, gunung ureung, dan Burni Telong di Takengon. Berdasar ketinggiannya,
satuan ekoregion V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi mencakup Pegunungan/Pegunungan
Utara bagian atas 1300-2500m, Pegunungan/Pegunungan Tengah bagian atas 13002500m, Pegunungan/Pegunungan Selatan bagian atas 1300-2500m dan Tropalpine
>2500m. Potensi ekosistem hayati di didominasi oleh jenis lumut, eldelweis, paku-pakuan
dan tumbuhan bawah lainnya seperti Ophiorrhiza sp., Elatostema sp., dan Syzygium sp.
Untuk ekosistem hitannya merupakan bentuk hutan pegunungan atas yang struktur,
fisiognomi dan flora hutan pegunungan atas bervariasi. Perubahan tajam yang terjadi
dalam jarak dekat, adalah dari hutan yang didominasi pohon mesofil (berdaun ukuran
sedang) dengan permukaan kanopi yang tidak rata, ke hutan yang didominasi oleh pohon
mikrofil (berdaun ukuran kecil) dengan permukaan kanopi rata dan pohon-pohon yang
ramping berbatang bengkok dan tajuk pohon yang rapat. Flora hutan pegunungan atas
lebih miskin daripada di hutan pegunungan bawah. Marga-marga yang umum antara lain
adalah Dacrycarpus, Daphniphyllum, Drimys, Elaeocarpus, Eurya, Myrsine Papuacedrus,
Pittosporum, Podocarpus, Quintinia, Saurauia, dan Symplocos. Tidak ada jenis dominan
tunggal.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 12
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Eldelweis Gunung Marapi, Sumbar
Lumut Gunung Singgalang
Sumber:
https://langiteduh.wordpress.com/2015/07/07/gunungmarapi-pesona-cadas-dan-taman-edelweis/
Sumber
:
:
http://travelplusindonesia.blogspot.co.id/2012/06/singgala
ng-memikat-pendaki-dengan-hutan.html
Untuk satuan Ekoregion Kaki Gunungapi potensi keanekaragaman hayati secara
umum terbagi kawasan yang masih alami dan non alami. Untuk yang alami disebut juga
sebagai tipe hutan pegunungan bawah (Lower montane forest). Didominasi jenis-jenis
suku Fagaceae dan Lauraceae, selain itu terdapat terdapat antara lain adalah Dacrycarpus
imbricatus, Engelhardia spicata, Eugenia banksii, Lithocarpus spp., Palaquium spp., Quercus
spp., Schima wallichii, dan Turpinia pomifera, dan juga paku pohon (Cyathea spp.), yang
merupakan jenis-jenis khas pegunungan. Pada pohon-pohon biasanya tumbuh melimpah
berbagai jenis epifit dan tumbuhan memanjat (seperti Freycinetia dan Fagraea). Selain itu
yang masih terdapat berbagai macam jenis pohon seperti meranti, pinus, cemara,
bintangur dan dibeberapa tempat terdapat beberapa tumbuhan khas seperti anggrek
hutan sehingga menjadi penyangga kehidupan bagi makhluk hidup di kawasan tersebut.
Sementara itu kawasan yang non alami banyak digunakan untuk kegiatan perkebunan dan
pertanian rakyat. Di Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya
akan berbagai Fauna seperti Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis),
Monyet/Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan reptile,
serangga dan berbagai species serta satwa-satwa lainnya.
Untuk satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi sebagian besar merupakan
wilayah yang banyak digunakan budidaya manusia baik itu pertanian, hutan tanaman dan
perkebunan. Untuk produk pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang
kedelai, kacang hijau, kacang tanah dan beberapa sayur-sayuran. Hutan tanaman biasanya
untuk kegiatan suplai industry kehutanan seperti HTI akasia dan untuk perkebunan
didominasi perkebunan kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, kakao, tembakau dan teh. Untuk
kawasan hutan perbukitan meskipun telah banyak mengalami tekanan masyarakat dan
sangat rentan terhadap bahaya longsor, tetapi masih menyimpan jenis-jenis pohon
berpotensi yang patut dipertahankan kelestariannya. Sebagian besar jenis-jenis pohon
hutan primer yang berpotensi ekonomi seperti famili Dipterocarpaceae (yaitu Shorea
retinodes, S. parvifolia, S. javanica, Hopea sp), famil Ebenaceae (seperti Diospyros cauliflora,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 13
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
D. oblonga, D. diepenhorstii), famil Lauraceae (seperti Actinodaphne multiflors,
Beilschmiedia ludicula, Endiandra rubescens,Nothaphoebe umbelliflora), family (seperti
Meliaceae Aglaia odoratissima, A. argentea, A.dookkoo), dan famil Rosaceae (seperti Atuna
racemosa dan Madhuca sericea,) menunjukkan proses regenerasi kurang baik. Untuk
individu pohon muda berukuran kecil merupakan pengganti pohon utama. Annonaceae,
Euphorbiaceae, Meliaceae, Lauraceae dan Myrtaceae tercatat sebagai suku yang memiliki
paling banyak anggota jenisnya.
Harimau Sumatera
sumber : http://alamendah.org/2014/08/06/kumpulangambar-dan-wallpaper-harimau/harimau-sumatera-diatas-pohon/
Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous)
https://yasminshabrina.files.wordpress.com/2014/01/enggan
g-rangkong.jpg
Pada kawasan hutan perbukitan terutama pada daerah kaki bukit (ketinggian 200300 m. dpl.) di beberapa tempat terlihat terbukanya lapisan kanopi akibat penebangan
hutan. Pada tempat terbukanya lapisan kanopi ini banyak dijumpai jenis-jenis tumbuhan
sekunder seperti Omalanthus populneus, Macaranga tanarius, Macaranga diepenhorstii,
Ficus variegata dan Arenga obtusifolia. Penebangan hutan juga dijumpai pada ekosistem
hutan rawa. Di beberapa tempat baik pada hutan rawa yang tergenang secara musiman
maupun yang selalu tergenang sering terjadi pembukaan hutan untuk dijadikan areal
perladangan. Pada dengan ketinggian 300 m. dpl. Spesies pepohonan secara umum
tergolong dalam lima besar, yaitu Paranephelium nitidum,Villebrunea rubescens, Aglaia
odoratissima, Drypetes longifolia, dan Cyathocalyx sumatranus.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 14
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural)
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam struktural dipengaruhi oleh proses
bentuklahan asal struktural, yang secara genetik merupakan dataran tinggi (plato) Pulau
Sumatera yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan. Ekoregion struktural
terbagi mendominasi di Pulau Sumatera atas 7 (tujuh) ekoregion yang terdiri atas S1P
Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S3P1 Lembah antar
Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, S1L
Pegunungan Struktural Lipatan, S2L Perbukitan Struktural Lipatan dan S3L2 Lembah
antar Perbukitan Struktural Lipatan. Sebagian besar Bentangalam Struktural besar berada
di Pulau Sumatera bagian tengah dan selatan. Dengan demikian ekoregion bentangalam
struktural didominasi oleh pegunungngan, perbukitan dan lembah-lembah yang sebagian
besar verada di sepanjang pegunungan bukit barisan mulai dari Aceh sampai Lampung.
Keanekaragaman flora ekoregion S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P
Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, dan S2L Perbukitan
Struktural Lipatan relatif sama meliputi hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan
atas, hutan subalpin, semak dan padang rumput subalpin, semak dan padang rumput
alpin. Dalam lingkungan pegunungan, perbedaan suhu harian lebih besar daripada
perbedaan suhu tahunan. Curah hujan yang relative tinggi , kabut sering terbentuk hingga
mencapai permukaan tanah sehingga memengaruhi pertumbuhan. Melalui penyaringan
oleh dedaunan, kabut berkondensasi menjadi air. Tetesan kabut tersebut dapat menjadi
sumber air yang cukup besar. Sepanjang gradasi elevasi terjadi perubahan tanah yang
menjadi lebih banyak mengandung humus. Udara yang semakin dingin dan basah
mempengaruhi proses penghancuran bahan organik, sehingga tanah menggambut. Jenis
lumut, termasuk Sphagnum, banyak terdapat dan merupakan pembentuk gambut
(Whitmore 1986). Struktur, fisiognomi dan komposisi vegetasi pegunungan
beranekaragam, sebagai hasil interaksi antara flora dan faktor-faktor lingkungan (elevasi,
topografi, fisiografi, geologi, tanah, iklim, dan sebagainya.). Batas antara hutan
pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas tidak selalu nyata, tetapi hutan berubah
secara perlahan-lahan, sehingga membentuk suatu kontinum (continuum). Di hutan
pegunungan ini banyak terdapat marga tumbuhan seperti Leptospermum, Phylocladus, dan
Tristania dan suku-suku daerah iklim sedang (Steenis dkk. 2006). Suku-suku pohon yang
lebih banyak terdapat di pegunungan antara lain adalah Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Lauraceae, Podocarpaceae dan Theaceae (Whitmore
1986).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 15
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Hutan Dipterokarp
Gajah Sumatera
http://ghinaghufrona.blogspot.co.id/2011/07/hutan-hujantropika.html
http://www.seputaraceh.com/read/16685/2013/03/07/ga
jah-sumatera-subspesies-gajah-asia
Untuk keanekaragaman flora ekoregion S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural
Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, dan S3L2 Lembah antar
Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama. Ekoregion ini didominasi oleh Hutan
dipterokarpa (Lowland dipterocarp forest). Di Sumatera untuk hutan dipterokarpa lahan
pamah mencakup sebagian besar lahan darat yang terdapat pada tanah Podsolik Merah
Kuning dan gugus tanah yang beraneka (kompleks). Pohon-pohon merupakan bentuk
hidup (life form) utama yang berdaun lebar dan sedang dan selalu hijau. Kanopi utama
hutan mencapai 20-35 m, dengan pohon yang mencuat tingginya hingga 50 m, biasanya
batangnya panjang, lurus dan relatif ramping. Jenis-jenis Dipterocarpaceae marga
Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea,
Shorea, Upuna dan Vatica dan merupakan jenis pohon kanopi atas dan jenis pohon
mencuat. Hutan hujan tropik dengan dominasi suku dan kerapatan pohon kanopi atas
seperti itu sangat unik di dunia. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa
jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama
selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae,
Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae
yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri).
Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu
(helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo
pymaeus).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 16
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses
Denudasional. Dengan demikian bentang lahan ini dipengaruhi oleh proses-proses
pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi
karena agradasi atau degradasi. Bentang alam Denudasional ini terbagi atas 3 (tiga)
satuan ekoregion yaitu D2 Perbukitan Denudasional, D32 Lerengkaki Perbukitan
Denudasional dan D42 Lembah antar Perbukitan Denudasional. Di Pulau Sumatera
bentang alam Denudasional ini berada Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung.
Keanekaragaman flora fauna relative sama di 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu sama
dengan daratan Pulau Sumatera yaitu didominasi oleh Hutan dipterokarpa (dipterocarp
forest). Dengan demikian flora hutannya mencakup jenis-jenis Dipterocarpaceae marga
Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Para-shorea,
Shorea, Upuna dan Vatica. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis
suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama
selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae,
Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae
yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri).
Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos
malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 17
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
PERMASALAHAN KEANEKERAGAMAN HAYATI
EKOREGION PULAU SUMATERA
Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-ofsumatras-forests-as-per-kompas.html
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 18
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
PERMASALAHAN PERAMBAHAN HUTAN DI SEJUMLAH TAMAN NASIONAL
EKOREGION PULAU SUMATERA
Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatrasforests-as-per-kompas.html
SUMBER PENULISAN
Barkah, Baba S. 2009. Panduan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat
di Areal MRPP Kabupaten Musi Banyuasin. Report No. 18. TA.FINAL / SOP No. 01. PSF
Rehabilitation. Rev 0. Merang REDD Pilot Project (MRPP). Kerjasama teknis (GTZ Project No.
2008.9233.1) yang didanai dari Kementerian Lingkungan Hidup (BMU) Pemerintah
Republik Federal Jerman dan Departemen Kehutanan Kementerian Kehutanan.
Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. LIPI Press dan Yayasan Obor.
Steenis, Van CGGJ. 2010. Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press.
http://lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/14-tomi_eriawan-KL-1.pdf
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
http://walhi-sumsel.blogspot.co.id/2010/02/palembang-minim-rth.html
http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-perkompas.html
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 19
DESKRIPSI KARAKTERISTIK KULTURAL
EKOREGION PULAU SUMATERA
Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
C.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin
Bentanglahan marin terdiri dari 2 ekoregion yaitu ekoregion dataran pesisir dengan
pantai berlumpur (M1) dan dataran pesisir dengan pantai berpasir (M2).
Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur di Pulau Sumatera banyak
tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Potensi dari segi kependudukan, sosial ekonomi dan budaya perlu dikenali lebih
mendalam supaya dapat dimanfaatkan dengan optimal. Potensi yang ada pada situasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-1
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kependudukan di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah
jumlah penduduk muda yang relatif tinggi. secara keseluruhan, jumlah penduduk di
kawasan ini tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit namun pada kategori
sedang. Hal ini diakibatkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi disertai dengan tingkat
mortalitas atau kematian yang juga masih relatif tinggi. Struktur penduduk pada kawasan
ini adalah struktur penduduk muda yang didominasi kelompok anak-anak dan remaja.
tingkat kematian diperkirakan tinggi pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Selain
faktor kematian penyebab sedikitnya jumlah penduduk dewasa di kawasan ini adalah
tingginya jumlah migrasi keluar. Dperkirakan kelompok dewasa pergi ke daerah lain
untuk alasan ekonomi.
Potensi dari segi perekonomian pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan
pantai berlumpur adalah berkembangnya kegiatan perekonomian di sektor budidaya
perikanan di tambak. Secara keseluruhan masyarakat di sekitar kawasan ini
menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan. Struktur ekonomi masyarakat
didominasi oleh kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Kondisi
pantai yang berlumpur merupakan sebuah potensi bagi kegiatan budidaya perikanan
tambak. Selain perikanan, sektor perdagangan dan jasa juga turut berkembang sejalan
dengan berkembangnya sumberdaya perikanan.
Potensi dari segi sosial budaya pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan
pantai berlumpur adalah masih terjaganya kearifan lokal yang bersifat kepesisiran di
tengah masyarakat di kawasan ini. Sistem sosial budaya masyarakat didominasi budaya
bernuansa kepesisiran. Misalnya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang berpedoman
pada musim melaut dan sebagainya. Kearifan lokal masih dipegang teguh oleh masyarakat
di kawasan ini. Kearifan lokal yang dijunjung adalah yang berhubungan dengan bagaimana
mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Beberapa contoh kearifan lokal di kawasan
pesiisr terkait pengelolaan sumberdaya pesisir dan perikanan adalah tidak menggunakan
bahan berbahaya dan beracun untuk menangkap ikan karena dapat merusak ekosistem
laut dan mengancam kelestarian lingkungan. Selain itu juga melarang pemanfaatan
kawasan pesisir dan pantai untuk kegiatan yang mampu merusak lingkungan misalnya
pendirian tempat pengolahan hasil laut yang membuang limbah industri di laut.
(1)
Permasalahan dari aspek kultural pada ekoregion ini, diuraikan berikut ini.
Keterbatasan sumber daya manusia dalam bentuk penduduk usia produktif karena
migrasi ke perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pesisir lebih
banyak kelompok anak-anak dan remaja. Kelompok penduduk dewasa yang
produktif lebih memilih melakukan migrasi ke daerah yang dianggap mampu
meningkatkan kondisi perekonomiannya. Upaya peningkatan kegiatan budidaya
perikanan tambak yang berpotensi mendatangkan keuntungan yang besar perlu
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-2
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
segera disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan menekan angka migrasi
keluar penduduk usia produktif.
Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan
pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia
masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya
alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang
baik.
Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang
terbatas. Pengelolaan sumberdaya alam yang terbatas membutuhkan intervensi
pemerintah dan swasta sekaligus inovasi teknologi untuk meningkatkan
produktivitas sumberdaya alam yang ada. Produktivitas yang meningkat akan
memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat sehingga mereka mampu untuk
meningkatkan kesejahteraannya.
Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya
pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian
perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang
turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan
menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat
setempat.
Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir
Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir di Pulau Sumatera banyak
terdapat di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung. Kondisi demografis pada dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki
potensi jumlah penduduk yang besar. Kondisi saat ini jumlah penduduk di kawasan ini
belum terlalu tinggi dengan struktur penduduk muda yang dominan anak-anak dan
remaja. Struktur penduduk muda ini dikarenakan tingkat fertilitas yang masih cukup
tinggi di kawasan ini.
Potensi dari kegiatan perekonomian penduduk di kawasan ini adalah budidaya
perikanan tambak. Sektor perikanan menjadi andalan kegiatan perekonomian masyarakat
setempat. Perikanan yang diupayakan adalah perikanan tangkap maupun budidaya
tambak. Selain sumberdaya perikanan yang berkembang di kawasan ini, sektor lain juga
turut berkembang di kawasan ini. Sektor pertanian, peternakan, perdagangan dan jasa
juga berkembang di kawasan ini seiring dengan berkembangnya sektor perikanan.
Masyarakat di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki
sistem sosial budaya yang bernuansa kepesisiran. segala hal yang berhubungan dengan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-3
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kegiatan kemasyarakatan akan dikaitkan dengan budaya melaut dan masa-masa dalam
kegiatan budidaya tambak, misalnya masa panen, masa sebar benih dan sebagainya.
Kearifan lokal juga masih dipegang teguh masyarakat setempat dalam mengelola
sumberdaya pesisir dan perikanan. Misalnya saja tidak menggunakan bahan berbahaya
beracun dalam menangkap ikan, menggunakan bahan organik untuk pakan ikan di
tambak, menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong ketika musim panen tiba
dimana antarmasyarakat saling membantu dan memberi untuk meminimalkan
kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Pengoptimalan potensi yang tersimpan di kawasan pesisir dengan pantai berpasir
tidak lepas dari bebarapa masalah dalam pengelolaannya. Beberapa masalah tersebut
diantaranya, seperti berikut ini.
(1)
(2)
(3)
Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang
terbatas. Keterbatasan sumberdaya alam untuk dikelola masyarakat menjadi
masalah karena akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang berdampak pada
konflik antar masyarakat dan munculnya pengangguran. Pengangguran ini akan
muncul jika sumberdaya alam yang dikelola tidak memberikan kesempatan kerja
bagi masyarakat setempat. Penanganan yang serius dari pemerintah perlu dilakukan
mengingat struktur penduduk di kawasan ini adalah kelompok muda yang sebentar
laginmemasuki usia dewasa produktif. Perluasan kesempatan kerja di tengah
keterbatasan sumberdaya alam perlu dipikirkan secara serius dengan melibatkan
intervensi pemerintah dan inovasi teknologi. Peningkatan produktivitas lahan dan
perluasan kesempatan kerja akan meningkatkan produktivitas masyarakat setempat
sehingga masyarakat yang masih belum sejahtera dapat memperbaiki kondisi
perekonomiannya.
Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan
pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia
masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya
alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang
baik. peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu digalakkan sesegera mungkin
mengingat banyak pemuda muda di kawasan ini. Perbaikan tingkat
pendidikanmelalui peningkatan partisipasi sekolah teurtama pada pendidikan tinggi
dan yang mengarah pada situasi lokal yaitu kelautan perlu diupayakan. Dari segi
kesehatan, perbaikan kualitas kesehatan terutama ketika masa anak-anak perlu
diupayakan untuk mendapatkan generasi muda yang sehat dan cerdas.
Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya
pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian
perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-4
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan
menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat
setempat dan berdaya guna bagi masyarakat luar serta pihak pemerintah dan
swasta.
C.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik
Bentanglahan organik meliputi dua ekoregion yaitu 1.) Dataran gambut dan 2.)
pulau terumbu karang.
Ekoregion Dataran Gambut
Ekoregion dataran gambut di Pulau Sumatera banyak tersebar di Sumatera Utara,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Dataran gambut di wilayah Sumatera
merupakan salah satu dataran gambut terbesar di Indonesia. Banyak potensi yang ada di
ekoregion gambut ini yang belumbanyak dioptimalkan masyarakat Indonesia pada
umumnya. Hal ini tentu saja berkaitan dengan keterbatasan dana operasional untuk
pengelolaan dataran gambut.
Kondisi kependudukan yang umum di ekoregion dataran gambut ini adalah jumlah
penduduk yang relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain. Tingkat kepadatan
penduduk di ekoregion ini rendah karena sebagian besar wilayahnya dijadikan kawasan
lindung. Selain itu tingkat migrasi keluar tinggi. Kondisi ini dikarenakan masyarakat yang
tinggal di ekoregion ini belum memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengelola
lahan gambut di sekitarnya sehingga mereka lebih memilih pindah tempat tinggal di
daerah lain untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kegiatan ekonomi di ekoregion ini tergolong masih belum ada perkembangan yang
signifikan. Hal ini dikarenakan masyarakat masih tradisional dengan kegiatan pertanian
namun belum bisa mengembangkan pertanian di lahan gambut sehingga mereka
melakukan kegiatan pertanian di lahan non gambut yang jumlahnya sangat terbatas.
Tanaman yang banyak dijumpai di ekoregion ini adalah semak belukar. Potensi pertanian
di dataran gambut membutuhkan banyak usaha dari berbagai pihak untuk bisa
dioptimalkan.
Kondisi dataran gambut yang membutuhkan banyak syarat dalam pengelolaannya
menjadikan masyarakat enggan untuk mulai memanfaatkan lahan gambut untuk kegiatan
pertanian. Dataran gambut paling banyak masih dimanfaatkan untuk kawasan lindung.
Aturan pengelolaan lahan di dataran gambut lebih banyak diintervensi oleh pemerintah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-5
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Hal ini menjadikan keterbatasan pula bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berniat
untuk melakukan pengelolaan lahan gambut. Oleh karena itu kegiatan ekonomi di dataran
gambut belum bisa terlihat apabila hanya mengandalkan sektor pertanian.
Ekoregion dataran gambut memiliki potensi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan di
berbagai sektor perekonomian tidak hanya di sektor pertanian. Namun demikian
ekoregion dataran gambut dengan segala keterbatasannya juga menyimpan potensi
permasalahan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini.
(1)
(2)
(3)
(4)
Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di ekoregion ini. Rendahnya kualitas
SDM ini menjadi isu utama persoalan sosial di ekoregion dataran gambut. Kondisi
wilayah yang bisa dikatakan belum teroptimalkan menjadikan wilayah tersebut
minus sehingga banyak penduduk yang memiliki berpindah daripada menetap
dalam kemiskinan. Penduduk yang masih bertahan untuk tinggal di ekoregion ini
pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Belum adanya
intervensi pemerintah dalam peningkatan sarana prasarana dan kualitas kesehatan
dan pendidikan di ekoregion ini menjadikan mereka yang masih bertahan harus
menerima fasilitas kesehatan dan pendiidkan seadanya. Kondisi ini yang menjadikan
penduduk di ekoregion ini masih belum memiliki kualitas yang baik.
Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber
daya lahan. Masyarakat yang masih bergantung pada pertanian di ekoregion ini
masih terbatas dalam melakukan pengolahan lahan untuk pertanian. Tidak adanya
inovasi dalam pengelolaan lahan yang diberikan pada masyarakat di ekoregion ini
menjadikan mereka mengolah lahan gambut sesuai pengetahuan dan pengalaman
mereka selama ini. Pengelolaan yang mereka lakukan belum bisa mengoptimalkan
potensi lahan gambut sehingga belum memberikan hasil yang maksimal bagi
perekonomian masyarakat di ekoregion dataran gambut. Hal ini yang menjadikan
banyak penduduk di ekoregion dataran gambut masih berada dalam
Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah
penduduk yang rendah. Selain permasalahan kualitas sumberdaya manusia yang
masih rendah, keterbatasan jumlah penduduk juga menimbulkan masalah lain yaitu
kurangnya tenaga kerja di ekoregion dataran gambut. Kekurangan tenaga kerja di
ekoregion ini terjadi akibat besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi
keluar akibat situasi perekonomian yang tidak mendukung peningkatan
kesejahteraan.
Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan
kepentingan ekonomi masyarakat. Benturan kepentingan antara pemerintah dan
masyarakat di ekoregion dataran gambut masih belum bisa diselesaikan dengan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-6
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
sebuah jalan tengah yang solutif. Pada satu sisi, masyarakat mengelola lahan gambut
dengan pengetahuan dan pengalaman seadanya untuk meningkatkan perekonomian.
Di sisi lain, pemerintah mengupayakan kawasan lindung pada kawasan gambut
untuk menghindari degradasi lahan dan kerusakan lingkungan. Upaya penemuan
jalan tengah perlu terus dilakukan supaya kepentingan pemerintah untuk
melindungi kerusakan lingkungan tidak merugikan masyarakat yang bergantung
pada kegiatan pertanian di lahan gambut.
Ekoregion Pulau Terumbu Karang
Bentanglahan organik selanjutnya adalah ekoregion pulau terumbu karang.
Ekoregion ini tersebar di kawasan Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Ekoregion pulau terumbu karang
memberikan banyak keuntungan apabila dapat dioptimalkan segala potensi yang
dimilikinya terutama pada sektor pariswisata yang mengeksplorasi keindahan ekoregion
ini.
Potensi sumberdaya sosial dari segi kondisi kependudukan di ekoregion ini adalah
jumlah penduduk yang masih sedikit dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga masih
rendah. Jarangnya jumlah penduduk di ekoregion ini dapat dimanfaatkan melalui
pemanfaatan kawasan sebagai kawasan lindung. Tingkat migrasi keluar dari ekoregion ini
cukup tinggi karena masyarakat setempat belum bisa mengoptimalkan potensi pulau
terumbu karang. Kondisi perekonomian yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan
keluarga yang lebih terjamin dapat diwujudkan dengan cara bekerja di wilayah lain yang
lebih menjanjikan.
Potensi perekonomian yang bisa dikembangkan di ekoregion ini sebagian besar
adalah kegiatan budidaya perikanan. Selain itu, struktur ekonomi masyarakat setempat
juga ditopang oleh hasil tangkapan dari laut. Selain dua hal tersebut pengoptimalan
potensi ekoregion pulau terumbu karang ini dapat dilakukan melalui pembenahan
wilayah untuk tujuan pariwisata. Keindahan pulau terumbu karang dapat dieksplorasi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sehingga kegiatan
perekonomian tidak bergantung pada budidaya dan nelayan. Kerjasama pemerintah
daerah dan pusat dengan pihak swasta perlu digalakkan untuk pembenahan kegiatan
pariwisata yang tetap menjunjung kelestarian lingkungan.
Konsisi sosial budaya di ekoregion ini lebih mengacu pada belum adanya jalan
tengah atas benturan kepentingan pemerintah dan masyarakat setempat dalam
menentukan upaya pengelolaan lahan. Pemerintah dengan segala upaya pelarangannya
menghendaki ekoregion pulau terumbu karang untuk kawasan lindung sehingga
masyarakat setempat tidak bisa memanfaatkannya untuk segala kepentingan. Kondisi ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-7
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
bertentangan dengan keinginan masyarakat yang bergantung dari potensi pulau terumbu
karang ini untuk kegiatan budidaya perikanan dan kegiatan nelayan. Oleh karena itu
pemerintah seharusnya segera mengupayakan jalan tengah terbaik untuk melindungi
ekoregion pulau terumbu karang dan tetap membantu masyarakat setempat
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan melalui bantuan dalam kegiatan
budidaya dan nelayan serta membuka kesempatan kerja baru di sektor pariwisata di
ekoregion ini.
Potensi yang belum teroptimalkan di ekoregion pulau terumbu karang menimbulkan
beberapa permasalahan diantaranya, sebagai berikut ini.
(1)
(2)
(3)
Kehidupan ekonomi masyarakat dalam keadaan miskin akibat keterbatasan
sumberdaya lahan. Masyarakat yang belum memiliki tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang memadai untuk mengelola lahan di ekoregion pulau terumbu
karang menjadikan mereka hanya memanfaatkan sumberdaya alam masih dengan
cara konvensional. Nilai jual yang tidak terlalu tinggi dari kegiatan perekonomian
budidaya perikanan dan tangkapan hasil laut menjadikan masyarakat belum mampu
memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai masyarakat yang mapan secara ekonomi.
Rendahnya jumlah penduduk di ekoregion ini mengakibatkan seringnya ekoregion
ini kekurangan sumberdaya tenaga kerja produktif untuk diberdayakan. Jumlah
migrasi keluar di kawasan ini menimbulkan penduduk usia produktif banyak yang
hilang dan digantikan oleh kelompok penduduk yang belum produktif (anak-anak)
dan sudah tidak produktif lagi yaitu lansia. Kegiatan pengelolaan lahan belum bisa
optimal juga disebabkan tidak adanya tenaga kerja yang bisa dikaryakan di kawasan
ini.
Konflik antara pemerintah dan masyarakat setempat masih saja terjadi. Hal ini
mengakibatkan kawasan pulau terumbu karang tidak bisa dikembangkan optimal.
Salah satu pihak utamanya pemerintah harusnya lebih mengutamakan
kesejahteraan masyarakat namun tetap tidak melupakan kelestarian lingkungan. Hal
ini bisa dilakukan melalui kegiatan peningkatan ekonomi kerakyatan melalui
pengoptimalan potensi kawasan lindung. Misalnya dalam kegiatan pariwisata yang
tetap mengutamakan menjaga kelestarian lingkungan.
C.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial
Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam,
yaitu: Dataran fluvio-vulkanik, Dataran aluvial, dan Dataran fluvio-marin.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-8
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik
Ekoregion fluvio-vulkanik di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti
Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara
demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat besar. Jumlah dan
kepadatan penduduk di ekoregion fluvio-marin tersebut seiring waktu terus mengalami
pertambahan. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada
pada masa transisi dari penduduk struktur muda ke struktur penduduk dewasa.
Dilihatberdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi
meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan yang kecil. Mortalitas dan
mordibitas juga tergolong tinggi meskipun mengalami penurunan karena semakin
dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan
untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan
semakin majunya wilayah sehingga sarana transportasi juga semakin mudah sehingga
memudahkan penduduk untuk melakukan perpindahan.
Ekoregion fluvio-vulkanik merupakan daerah yang subur sehingga pertanian
merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan
kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion fluvio-vulkanik
tergolong berkembang dari sektor pertanian tradisioanal menuju pengembangan sektor
pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan
pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan
teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini
lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan
meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Gaya hidup modern telah
masuk pada generasi muda sehingga kearifan lokal yang dipegang oleh generasi tua
lambat laun akan ditinggalkan. Meskipun gaya hidup modern diakui sering mengenai
generasi muda, akan tetapi pada kenyataannya generasi tua juga seakan mengikuti arus
tersebut. Pelan tapi juga pasti generasi tua juga sedikit demi sedikit terkena dampak
modernisasi.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai
permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini, seperti diuraikan berikut ini.
(1) Kepadatan penduduk mulai terus meningkat, sehingga daya dukung lingkungan
terhadap penduduk menurun.
(2) Terjadinya perpaduan budaya lokal dengan budaya pendatang sehingga konflik
sosial meningkat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-9
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(3)
(4)
Terjadi degradasi dan alih fungsi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang
kompleks.
Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang
konsumtif.
Ekoregion Dataran Aluvial
Ekoregion dataran aluvial di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung dan Lampung. Secara demografis, jumlah
penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong tinggi dan cenderung mengalami
penambahan setiap waktunya. Hal ini dikarenakan potensi sumberdaya di ekoregion
dataran aluvial yang sangat besar berupa tanah yang subur dan dataran yang luas
sehingga memungkinkan untuk terus dikembangkan. Selain jumlahnya yang terus
bertambah, kepadatan penduduk di ekoregion ini juga terus bertambah.
Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong
dalam kategori rendah. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga
tergolong dalam kategori rendah pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi masuk)
tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar menjadi faktor penarik penduduk dari
luar daerah untuk menuju ke daerah ini. Hal inilah yang menyebabkan jumlah dan
kepadatan penduduk terus mengalami peningkatan. Selain itu masuknya penduduk yang
bermigrasi ke ekoregion ini didominasi oleh penduduk produktif yang mencari pekerjaan.
Akibatnya jika dilihat berdasarkan rasio ketergantungannya, rasio ketergantungan
penduduk mengalami penurunan. Rasio ketergantungan yang menurun menunjukkan
pertanda baik. Artinya ketergantungan penduduk yang tidak produktif menjadi berkurang
karena banyaknya penduduk produktif. Meskipun demikian tetap saja kondisi ini harus
terus mendapatkan perhatian. Hal ini dikarenakan rasio ketergantungan yang rendah
merupakan pertanda baik manakala penduduk yang berusia produktif seluruhnya bekerja.
Akan tetapi jika penduduk produktif tersebut menganggur atau mencari pekerjaan maka
hal tersebut merupakan pertanda buruk karena jika hal itu terjadi maka daerah tersebut
sedang mengalami "demographic disaster" atau bencana demografi.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong kompleks.
Sektor ekonomi yang diusahakan tidak hanya berkutat pada sektor pertanian tetapi sudah
berkembang kepada perdagangan, industri dan jasa. Meskipun sektor pertanian masih
menjadi basis akan tetapi sektor pertanian didukung oleh perkembangan sektor industri
dan jasa. hal ini ditandai dengan berkembangnya usaha agribisnis dan agropolitan secara
bersama-sama. Kemudahan sarana prasara transportasi juga telah membentuk daerahdaerah pusat ekonomi baru sehingga ekonomi masyarakat terus-menerus bergerak ke
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 10
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
arah positif. Dengan kata lain, kondisi ekonomi pada ekoregion ini tergolong baik dengan
rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Meskipun demikian permasalahan
kesenjangan tentu saja tetap terjadi. Meskipun secara ekonomi penduduknya
dikategorikan memiliki kesejahteraan yang tinggi akan tetapi dilihat dari aspek sosial
budaya beberapa permasalahan mulai muncul.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini mulai tergerus. Hal ini dikarenakan telah terjadinya pergesaeran
norma sosial di masyarakat dari budaya keluarga dan kekerabatan menjadi budaya
ekonomi-bisnis yang berorientasi materi. Bisnis keuangan telah melunturkan nilai sosial
dan kekerabatan yang telah dibangun sejak dahulu. Selain itu berbagai kearifan lokal juga
dinilai mulai memudar. Akhirnya ketika ada perbedaan pendapat, friksi-friksi serta
permasalahan-permasalahan kecil dapat berpotensi menjadi masalah besar dan
menimbulkan konfik.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan
yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Kepadatan penduduk tinggi, konflik lahan meningkat;
(2) Alih fungsi lahan terjadi, daya dukung lingkungan terhadap penduduk menurun;
(3) Konflik sosial antara penduduk pendatang dengan penduduk lokal meningkat;
(4) Terjadi degradasi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks; dan
(5) Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang
konsumtif.
Ekoregion Dataran Fluvio-marin
Ekoregion dataran fluvio-marin di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi
seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Secara demografis, jumlah
penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar. Meskipun
jumlahnya besar, akan tetapi kepadatan penduduknya belum terlalu tinggi. Berdasarkan
strukturnya, struktur penduduk di dataran fluvio-marin tergolong kategori muda. Hal ini
berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia muda. Jika
digambarkan dalam piramida penduduk, maka bentuk piramida penduduknya
dikategorikan piramida ekspansif. Ciri dari piramida ekspansif ini adalah memiliki tingkat
fertilitas serta tingkat mortalitas berada pada kategori tinggi. Selain memiliki ciri memiliki
tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi, pada ekoregian ini memiliki ciri migasi yang
dilakukan mulai berkembang. Migrasi yang terjadi dilakukan oleh penduduk dewasa
menuju daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 11
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh perikanan, baik dari perikanan
tangkap maupun perikanan hasil budidaya. Hal ini disebabkan oleh kedekatan dengan laut
yang memiliki potensi perikanan untuk dikembangkan. Selain berbasis pada perikanan,
sektor lain yang juga berkembang adalah pertanian dan peternakan. Pertanian yang
dikembangkan adalah pertanian pesisir yang dilakukan di sepanjang sungai dekat laut
maupun di sepanjang pantai. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah berupa padi dan
palawija. Sedangkan peternakan yang dikembangkan adalah peternakan sapi dan
kambing. Pariwisata pada ekoregion dataran fluvio-marin juga mulai dikembangkan. Hal
ini akan mendorong ekonomi masyarakat terutama dari segi sektor jasa.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma
masyarakat pesisir masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan
pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pesisir
sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal
dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian
lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi
muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas;
(2) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang
terbatas; dan
(3) Sebagai akibat kemiskinan yang masih tinggi, maka upaya untuk melestarikan
sumber daya wilayah pantai menjadi terkendala.
C.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik
Bentuk ekoregion bentanglahan antropogenik umumnya berada di dataran
perkotaan yang tersebar di kota-kota propinsi dan kabupaten di seluruh ekoregion
Sumatera. Apabila dilihat dari kondisi kependudukannya, ekoregion antropogenik yang
berada di dataran perkotaan di Sumatera pada umumnya memiliki jumlah penduduk yang
sangat tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga tinggi. Jumlah penduduk dan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ini terjadi karena besarnya arus migrasi dari
perdesaan menuju perkotaan. Migrasi menjadi penentu yang lebih dominan bagi
pertambahan jumlah penduduk di pertkotaan dibandingkan dengan fertilitas dan
mortalitas. Struktur penduduk di ekoregion ini telah kompleks dan mengarah pada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 12
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
struktur penduduk tua. Hal ini berarti potensi lansia pada ekoregion ini perlu mendapat
perhatian lebih di masa-masa mendatang.
Kondisi sosial ekonomi ekoregion antropogenik di wilayah Sumatera menunjukkan
telah terjadi perubahan dalam hal struktur ekonomi. Pergeseran dari struktur ekonomi
primer menuju struktur ekonomi sekunder bahkan tersier. Hampir ditinggalkannya sektor
primer yaitu pertanian di ekoregion dataran perkotaan lebih disebabkan sudah
terbatasnya luasan lahan pertanian. Kegiatan pertanian tidak akan bisa menjadi optimal
dalam kondisi keterbatasan lahan dan tidak ada inovasi teknologi pertanian untuk usaha
pertanian di lahan yang terbatas. Sektor perekonomian yang berkembang di ekoregion ini
adalah sektor jasa. Sementara itu, sektor perdagangan, keuangan, informasi, perbankan,
perhotelan dan jasa kemasyarakatan di ekoregion dataran perkotaan semakin maju.
Kondisi sosial budaya yang umumnya terjadi di dataran perkotaan beberapa
diantaranya adalah sistem kekerabatan dan kekeluargaan yang sudah mulai pudar di
masyarakat. Pudarnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan ini dimungkinkan terjadi
karena orientasi masyarakat daerah perkotaan yang lebih banyak para pendatang adalah
kegiatan ekonomi atau bekerja. Hal ini mengakibatkan mereka lebih disibukkan pada
urusan pekerjaan dan segala hal yang berkaitan dengan perekonomian daripada
melakukan kegiatan yang bersifat menjalin kekerabatan atau kekeluargaan. Sebagian
besar kegiatan pada kelompok masyarakat di dataran perkotaan ini lebih dominan pada
nilai ekonomi daripada nilai sosial. Pranata sosial yang ada di tengah masyarakat juga
berbasis ekonomi.
Permasalahan yang berpotensi terjadi di ekoregion antropogenik dataran perkotaan
diantaranya, seperti diuraikan berikut ini.
(1)
(2)
(3)
Lunturnya norma sosial sebagai akibat dari perkembangan kehidupan modern yang
pesat. Masyarakat yang sudah berorientasi pada pekerjaan dan disibukkan dengan
masalah ekonomi akan banyak yang mengesampingkan norma-norma sosial di
sekitarnya. Selain itu, mereka yang sebagian besar adalah pendatang tidak merasa
menjadi bagian dari masyarakat asli sehingga banyak dari mereka yang
mengabaikan norma-norma sosial di tempat tinggal barunya.
Banyak terjadi degradasi lahan, polusi dan kelangkaan sumberdaya di ekoregion ini.
Hal ini terjadi karena perkembangan industri dan jasa kemasyarakatan di dataran
perkotaan.
Lunturnya sistem kekerabatan dan sosial budaya masyarakat yang hidup di dataran
perkotaan. Kurang kuatnya ikatan kekerabatan dan kekeluargaan masyarakat
perkotaan lebih dikarenakan lebih banyaknya penduduk pendatang yang berasal
dari berbagai wilayah yang orientasinya adalah kegiatan ekonomi. Selain itu,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 13
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(4)
semakin pesatnya kemajuan di dataran perkotaan menyebabkan masyarakat lebih
modern yang menjunjung tinggi budaya konsumtif dan gaya hidup hedonis.
Banyak potensi konflik sosial terjadi di ekoregion dataran perkotaan. hal ini
dikarenakan struktur sosial yang kompleks di ekoregion ini. Kompleksnya struktur
penduduk dari segi demografi, ekonomi, dan sosial budaya mengakibatkan banyak
benturan kepentingan sehingga apabila tidak diatasi sejak dini berpotensi
menciptakan konflik antar kelompok masyarakat.
C.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik
Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam,
yaitu: Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, Ekoregion Kaki Gunungapi, dan
Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi.
Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi
Ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa
provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya,
ekoregion ini memiliki ciri-ciri umum yang sama antara provinsi satu dengan lainnya.
Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit
dengan kepadatan rendah. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini
dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada
ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja. Struktur penduduk muda
biasanya dicirikan memiliki tingkat kelahiran tinggi, angka kematian tinggi dan tingkat
kesakitan juga tinggi. Hal ini sekaligus menandakan pada ekoregion ini memiliki angka
ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi dimana penduduk usia produktif lebih
kecil dibandingkan penduduk usia non-produktif (usia 15 tahun ke bawah dan lansia).
Selain itu berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam
kategori rendah.
Selain memiliki karakteristik demografis yang sama pada ekoregion ini juga
memiliki karakteristik ekonomi yang hampir sama pula. Berdasarkan kondisi ekonominya,
kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion ini tergolong dalam kategori ekonomi
rendah. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor ekonomi primer dengan
pertanian sebagai mata pencaharian utama ekonomi masyarakat. Pengolahan lahan
pertanian masih minimal, dominasi pada tanaman tahunan. Selain itu pada ekoregion ini
dicirikan kehidupan ekonomi sangat tergantung pada lahan. Artinya jika lahan yang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 14
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
digarap subur maka akan memberikan kontribusi ekonomi yang baik pada rumah
tangganya. Sebaliknya jika kondisi lahan sudah tidak subur maka ekonomi rumah tangga
juga akan mengalami penurunan.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada
di masyarakat masih dijunjung tinggi. Selain itu masyarakat pada ekoregion ini sangat
mendukung kelestarian alam dan lingkungan. Hubungan antara manusia dan lingkungan
pada ekoregion ini lebih kepada hubungan determinisne lingkungan. Artinya alam dan
lingkungan sebagai faktor utama sekaligus sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh
karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan
kelestarian lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kearifan lokal yang terbentuk dari
hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih banyak daripada
ekoregion lainnya.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi
muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat yang masih rendah;
(2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi;
(3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan
(4) Persoalan ekonomi akan berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai
dengan peruntukan fungsi kawasan sehingga potensi kerusakan lahan sangat besar.
Ekoregion Kaki Gunungapi
Ekoregion Kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan
Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih
sedikit dengan kepadatan yang masih rendah. Meskipun demikian jika dibandingkan
dengan ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi jumlah dan kepadatan penduduk di
ekoregion ini lebih banyak. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion
ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada
ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja.
Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh kelahiran dan
kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya tergolong tinggi. Rata-rata anak yang
dimiliki biasanya lebih dari dua. Paradigma banyak anak banyak rejeki masih mengakar
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 15
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kuat pada penduduk yang tinggal di ekoregion ini. Jumlah anak yang banyak dipandang
sebagai sebagai modal bagi orang tuanya. Anak yang banyak dapat difungsikan sebagai
tenaga keluarga yang membantu pertanian yang mereka usahakan. Selain itu anak yang
banyak dipandang oleh penduduk sebagai tabungan hari tua. Artinya ketika tua, anakanak mereka diharapkan akan meneruskan usahanya dan merawat kehidupan mereka
nantinya. Selain memiliki tingkat fertilitas tinggi, tingkat mortalitas dan mordibitas pada
ekoregion ini juga tergolong tinggi. Jauhnya dengan sarana kesehatan serta pola hidup
sehat yang tidak baik menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi tinggi.
Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong
dalam kategori rendah. Dilihat angka ketergantungannya, pada ekoregion ini memiliki
angka ketergantungan yang tinggi karena banyaknya usia 15 tahun ke bawah dan lansia.
Selain kondisi demografis yang telah berkembang, kondisi ekonomi pada ekoregion
ini juga telah mengalami perkembangan. Struktur ekonomi masyarakat sangat
dipengaruhi oleh sektor pertanian. Pada ekoregion ini pengolahan lahan telah berubah
dari tanaman tahunan menjadi tanaman tahunan dan semusim. Sektor pertanian masih
menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Sektor pertanian juga telah mulai berkembang.
Proses mekanisasi pertanian juga mulai diusahakan pada ekoregion ini sehingga hasil
yang diperoleh menjadi lebih optimal. Selain mengusahakan pertanian tanaman tahunan
dan musiman, sektor peternakan juga telah mulai berkembang. Ternak yang diusahakan
antara lain sapi, kambing, kerbau dan babi. Pada ekoregion ini, pengolahan lahan dan
peternakan berlangsung saling dukung satu sama lain.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada
di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada
ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber
kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat
untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi
muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Kualitas sumber daya manusia yang terbatas menjadi persoalan sosial utama
masyarakat. Masalah rendahnya kualiatas SDM ini dikarenakan rendahnya
pendidikan pada ekoregion ini;
(2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi;
(3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 16
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(4)
Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi kawasan.
Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi
Ekoregion dataran kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi
seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion
ini sudah berkembang dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Artinya dilihat dari
kuantitas, kualitas dan struktur penduduk kondisi kependudukan pada ekoregion ini lebih
kompleks. Dilihat berdasarkan kuantitasnya, jumlah penduduk pada ekoregion ini jauh
lebih besar daripada ekoregion vulkanik lainnya. Daerah yang datar serta tanah yang lebih
subur dan mudah diolah menjadikan alasan penduduk lebih banyak yang bertempat
tinggal dan menetap. Secara kualitas, penduduk dapat dilihat berdasarkan pendidikan dan
pelatihan formal yang dia miliki. Berdasarkan kualitasnya, penduduk yang berasal dari
ekoregion ini cenderung memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan
ekoregion vulkanik lainnya. Sedangkan berdasarkan struktur penduduknya penduduk
pada ekoregion ini telah mengalami perubahan dari penduduk muda menuju penduduk
dewasa tahap awal.
Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh migrasi dan hanya
sebagian kecil ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat
fertilitasnya sudah cenderung rendah. Hal ini dikarenakan perempuan pada ekoregion ini
lebih terdidik sehingga mereka berpikiran rasional dan sudah menganggap anak sebagai
sebuah cost. Selain memiliki tingkat fertilitas yang sudah rendah, tingkat mortalitas dan
mordibitas pada ekoregion ini juga sudah berada pada tingkat yang rendah. Pola hidup
sehat dan kedekatan dengan fasilitas kesehatan menjadikan angka kematian dan
kesakitannya menjadi rendah. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk
pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi utamanya pada kelompok usia muda
dan usia produktif. Para penduduk yang berusia muda melakukan migrasi dengan motif
pendidikan. Selain pendidikan, motif mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian juga
menjadi alasan mengapa penduduk muda meninggalkan daerahnya. Karena banyaknya
penduduk muda dan produktif yang melakukan migrasi maka penduduk yang tinggal pada
ekoregion ini biasanya adalah penduduk anak-anak dan lansia. Akibatnya jiak dilihat dari
beban ketergantungan penduduk, beban ketergantungannya berada pada kategori tinggi.
Selain kondisi demografis yang telah berkembang menjadi lebih kompleks, kondisi
ekonomi pada ekoregion ini juga mengalami perkembangan hal serupa. Struktur ekonomi
masyarakat telah lebih kompleks, bervariasi sejalan dengan perkembangan industri,
perdagangan, dan jasa. Struktur ekonomi masyarakat yang mulanya hanya bertumpu pada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 17
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
sektor pertanian untuk kebutuhan primer berubah ke sektor pertanian yang berorientasi
ekonomi sekunder. Pengolahan lahan pertanian telah bervariasi, semakin kompleks, dan
menuju ke arah agribisnis. Akibatnya telah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian
terhadap ekonomi masyarakat. Tetapi di sisi lain, sektor industri berbasis pertanian dan
jasa kemasyarakatan mulai berkembang.
Berdasarkan kondisi kebudayaan masyarakatnya, hubungan sosial dan kekerabatan
bergeser ke hubungan ekonomi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di
masyarakat mulai ditinggalakan. Selain itu, karena hubungan yang dibangun adalah
hubungan ekonomi maka telah terjadi pemanfaatan sumber daya secara optimal bahkan
ke arah berlebihan. Akibatnya persoalan lingkungan semakin terlihat. Kearifan lokal yang
awalnya dipegang kuat oleh masyarakat sedikit demi sedikit telah mulai ditinggalkan dan
berubah menjadi ekonomi berbasis pada pasar (market oriented).
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi
muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat ke norma
modern yang berbasis sistem individualis;
(2) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang berlebihan; dan
(3) Kearifan lokal mulai luntur, budaya memelihara lingkungan telah berubah menjadi
sistem ekonomi pasar.
C.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural)
Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tujuh macam,
yaitu: Pegunungan Struktural Patahan, Perbukitan Struktural Patahan, Lembah antar
Pegunungan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan,
Pegunungan Struktural Lipatan, Perbukitan Struktural Lipatan, dan Lembah antar
Perbukitan Struktural Lipatan.
Pegunungan Struktural Patahan
Ekoregion Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa
provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion
ini sangat sedikit. Selain itu kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga sangat rendah.
Hal ini dikarenakan peruntukan lahan untuk ekoregion ini bukanlah untuk permukiman
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 18
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
akan tetapi peruntukannya untuk kawasa lindung. Berdasarkan struktur penduduknya,
penduduk di ekoregion ini berada pada struktur penduduk muda. Dilihat berdasarkan
proses demografisnya, fertilitas dan mortalitas di ekoregion ini masih tinggi. Sedangkan
untuk migrasi di ekoregion ini tergolong tinggi.
Budidaya petanian pada ekoregion ini sangat terbatas dan belum berkembang.
Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan
tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung,
aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status
lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung
tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi.
Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh
karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk
mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai
permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah
penduduk yang rendah;
(2) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat yang masih rendah;
(3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi;
(4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan
(5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi kawasan.
Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa
provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk
yang berada pada ekoregion ini tergolong masih sedikit. Meskipun demikian,
pertambahan jumlah terjadi dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini
juga dikategorikan rendah dengan tipe permukiman cenderung mengelompok. Hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 19
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dikarenakan fungsi kawasan ini bukan sebagai kawasan permukiman akan tetapi sebagai
hutan lindung.
Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong
dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong
dalam kategori tinggi pula. Begitu pula untuk migrasi uga tergolong tinggi. Potensi sumber
daya yang besar tetapi dengan pengelolaan yang terbatas menjadikan penduduk yang ada
di ekoregion ini memilih keluar untuk mencari pekerjaan.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong masih
sederhana. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan
komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi
disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai
tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya
sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi
pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung
tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi.
Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap
bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan
lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan
fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan
yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Penduduk usia produktif terbatas yang disebabkan tingkat migrasi keluar tinggi;
(2) Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah;
(3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi;
(4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah;
(5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi kawasan.
Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan
Ekoregion Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera
tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 20
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada
ekoregion ini memiliki jumlah yang besar dan terkonsentrasi di lembah antar
pegunungan. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini senantiasa bertambah dari tahun ke
tahun. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di ekoregion lembah antar
pegunungan struktural patahan tergolong kategori muda menuju ke dewasa. Berarti
penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia dewasa. Hal ini
sekaligus menandakan potensi tenaga kerja cukup optimal karena penduduk produktif
tersedia dengan banyak. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas dan
mortalitas pada ekoregian ini masih tinggi. Sedangkan migrasi yang dilakukan oleh
penduduk berada pada kategori rendah.
Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh penduduk yang bekerja di sektor
pertanian. Ketersediaan air yang melimpah sangat mendukung kegiatan pertanian yang
menjadi sektor basis di ekoregion ini. Selain mengembangkan pertanian secara
tradisional, penduduk yang berada pada ekoregion ini juga mengembangkan industri
rumah tangga berbasis pertanian. Hasil pertanian diolah dan dipasarkan ke berbagai
daerah untuk menambah penghasilan rumah tangga. Selain pertanian, industri rumah
tangga dan perdagangan usaha yang dikembangkan oleh penduduk di ekoregion ini adalah
peternakan. Jenis ternak yang dikembangkan adalah sapi dan kerbau.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma
masyarakat agraris masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan
pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pertanian
yang berada di lembah pegunungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu,
berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang
adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi
muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan;
(2) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan
(3) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang berlebihan.
Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar
di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 21
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan kondisi demografisnya jumlah
dan kepadatan penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan
tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Jumlah dan kepadatan penduduk
yang tinggi mengelompok di lembah antar perbukitan yang memiliki tanah yang subur.
Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi
dari penduduk struktur muda mengarah ke struktur penduduk dewasa. Dilihat
berdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun
sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan. Mortalitas dan mordibitas juga
mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup
masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin
meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga
penduduk dari luar daerah tertarik untuk melakukan perpindahan.
Ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan merupakan daerah yang
subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh
penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada
ekoregion telah berkembang dari sektor pertanian tradisional menuju pengembangan
sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri
dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang
dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan
kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan
meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula. Selain pertanian
dan industri, sektor lain yang juga berkembang adalah peternakan, perdagangan dan jasa
kemasyarakatan.
Arus migrasi yang terus menerus terjadi akan menyebabkan akulturasi budaya. Di
sisi lain migrasi yang besar berpotensi menimbulkan konflik antar penduduk lokal dan
pendatang. Pemicunya dapat berbagai hal mulai dari perebutan penguasaan sumber daya,
perbedaan budaya yang mencolok atau sebab lainnya. Meskipun demikian sampai saat ini
sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai
berkurang. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung.
Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Oleh karena
itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang
adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai
permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 22
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
(5)
Mulai terjadi konflik antara masyarakat pendatang dengan penduduk lokal sebagai
dampak migrasi yang berkembang;
Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan;
Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan
Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang berlebihan.
Pegunungan Struktural Lipatan
Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa
provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera.
Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong sedikit.
Selain itu kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan
fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung. Berdasarkan proses demografinya,
tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas
dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Sedangkan
untuk migrasi (migrasi keluar) juga tergolong tinggi.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang.
Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas
tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan
secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman
lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai
kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah
daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung
tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi.
Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap
bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan
lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan
fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan
yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas;
(2) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas;
(3) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan
(4) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 23
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Perbukitan Struktural Lipatan
Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa
provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada
ekoregion ini sangat rendah. Kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah.
Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang.
Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas
tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan
secara terbatas. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan
lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan
lindung. Masyarakat lokal kurang memiliki peran dalam mengelola lahan karena
memeiliki wewenang yang terbatas. Akibat dari pengelolaan lahan yang terbatas dan
pertanian sebagai satu-satunya sektor untuk menggantungkan hidupnya maka kemiskinan
menjadi isu yang ada pada ekoregion ini.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan
pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma
masyarakat dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini
sangat tinggi. Selain itu berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga
oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya,
terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi
muncul pada ekoregion ini antara lain:
(1) Peran kawasan sebagai kawasan lindung berbenturan dengan kepentingan ekonomi
masyarakat;
(2) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas;
(3) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas;
(4) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan
(5) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.
Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan
Bentanglahan struktural berikutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan
struktural lipatan. Ekoregion ini tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera
Barat, dan Sumatera Selatan. Kondisi demografi ekonomi dan sosial budaya kawasan ini
menyimpan berbagai potensi yang menguntungkan sekaligus potensi masalah. Beberapa
potensi menguntungkan dari kawasan ini adalah potensi tenaga kerja produktif yang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 24
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
berlimpah jumlahnya, sektor pertanian berkembang pesat karena didukung industri
pengolahan hasil pertanian, dan sistem kekerabatan masyarakat masih kuat serta kearifan
lokal terkait pelestarian bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dijunjung tinggi
oleh masyarakat setempat.
Lembah antar perbukitan merupakan lokasi yang strategis bagi perkembangan
penduduk. Jumlah penduduk terus bertambah di kawasan ini. Tingkat kepadatan
penduduk juga meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena tingkat fertilitas yang
masih cukup tinggi dan tingkat migrasi yang masih rendah. Derajat kesehatan yang baik
menyebabkan struktur penduduk mengarah pada struktur dewasa. Oleh karena itu
potensi tenaga kerja pada kawasan ini cukup optimal.
Struktur perekonomian masyarakat di ekoregion lembah antar perbukitan
struktural lipatan didominasi oleh sektor primer. Kegitan pertanian menjadi andalan di
kawasan ini. Sektor pertanian cukup berkembang di sini karena didukung dengan
kegiatan budidaya pertanian yang cukup bervariasi dan juga dengan adanya industri
rumah tangga yang berbasis pertanian. Industri ini berkembang untuk mendukung
pemasaran hasil pertanian dengan cara meningkatkan nilai jual produksi pertanian lokal.
Selain usaha pertanian, usaha peternakan dan perdagangan juga berkembang di kawasan
ini.
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat masih tergolong kuat dalam hal
kekerabatan dan kekeluargaan. Masyarakat di kawasan ini adalah masyarakat pertanian
perdesaan yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal. Berbagai kearifan lokal yang
terkait dengan pelestarian di bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dipegang oleh
masyarakat di kawasan ini. Misalnya penggunaan pupuk organik menggantikan pupuk
kimia, sistem pertanian berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan akibat
ditanami hanya satu jenis tanaman dan sebagainya.
Beberapa masalah juga masih dihadapi di kawasan ini seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangannya. Beberapa masalah tersebut seperti diuraikan berikut ini.
(1)
(2)
Jumlah penduduk berkembang, mulai terjadi konflik peruntukan lahan. Jumlah
penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun seiring dengan
tingginya tingkat fertilitas akan menyebabkan keterbatasan luasan lahan untuk
pertanian, permukiman dan kegiatan usaha yang lain. Oleh karena itu antar individu
dan antar kepentingan perlu diberikan sosialisasi terkait peruntukan lahan.
Perkembangan sektor pertanian mengarah pada degradasi lahan. Sektor pertanian
yang menjadi andalan, apalagi didukung dengan berdirinya industri rumah tangga
untuk pengolahan hasil pertanian menjadikan lahan akan dioptimalkan
produktivitasnya. Hal ini tentu akan berakibat fatal apabila tidak diiringi dengan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 25
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(3)
upaya pelestariaan lahan melalui kegiatan pertanian yang ramah lingkungan dan
sistem rotasi dalam bertani.
Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Permasalahan
pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia
masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya
alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang
baik.
C.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional
Bentanglahan denudasional terdiri dari 3 ekoregion yaitu ekoregion perbukitan
denudasional (D2), Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D32), dan Lembah Antar
Perbukitan Denudasional (D42).
Ekoregion Perbukitan Denudasional
Ekoregion perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan
Kep. Bangka Belitung. Situasi kependudukan di ekoregion ini menjelaskan bahwa kawasan
ini masih masih jarang penduduk. Penduduk yang tingkal di kawasan ini pada umumnya
adalah kelompok penduduk muda yang didominasi oleh anak-anak dan remaja. Hal ini
menunjukkan tingkat kelahiran penduduk masih cukup tinggi. angka migrasi pada
penduduk di kawasan ini juga rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok
penduduk usia produktif tidak banyak di kawasan ini. Apabila melihat kembali struktur
penduduk yang didominasi penduduk muda menegaskan bahwa angka kematian dan
kesakitan di ekoregion ini juga masih cukup tinggi.
Potensi perekonomian di ekoregion perbukitan denudasional masih belum
teroptimalkan. Sektor utama yang menjadi andalan di kawasan ini adalah sektor primer
yaitu kegiatan pertanian di lahan dengan komiditas utamanya tanaman tahunan.
Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan pertanian di bentuk lahan
denudasional pada masyarakat setempat masih rendah. Hal ini terbukti dari terbatasnya
pengelolaan lahan oleh masyarakat setempat sehingga belum bisa meningkatkan harga
jual sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Situasi sosial budaya di kawasan perbukitan denudasional pada umumnya
menunjukkan gejala sistem kekerabatan yang masih erat. Sistem kekeluargaan dan
kekerabatan masih dijunjung tinggi masyarakat setempat. Saling bergantung antar satu
sama lain dalam konteks makhluk sosial masih berlaku pada masyarakat yang tinggal di
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 26
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kawasan ini. Masyarakat memegang teguh pandangan lingkungan sebagai sumber
kelangsungan hidup sehingga harus dijaga kelestariannya. Masyarakat setempat seringkali
bekerja sama dalam mengupayakan kelestarian lingkungan demi keberlangsungan hidup
bersama.
Selain potensi yang masih belum teroptimalkan, beberapa persoalan yang dihadapi
di ekoregion ini diantaranya, berikut ini.
(1)
(2)
(3)
(4)
Masih banyaknya jumlah penduduk miskin di kawasan ini. Kemiskinan masih belum
dapat dihilangkan di kawasan ini karena masih terbatasnya upaya untuk keluar dari
kemiskinan yang diketahui masyarakat setempat. Mereka hanya tahu memanfaatkan
lahan yang ada untuk kegiatan pertanian sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki selama ini. Selain keterbatasan kemampuan dalam
mengelola lahan pertanian, semakin sedikitnya luasan lahan pertanian juga semakin
mempersulit masyarakat mengembangkan kegiatan pertaniannya. Kegiatan
pertanian yang diupayakan belum menunjukkan hasil yang signifikan terkait dengan
peningkatan kesejahteraan.
Pengelolaan lahan di kawasan perbukitan denudasional juga menemui masalah
dalam hal keterbatasan jumlah sumberdaya tenaga kerja produktif. Jumlah tenaga
kerja yang mengelola lahan semakin sedikit seiring dengan rendahnya pertambahan
jumlah penduduk usia produktif di kawasan ini.
Benturan kepentingan antara masyarakat yang mengupayakan lahan untuk kegiatan
perekonomian dan pemerintah yang mengupayakan perlindungan kawasan dari
kerusakan masih belum menemui jalan tengah. Hal ini menimbulkan pengembangan
lahan untuk sektor pertanian mengalami kesulitan akibat perbedaan kepentingan
tersebut. Pemerintah perlu mengupayakan pendekatan pada masyarakat melalu
program-program peningkatan perekonomian terutama dalam peningkatan
produktivitas pertanian. Sehingga masyarakat bisa berdikari dengan luasan lahan
yang dimiliki tanpa merusak kawasan lindung yang diupayakan pemerintah
Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat mendorong tindakan
pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, seperti pembakaran dan ladang
berpindah. Masyarakat yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan,
banyak yang memanfaatkan lahan pada kawasan lindung untuk kegiatan
ekonominya seperti pembukaan lahan untuk pertanian maupun pendirian bangunan
untuk kegiatan perdagangan maupun permukiman.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 27
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Ekoregion Lerengkaki Perbukitan Denudasional
Ekoregion selanjutnya yang termasuk dalam bentanglahan denudasional adalah
ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional. Ekoregion lerengkaki perbukitan
denudasional di Pulau Sumatera banyak tersebar di kepulauan Bangka Belitung. Situasi
kependudukan di kawasan ekoregion ini menunjukkan gejala perkembangan jumlah
penduduk. Tingkat kepadatan penduduk masih rendah di kawasan ini. Penduduk yang
mendominasi di kawasan ini adalah kelompok penduduk muda yaitu anak-anak dan
remaja. Besarnya jumlah penduduk muda ini diakibatkan oleh tingkat kelahiran yang
masih cukup tinggi di kawasan ekoregion ini. Dinamika jumlah penduduk di kawasan
lerengkaki perbukitan denudasional lebih banyak ditentukan oleh kelahiran dan kematian.
Hal ini dikarenakan jumlah migrasi yang rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap
perubahan situasi kependudukan.
Kegiatan perekonomian di kawasan ini didomiasi oleh sektor pertanian. Sektor ini
merupakan tumpuan perekonomian masyarakat. Kegiatan pertanian yang diupayakan
masih tergolong sederhana. Pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan penanaman
tanaman semusim misalnya padi, jagung dan tanaman palawija. Keterbatasan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat sekitar dalam mengolah lahan menjadikan
kurang optimalnya pendapatan yang diterima masyarakat dari hasil pertanian. Hal ini
menjadikan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak banyak meningkat.
Kondisi sosial budaya yang dapat dijumpai di kawasan lerengkaki perbukitan
denudasional adalah masih eratnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat
setempat. Hal baik yang selanjutnya muncul dari keeratan sistem kekerabatan ini adalah
kerjasama antar anggota masyarakat untuk menciptakan budaya yang mendukung dan
mempertahankan kelestarian lingkungan. Misalnya saja sistem tanam yang berganti tiap
musim untuk mencegah kerusakan lahan. Upaya pencegahan pembakaran hutan dalam
pembukaan lahan baru terus digalakkan melalui kerjasama antarmasyarakat.
Permasalahan yang masih terjadi di kawasan ekoregion lerengkaki perbukitan
denudasional seperti diuraikan berikut ini.
(1)
Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber
daya lahan. Sumberdaya lahan yang dapat diolah untuk kegiatan pertanian semakin
sedikit jumlahnya mengingat pembatasan pembukaan lahan baru di kawasan
lindung. Selain itu luasan lahan pertanian yang sudah semakin sempit akibat
pembangunan kawasan non permukiman yang semakin marak menjadikan
masyarakat tidak bisa mengupayakan penembangan pertanian dengan ekstenfikasi
pertanian. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan yang masih
rendah di kalangan masyarakat menyebabkan mereka masih belum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 28
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
mampumengoptimalkan produktifitas pertanian dengan lahan yang terbatas.
Penyuluhan pertanian untuk kegiatan intensifikasi pertanian bagi masyarakat
setempat perlu diupayakan pemerintah guna membantu mereka meningkatkan
pendapatan dari sektor andalan mereka yaitu pertanian. Melalui peningkatan
pendapatan ini diharapkan dapat membantu mereka keluar dari jerat kemiskinan.
Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah
penduduk yang rendah. Jumlah penduduk usia produktif yang rendah
pertumbuhannya menjadikan tenaga kerja produktif untuk menggerakkan roda
perekonomian daerah menjadi terbatas. Tingginya jumlah kelahiran yang diiringi
dengan tingginya jumlah kematian penduduk menjadikan jumlah penduduk usia
produktif semakin sedikit. Hal ini perlu diantisipasi dengan peningkatan derajat
kesehatan penduduk dan pembatasan jumlah kelahiran untuk menghindari ledakan
jumlah penduduk muda di masa-masa mendatang.
Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan
kepentingan ekonomi masyarakat. Konflik penggunaan lahan untuk kawasan
lindung dan kegiatan ekonomi masyarakat masih perlu terus diupayakan
pemecahannya. Kesadaran dari keduabelah pihak perlu diupayakan disini.
Pemerintah harus menyadari pentingnya lahan untuk kegiatan perekonomian
masyarakat sehingga harus mencarikan solusi yang dapat terus menggiatkan
perekonomian masyarakat ketika mereka membatasi penggunaan lahan. Masyarakat
juga perlu disadarkan terkait pentingnya kelestarian lingkungan dengan
mengupayakan kawasan lindung.
Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi kawasan. Jerat kemiskinan yang masih membayangi kelompok
masyarakat di kawasan ekoregion lereng kaki perbukutan denudasional menjadikan
mereka melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan mereka.
Salah satunya adalah melakukan pengelolaan lahan untuk peningkatan pendapatan
namun berseberangan dengan peruntukkan fungsi kawasn. Misalnya membangun
permukiman dan kompleks usaha di kawasan untuk lindung atau pertanian.
Desakan ekonomi menjadikan masyarakat tidak lagi memperdulikan kepentingan
kelestarian lingkungan.
Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional
Bentanglahan denudasional selanjutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan
denudasional. Ekoregion lembah antar perbukitan denudasional di Pulau Sumatera
tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Kawasan lembah yang pada umumnya
sangat subur ini memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Tingkat kepadatan penduduk
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 29
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
meningkat setiap tahunnya. Tingginya jumlah penduduk lebih disebabkan karena tingkat
fertilitas yang masih tinggi. Dinamika kependudukan di kawasan ini tidak hanya
dipengaruhi dari proses kelahiran dan kematian namun juga dipengaruhi oleh arus
migrasi, terutama arus migrasi keluar yang terus berkembang. Struktur penduduk di
ekoregion lembah antarperbukitan denudasional ini mengarah pada struktur penduduk
dewasa. Hal ini dapat terjadi karena kualitas kesehatan masyarakat yang baik sehingga
kelompok muda yang tinggi sebagai hasil dari tingginya angka kelahiran dapat bertahan
hingga usia dewasa dan produktif. Tingginya jumlah penduduk usia muda menuju dewasa
merupakan potensi bagi penyediaan tenaga kerja produktif yang menggerakkan laju
perekonomian.
Kegiatan perekonomian di kawasan ekoregion lembah antar perbukitan
denudasional masih berbasis pada pertanian. Sektor pertanian di kawasan ini berkembang
pesat karena dukungan kesuburan lahan. Oleh karena itu sektor pertanian menjadi
andalan di kawasan ini. perkembangan sektor pertanian telah mengarah pada kegiatan
perekonomian agribisnis. Kegiatan ini menjanjikan hasil yang lebih baik daripada kegiatan
pertanian pada umumnya. agribisnis yang bertumpu pada kegiatan pengolahan hasil
pertanian dengan teknologi yang tepat guna menunjukkan semakin berkembangnya
kegiatan oertanian dikawasan ini. Selain kegiatan pertanian yang telah mengarah pada
agribisnis, kegiatan peternakan dan perdagangan juga mulai berkembang di kawasan ini.
Hal ini terjadi karena besarnya jumlah penduduk, sehingga masing-masing dari mereka
melakukan berbagai kegiatan perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan.
Situasi sosial budaya masyarakat di kawasan ini sangat kuat dipengaruhi budaya
masyarakat pertanian. Hal ini ditunjukkan dari masih eratnya sistem kekerabatan dan
masih dijunjung tingginya falsafah gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat di kawasan ini masih sangat mengedepankan kearifan lokal dalam setiap
aspek kehidupannya. Misalnya dalam pengelolaan lahan tidak boleh menggunakan pupuk
kimiwai berlebihan dan diganti dengan penggunaan pupuk organik.
Kondisi yang cukup stabil pada kawasan lembah antar perbukitan denudasional
tidak lepas dari adanya masalah. Beberapa masalah yang dihadapi di kawasan lembah
antar perbukitan denudasional diuraikan berikut ini.
(1)
Jumlah penduduk yang terus meningkat berdampak pada konflik pengelolaan lahan.
Penduduk yang semakin banyak akan menimbulkan semakin sempitnya luasan
lahan baik untuk permukiman, pertanian, maupun untuk kepentingan lain.
Benturan kepentingan antar masyarakat ini bisa diatasi dengan intervensi
pemerintah melalui pengadaan sertifikat kepemilikan tanah yang akan menjadi
bukti sah untuk pengelolaan lahan bagi tiap masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 30
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
Keterbatasan kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan dan keterampilan
masih rendah. Jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya tidak
diiringi dengan peningkatan kualitas penduduk. Tingkat pendidikan dan
keterampilan yang masih rendah menjadikan masyarakat belum mampu
mengoptimalkan pengelolaan lahan dengan teknik-teknik yang lebih efektif dan
efisien namun mampu menghasilkan lebih banyak sehingga dapat meningkatkan
pendapatan secara lebih nyata.
Persoalan kemiskinan masih dominan. Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia
menjadikan banyak masyarakat yang tinggal di kawasan ekoregion ini belum
mendapatkan hasil yang optimal dari pengelolaan lahan, baik dari sektor pertanian
maupun yang lain. Peningkata pendapatan yang tidak signifikan menjadikan banyak
masyarakat masih terjerat dalam permasalahan kemiskinan. pemerintah perlu
melakukan upaya untu menurunkan angka kemiskinan di kawasan yang subur ini
melalui berbagai tindakan perbaikan perekonomian masyarakat dengan pertanian
sebagai sektor andalan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 31
LAMPIRAN
Genesis
Bentanglahan
Vulkanik
1.
Provinsi
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan
Lampung
Ekoregion
Karakteristik Bentanglahang
Potensi Sumberdaya Alam Non-Hayati
V1 Kerucut dan
Lereng Gunungapi
dengan relief sangat curam,
lereng 30 hingga >45%, beda
tinggi >500 meter, dengan
ketinggian >1000 meter dari
permukaan air laut.
 Terbentuk dari proses utama
aliran magma (vulkanism),
dengan struktur pengendapan
secara periodik dan
membentuk sistem perlapisan
secara mengerucut.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lava,
lahar, dan material jatuhan
(airborne deposite).
 Morfologi puncak gunungapi








1-1
merupakan zona bahaya utama
akibat ancaman aliran lava, lahar,
dan awan panas, yang langsung
mengalir dari kepundan atau
kawah utamanya.
Pada gunungapi yang masih aktif,
belum terbentuk tanah karena
material masih baru (fresh) dan
belum menunjukkan tanda-tanda
proses pembentukan tanah
(pedogenesis).
Pada gunungapi yang tidak aktif
atau sedang istirahat, akibat
lereng yang sangat curam,
material belum padu, dengan
curah hujan tinggi, maka
menyebabkan potensi bencana
alam berupa longsor lahan.
Tidak ada pemanfaatan apapun
yang bersifat budidaya, karena
kendala ketinggian, kemiringan
lereng, iklim, sumberdaya air dan
lahan, serta sulitnya jaringan
infrastruktur untuk dibangun.
 Pada gunungapi yang masih aktif,
Permasalahan
Sumberdaya Alam Non-Hayati
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dari permukaan air laut, maka sesuai hukum
barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif
lebih lembab, akibat tingginya kandungan uap air di
udara.
Material masih berupa material segar, yang dapat
berupa agregat atau bongkahan (block lava) maupun
lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar).
Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau
masa istirahat, mulai terbentuk tanah-tanah muda yang
masih menunjukkan bahan material tanah (parent
material atau regolith).
Pada gunung-gunungapi tua, yang pernah mengalami
erupsi sangat besar (explosive) atau karena kepotong
struktur patahan regional seperti Patahan Semangko,
maka banyak dijumpai kaldera, yang kemudian mampu
menampung air hujan dan terbentuk danau kaldera
(crater), seperti: Danau Toba di Sumatera Utara, Danau
Maninjau, Danau Atas dan Bawah di Bukit Tinggi
Sumatera Barat, dan sebagainya.
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng
gunungapi, mulai mucul mataair topografik sebagai
bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt)
dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama).
Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai
muncul aliran sungai yang bersumber dari sebuah
mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam,
sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai
penyempitan aliran (rapid valley) dan pembentukan air
terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan
topografi atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba
dan membentuk topografi berupa dinding terjal
(sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan
Sihanouk di Bukit Tinggi. Aliran air dan air terjun
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif
pembangkit listrik (mikrohidrolika).
 Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000
Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik)
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Tabel 01
Bab 4
Bab 4
V2 Kaki
Gunungapi
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan
Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
dari atas ke bawah mengalami
penurunan kemiringan lereng
dari curam ke miring dengan
lereng 15 - 30%, beda tinggi
rerata 75 - 500 meter.
 Terbentuk dari proses utama
aliran lava dan lahar
(vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik
yang menunjukkan periodisasi
pengendapan akibat letusan.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lava,
lahar, dan material jatuhan
(airborne deposite), berupa
psir, kerikil, kerakal, dan
bebatuan dengan berbagai
ukuran.
 Morfologi berangsur-angsur







1-2
merupakan zona bahaya kedua
akibat ancaman aliran lava, lahar,
dan awan panas, yang mengalir
melalui lembah-lembah
sungainya, serta hujan abu yang
dapat tersebar secara meluas di
sekitar kepundan gunungapi.
Pemanfaatan lahan dan konflik
penataan ruang berupa konversi
lahan menjadi lahan-lahan
permukiman mulai terjadi, baik
pada bentanglahan kaki
gunungapi yang tidak aktif atau
sedang istirahat, maupun pada
gunungapi gunungapi aktif.
 Pada gunungapi yang masih aktif,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dan lereng) di bawah 1.500-2.000 meter, yang secara
hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah
pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air
hujan (cathment area), dan secara keruangan berfungsi
sebagai kawasan lindung (protected area).
Kondisi suhu udara masih terasa dingin dan sejuk
karena ketinggiannya, dan udara relatif masih lembab
dengan kandungan uap air yang cukup.
Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi
gunungapi, yang dapat berupa agregat atau bongkahan
(seperti blok lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir
dan kerikil endapan lahar), sehingga berpotensi sebagai
bahan galian mineral golongan C, berupa pasir, kerikil,
kerakal, dan batu, sebagai bahan baku bangunan,
industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur
fisik lainnya.
Tanah mulai berkembang dengan solum ke arah bawah
semakin tebal, berwarna gelap kehitaman, tekstur pasir
berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu
berlempung (untuk gunungapi tua), berupa tanahtanah Andosol yang subur.
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi kaki
gunungapi, banyak mucul mataair topografik sebagai
bagian dari jalur kedua sabuk mataair (spring belt)
dengan debit aliran yang besar, yang berpotensi
sebagai sumber air bersih bagi industri air minum
dalam kemasan atau PDAM. Mataair ini juga mampu
mensuplai aliran sungai secara kontinyu, sehingga
umumnya sungai mengalir sepanjang tahun (perenial).
Pola aliran sungai mulai berkembang membentuk pola
parallel untuk satu sisi lereng gunungapi atau pola
radial sentrifugal untuk keseluruhan keliling tubuh
gunungapi. Bentuk lembah sungai masih vertikal,
curam, dan agak dalam, sehingga terkadang masih
dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan
terjunan-terjunan kecil (small waterfall).
Lahan mulai dapat dimanfaatkan dan muncul bentukbentuk pemanfaatan lahan yang produktif, seperti:
hutan produksi, perkebunan, dan pemanfaatan potensi
alam untuk pengembangan wisata minat khusus alam
pegunungan dengan pemandangan yang indah, udara
sejuk, air berlimpah, dan tanah yang subur.
 Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut
Bab 4
V3 Dataran Kaki
Gunungapi
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan
Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief landai hingga
bergelombang, kemiringan
lereng 8 - 15%, beda tinggi
rerata 25 - 75 meter.
 Terbentuk dari proses utama
aliran lava dan lahar
(vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik
yang menunjukkan periodisasi
pengendapan akibat letusan,
dengan persebaran material
dibantu oleh aliran sungai.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lahar dan
material jatuhan (airborne
deposite), berupa pasir, kerikil,
dan kerakal.
 Morfologi dataran dengan







1-3
merupakan zona bahaya ketiga
akibat ancaman aliran lahar
(banjir lahar) melalui lembahlembah sungainya, dan hujan abu
yang dapat tersebar secara meluas
mengikuti arah dan kecepatan
angin.
Perkembangan wilayah memicu
masalah pemanfaatan lahan dan
konflik penataan ruang berupa
konversi lahan menjadi lahanlahan permukiman, konflik sosial,
dan pencemaran air, tanah, dan
udara, bergantung tingkat
perkembangan wilayahnya.
 Pada gunungapi yang masih aktif,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
kedudukannya di bawah lereng gunungapi, maka
bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi
sebagai daerah pengaliran airtanah (flow groundwater)
dan daerah resapan air hujan (infiltrasion and
percolation area) yang berperan dalam pengisian
airtanah ke dalam akuifer, sehingga secara keruangan
dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga (buffer
area) dengan pemanfaatan terbatas (hutan produksi
terbatas atau perkebunan tanaman tahunan).
Karena penurunan ketinggian, maka suhu udara mulai
terasa hangat hingga panas, bergantung musim, namun
demikian udara relatif masih relatif bersih dan segar
karena pengaruh kondisi bentanglahan yang alami.
Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi
gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahanbahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, kerakal, dan
bebatuan hasil proses endapan lahar, sehingga
berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C,
sebagai bahan baku bangunan, industri semen,
pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.
Tanah sudah berkembang dengan baik, solum tanah
tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir
berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu
berlempung (untuk gunungapi tua), struktur remah
hingga sedikti menggumpal, membentuk tanah-tanah
Aluvial yang subur.
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi dataran
kaki gunungapi, masih dijumpai pemunculan mataair
topografik sebagai bagian dari jalur terakhir sabuk
mataair (spring belt) dengan debit aliran yang relatif
besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi
air minum penduduk atau PDAM.
Kondisi morfologi yang landai dengan material
penyusun berupa bahan-bahan piroklastik, maka
sangat berpotensi untuk menyimpan dan mengalirkan
airtanah dengan baik, sehingga pada bentanglahan ini
mulai terbentuk akuifer yang produktif.
Pola aliran sungai semakin berkembang membentuk
pola parallel - dendritik yang mengalir menuju dataran
di bagian bawahnya. Bentuk lembah sungai masih
cenderung melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi
sebagai media transport material dari hulu ke hilir.
 Karena ketinggian, kemiringan lereng, dan
2.
Fluvial
Bab 4
F1 Dataran Fluviovulkanik
Sumatera Utara,
Sumatera Barat,
Jambi, Sumatera
Selatan, dan
Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan
lereng 3-8%, beda tinggi
rerata <25 meter.
 Terbentuk dari proses utama
aliran sungai (fluvial) yang
membawa material bahanbahan piroklastik endapan
lahar, dengan struktur
berlapis tersortasi baik (kasar
di bagian bawah dan halus di
bagian atas, secara berulang),
yang menunjukkan
pengendapan secara periodik.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lahar dan
aliran sungai, berupa pasir,
kerikil, dan kerakal, dengan
sedikit debu dan lempung.
 Morfologi dataran dengan









1-4
dataran yang luas dan mengarah
ke kaki dan lereng gunungapi
merupakan jalur potensial bagi
pergerakan angin menuju ke
pegunungan, sehingga berpotensi
menciptakan angin puting beliung
apabila kondisi tekanan udara
tidak stabil dan tidak merata.
Perkembangan wilayah memicu
masalah pemanfaatan lahan dan
konflik penataan ruang berupa
konversi lahan sawah menjadi
lahan-lahan permukiman,
pengembangan wilayah
perkotaan, konflik sosial, dan
pencemaran air, tanah, dan udara,
yang bergantung kepada tingkat
perkembangan wilayahnya.
Perkebangan kota dengan
infrastruktur penutupan
permukaan tanah, memicu
terjadinya banjir kota pada musim
penghujan.
 Kondisi morfologi yang berupa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
berupa sawah dengan irigasi intensif dengan
produktivitas tinggi, dan mulai berkembang
permukiman penduduk.
Wilayah yang dapat dikatakan berada pada daerah
rendah atau bawahan, kemiringan lereng yang landai,
dan kedudukannya di bawah kaki gunungapi dengan
pemanfaatan yang makin produktif, maka bentanglahan
ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah
pencadangan airtanah (storage groundwater) dan
daerah penurapan airtanah (discharge area) yang
berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan
akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh
karena itu secara keruangan dapat ditetapkan sebagai
kawasan budidaya pertanian dan permukiman
(perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan
aksesibiltas yang mudah.
Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu
udara mulai terasa hangat hingga panas, bergantung
musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi
perkembangan wilayah.
Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi
gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahanbahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal
hasil proses endapan lahar, yang apabila berada di
sungai dapat menjadi sumber galian golongan C,
sebagai bahan bangunan.
Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal,
berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir
bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal,
membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.
Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di
luar jalur sabuk mataair (spring belt). Namun demikian,
bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan
hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan
persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan
ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah
sungai semakin melebar, landai, dan stabil, yang
berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke
hilir, dan persifat mengalir sepanjang tahun (perenial),
akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif
 Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif
Bab 4
F2 Dataran Aluvial
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Kep.
Riau, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera
Selatan, Kep.
Bangka Belitung,
dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi
rerata <25 meter.
 Terbentuk dari proses utama
aliran sungai (fluvial) yang
membawa material bahanbahan aluvium dari berbagai
sumber didaerah hulu
(hinterland) dan diendapkan
di bagian bawah (low land)
dengan struktur berlapis
tersortasi baik (kasar di
bagian bawah dan halus di
bagian atas, secara berulang),
yang menunjukkan periodisasi
pengendapannya.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai,
berupa batu dan kerakal
membentuk lapisan di bagian
bawah, kemudian di atasnya
terbentuk lapisan kerikil,
pasir, dan yang paling atas
 Morfologi dataran dengan








1-5
dataran yang sangat luas,
berpotensi menciptakan angin
puting beliung apabila kondisi
tekanan udara tidak stabil dan
tidak merata.
Perkembangan wilayah memicu
masalah pemanfaatan lahan dan
konflik penataan ruang berupa
konversi lahan sawah menjadi
lahan-lahan permukiman,
pengembangan wilayah
perkotaan, konflik sosial, dan
pencemaran air, tanah, dan udara,
yang bergantung kepada tingkat
perkembangan wilayahnya.
 Kondisi morfologi yang berupa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
berupa sawah dengan irigasi intensif dengan
produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi
dalam setahun) karena tanah yang subur dan
ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk
sangat berkembang.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land),
sebagian bagian paling bawah dari morfologi
gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi
berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah
(storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah
(discharge area) yang berperan sebagai cekungan
hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan
penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan
lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya
pertanian (lumbung padi) dan pengembangan
permukiman (perkotaan), dengan pembangunan
infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.
Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu
udara terasa hangat hingga panas, bergantung musim.
Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi
perkembangan wilayah.
Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi
dengan baik sebagai hasil proses pengendapan aliran
sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal
material di bagian hulu (hinterland).
Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat
tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur geluh
pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga
remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanahtanah Aluvial yang sangat subur.
Bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan
hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan
persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan
ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga
membentuk pola saluran mulai berkelok, lembah
sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi
karena mulai terjadi proses pengendapan beban
sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir sepanjang
tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan
airtanah (effluent).
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat
produktif untuk pengembangan sawah irigasi intensif
Bab 4
F3 Dataran Fluviomarin
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Kep.
Riau, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera
Selatan, Kep.
Bangka Belitung,
dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar dan terkadang
agak cekung, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi
rerata <25 meter.
 Terbentuk dari proses utama
aktivitas gelombang (marine)
pada masa lalu yang
membentuk endapan lempung
marin di bagian bawah, dan
sekarang tertutup oleh
endapan sungai (fluvial) yang
membentuk lapisan aluvial di
bagian atas.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai di
bagian atas berupa campuran
lempung dan pasir fluvial, dan
endapan lempung marin
(biasanya berwarna keabuabuan) yang membentuk
lapisan di bagian bawah.
 Morfologi dataran dengan
lapisan dengan ukuran
material sedimen halus,
berupa debu dan lempung.







1-6
dataran relatif agak cekung dan
berada pada bagian hilir aliran
sungai dan merupakan daerah
transisi dari fluvial ke wilayah
pesisir, maka kecepatan aliran
sungai sedikit terhambat, yang
menyebabkan meluapnya aliran
sungai pada saat debit aliran besar
ketika musim penghujan, yang
berpotensi terhadap proses
penggenangan dan banjir.
Material penyusun yang
didominasi oleh endapan lempung
yang mempunyai sifat kembang
kerut tanah yang tinggi, yang
menyebabkan bangunan
infrastruktur jalan aspal dan
pondasi bangunan lainnya cepat
rusak, patah, atau menggeser.
Karena genesisnya merupakan
hasil proses marin masa lalu,
berpotensi untuk dijumpainya
jebakan-jebakan air laut purba
pada endapan lempung marin
yang telah terkubur oleh endapan
fluvial masa kini, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap airtanah
berasa payau hingga asin, dengan
 Kondisi morfologinya yang berupa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4
kali tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang
subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman
penduduk juga terus berkembang.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land),
sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai
daerah penurapan airtanah (discharge area) yang
berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan
akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh
karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan
sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi)
dan pengembangan permukiman (pedesaan atau
transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur
dan aksesibiltas yang sangat mudah.
Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan
dengan pesisir, sehingga suhu udara mulai terasa panas
karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila
pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan
hingga pesisirnya.
Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan
lempung laut di bagian bawah sebagai tinggalan hasil
proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir
di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini.
Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial
Hidromorf atau Aluvial Gleisol dengan solum yang
relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman,
tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat,
dengan drainase buruk. Jenis tanah lain yang mungkin
berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi
dan dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol,
struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan
drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini
seringkali terdapat lapisan gambut yang relatif tebal,
yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan
menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan
pertanian produktif.
Pola saluran sungai berkelok-kelok (meandering) akibat
proses pengendapan material sedimen terlarut yang
sangat intensif, lembah sungai lebar, dan pola tali arus
sungai berpindah-pindah sehingga membentuk pola
teranyam (braided stream). Efek dari pola dan proses
aliran sungai ini menyebabkan pola saluran sungai
seringkali berpindah, sehingga banyak dijumpai lembah
3.
Marin
Bab 4
M1 Dataran
Pesisir dengan
Pantai Berlumpur
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan,
dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi
rerata <15 meter.
 Terbentuk dari proses utama
aktivitas gelombang (marine)
yang berasosiasi dengan aliran
sungai (fluvial) yang
membawa material sedimen
terlarut tinggi, diendapkan di
sepanjang kanan-kiri muara
membentuk rataan lumpur
(mudflat) atau rawa-rawa
payau (salt marsh) dan delta.
 Secara genesis, bentanglahan
ini terbentuk akibat
 Morfologi dataran dengan








1-7
dataran yang berada pada bagian
paling hilir aliran sungai dan
langsung ketemu laut, maka aliran
sungai terhenti, yang berpotensi
meluapnya aliran sungai pada saat
debit aliran besar ketika musim
penghujan, yang berpotensi
terhadap proses penggenangan
dan banjir, drainase buruk,
lingkungan kumuh, pencemaran,
dan kesehatan masyarakat buruk.
Infrastruktur jalan aspal dan
pondasi bangunan lainnya cepat
rusak, patah, atau menggeser.
Karena genesisnya merupakan
 Kondisi morfologinya yang berupa
nilai daya hantar listrik tinggi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
ditinggalkan (abandon valley), danau tapal kuda (oxbow
lake), dan lembah-lembah yang terkubur (burried
valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah
sungai (levee ridges) atau gosong sungai (sand point).
Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial),
akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit
aliran besar dengan sedimen terlaut yang tinggi,
sehingga seringkali air berwarna sangat keruh. Pada
bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur
(mud flat), rawa-rawa payau (salt marsh), dan berujung
pada pembentukan suatu delta.
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah
irigasi dengan pola surjan (selang-seling saluran dan
guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai
kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau
banjir. Permukiman juga tumbuh dengan baik, namun
terkadang terkendala sumber air bersih dan
pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut
tanah yang tinggi, menyebabkan bangunan
infrastruktur cepat atau mudah rusak.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land),
dengan beberapa kendala alami terkait sifat akuifer
aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih
baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian
terbatas dan pengembangan permukiman (pedesaan),
dengan keterdapatan kendala pembangunan
infrastuktur dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya.
Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan
pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena
pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada
bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.
Material berupa bahan-bahan aluvium endapan lumpur
(campuran lempung dan pasir halus), sebagai hasil
proses pengendapan aliran sungai yang sangat intensif.
Proses pengendapan material lumpur yang sangat
intensif oleh aliran sungai yang bermuara pada
bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk
lahan-lahan baru, yang berupa rataan pasang-surut
(tidal flat) dan delta.
Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan
lempung yang tinggi adalah tanah Vertisol atau
Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh,
dan drainase sangat buruk. Material lempung
Bab 4
M2 Dataran Pesisir
dengan Pantai
Berpasir
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi,
Sumatera Selatan,
dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi
rerata <15 meter.
 Secara genesis, bentanglahan
ini terbentuk akibat
pengendapan material
sedimen pasir oleh aktivitas
gelombang di sepanjang
minatkat pantainya, sehingga
bentanglahan ini dapat
disebut sebagai pesisir hasil
 Morfologi dataran dengan
pengendapan material
sedimen terlarut yang tinggi
dari daratan yang dibawa oleh
aliran sungai, dan didukung
oleh kondisi di sekitar muara
yang datar dan gelombang
yang tenang, maka
bentanglahan pesisir yang
seperti ini dapat disebut
sebagai pesisir hasil
pengendapan dari daratan
(sub-aerial deposition coast).
 Material atau batuan utama
penyusunnya berupa bahanbahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai di
bagian atas berupa lumpur
(mud), yaitu campuran antara
lempung dan pasir halus.



1-8
hasil proses pengendapan fluvial
dengan material lempung dan
berada di sekitar muara sungai,
maka juga berpotensi untuk
dijumpainya jebakan-jebakan air
laut, yang berpengaruh terhadap
airtanah berasa payau hingga asin,
dengan nilai daya hantar listrik
tinggi pula.
 Perkembangan rataan pasang
surut dan delta yang membentuk
lahan-lahan baru, berpotensi
terhadap intensitas perubahan
garis pantai, konflik sosial berupa
status kepemilikan lahan, tata
ruang wilayah, dan tumpangtindih kebijakan di antara instansi
terkait.
 Pengendapan material sedimen
yang intensif menyebabkan
pendangkalan muara (estuari),
laguna, dan perairan laut dangkal,
yang berpotensi menurunnya
produktivitas penangkapan
perikanan laut.
 Masalah lainnya adalah konversi
hutan mangrove untuk lahan
tambak (ilegal logging),
pertumbuhan permukiman yang
tidak teratur, dan meningkatnya
biaya konservasi lingkungan.
Permasalahan yang sering muncul
pada bentanglahan ini lebih
disebabkan oleh sifat material pasir
penyusunnya, yang merupakan
material lepas-lepas dengan panyak
pori-pori, sehingga berpotensi untuk
terjadinya:
 intrusi air laut, jika penurapan
airtanah di pantai dan pesisirnya
melebihi kemampuan daya
tampung akuifernya;
 pencemaran airtanah akibat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena
pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada
bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.
Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir
marin, sebagai hasil proses pengendapan gelombang.
Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh
gelombang yang membentuk berbagai fenomena,
seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier beach),
maupun beting gisik (beach ridges).
Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa
bahan induk tanah (parent material) atau regolith,
 Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan


mempunyai sifat mampu menjerab atau menjebab air
apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga
airtanah pada bentanglahan ini secara keseluruhan
berasa asin. Substrat berlumpur dengan kandungan
airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi
magrove yang sangat, yang berpotensi membentuk
ekosistem hutan mangrove yang lebat dan mempunyai
fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis
(biologis), sosial ekonomi, dan pendidikan.
Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram
adalah memungkinkan untuk pengembangan area
tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan
dan tambah garam pada kemarau.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
keruangan wilayah ini lebih baik ditetapkan sebagai
kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan
darat), dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung
sempadan pantai, dengan hutan mangrove sebagai zona
lindungnya.
4.
Struktural
Bab 4
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan
Lampung
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Kep.
Riau, Sumatera
Barat, Jambi,
S1P Pegunungan
Struktural Patahan
S2P Perbukitan
Struktural Patahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mempunyai genesis, struktur,
dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya
berbeda pada morfologinya.
 Untuk S1P, morfologi atau
topografi berupa pegunungan
dengan relief bergunung,
lereng sangat curam dengan
kemiringan >45%, beda tinggi
rerata >500 meter; sedangkan
untuk S2P, morfologi atau
topografi berupa perbukitan
dengan relief berbukit, lereng
curam dengan kemiringan 3045%, beda tinggi rerata 75500 meter.
 Secara genesis, bentanglahan
ini terbentuk akibat
pengangkatan tektonik, yang
membentuk struktur patahan,
dengan kenampakan bidang
patahan (escarpment) yang
tegas membentuk jalur blok
perbukitan/pegunungan
kompleks, akibat sifat material
batuan penyusunnya yang
kompak dan keras.
 Kedua bentanglahan ini
proses pengendapan
gelombang (marine deposition
coast).
 Material atau batuan utama
penyusunnya berupa bahanbahan aluvium marin berupa
pasir marin (sand).






1-9
Permasalahan atau kerawanan
lingkungan yang berpotensi terjadi
pada bentanglahan ini dikontrol oleh
kondisi topografi, asal-usul
pembentukan (genesis), dan material
penyusunnya, yang antara lain:
 sifat batuan penyusunnya yang
kompak dan sangat keras, tidak
memungkinan untuk dapat
menyimpan air, sehingga ketika
musim kemarau berpotensi
terhadap kekeringan dan
kekurangan air bersih;
 sifat batuan yang kompak dengan
resistensi tinggi, tidak
memungkinkan pembentukan
tanah dengan baik, sehingga tanah
relatif tipis langsung kontak
dengan batuan induk, yang
disebut dengan tanah Litosol,
miskin hara, dan banyak
singkapan batuan (outcrop),
sehingga berpotensi sebagai lahan
kritis dan marginal;
 genesis bentanglahan sebagai
hasil proses pengangkatan
tektonik yang membentuk bidang
patahan pada topografi

buangan limbah dari berbagai
aktivitas yang ada di atas
lahannya, baik limbah domestik,
pertanian, peternakan, atau
pariwisata;
konflik lahan akibat tumpah tindih
kepentingan dan kebijakan dalam
pengelolaan wilayah pesisir,
khususnya permasalahan fungsi
ruang, yaitu antara fungsi lindung
dan fungsi budidaya sesuai
potensi pengembangannya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai
tanah Regosol (tanah pasiran).
Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini
merupakan media potensial untuk menangkap dan
menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk
akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang
tawar dan berpotensi sebagai sumber air bersih.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
keruangan wilayah ini dapat dikembangkan untuk
berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan
pantai, pertanian lahan kering tanaman semusim, atau
kawasan wisata alam pantai. Pasir marin yang
membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi
sebagai peredam gelombang tsunami, sehingga rayapan
gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke daratan.
Bentanglahan ini umumnya berupa topografi
pegunungan atau perbukitan yang tinggi membentuk
pegunungan atau perbukitan kompleks blok patahan,
yang terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan
rapat, sehingga udara akan terasa sejuk.
Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang keras
dan kompak yang telah berumur sangat tua, bahkan
akibat proses pengangkatan dan tekanan tektonik yang
kuat menyebabkan proses metamorfosis, sehingga
tekstur batuan semakin halus dan kompak dengan
struktur yang terubah dan indah. Proses inilah yang
menyebabkan pembentukan mineral-mineral batuan
mulai yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kuarsa,
marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang
berpotensi untuk dipoles menjadi batu akik, batu
permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel,
dan sebagainya.
Potensi sumberdaya mineral lain bagi batuan yang
belum mengalami metamorfosis adalah sebagai bahan
bangunan, industri semen, industri pakan ternak,
kosmetik, dan lainnya.
Sifat batuan penyusunnya yang kompak tidak
memungkinkan untuk menyimpan air, akan tetapi
keberadaan struktur retakan atau patahan dapat
berfungsi sebagai pori-pori sekunder yang akan
mengalirkan air hujan dan muncul di bagian tekuk
lerengnya sebagai mataair (spring) atau rembesan
(sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air
Bab 4
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi,
Bengkulu, dan
Lampung
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Kep.
Riau, Sumatera
Barat, Bengkulu,
Sumatera Selatan,
dan Lampung
S3P1 Lembah
antar Pegunungan
Struktural Patahan
S3P2 Lembah
antar Perbukitan
Struktural Patahan
Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan
Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mempunyai morfologi,
genesis, struktur, dan material
penyusun yang relatif sama,
tetapi hanya berbeda pada
posisi atau kedudukannya,
bahwa S3P1 adalah lembah
yang terdapat di antara jalur
pegunungan patahan,
sedangkan S2P2 adalah
lembah yang berada di antara
jalur perbukitan patahan.
 Morfologi atau topografi
berupa lembah di antara jalur
pegunungan atau perbukitan
dengan relief datar,
kemiringan lereng <8%, dan
berstruktur sebagai terban
(graben), yang diapit oleh dua
dinding blok patahan (horst)
 Kedua bentanglahan ini
penyusunnya berupa batuanbatuan beku hasil proses
aktivitas gunungapi tua,
seperti: diabast, granit,
andesit, gabro, dan lainnya;
atau batuan sedimen yang
telah mengalami
metamorfosis, seperti: kalsit
atau marmer, sekis, gneis, atau
lainnya.
 Material atau batuan utama
1 - 10
Permasalahan atau kerawanan
lingkungan yang berpotensi terjadi
pada bentanglahan ini juga
dipengaruhi oleh asal-usul
pembentukan (genesis) perbukitan
dan pegunungan di sekitarnya, yaitu:
 ketika musim kemarau berpotensi
terhadap kekeringan dan
kekurangan air bersih;
 tanah relatif tipis langsung kontak
dengan batuan induk (tanah
Litosol) yang miskin hara, dan
banyak singkapan batuan
(outcrop), sehingga berpotensi
sebagai lahan kritis dan marginal;
 berpotensi sebagai daerah terkena
dampak gempabumi tektonik
(earthquake) yang dahsyah;
 berpotensi sebagai daerah
terdampak longsor batuan (rock

perbukitan dan pegunungan,
sangat berpotensi sebagai media
rambatan gelombang tektonik
yang mampu menciptakan
gempabumi tektonik (earthquake)
yang dahsyah;
kondisi topografi yang demikian
dengan struktur batuan penyusun
yang banyak retakan dan patahan,
ketika terjadi gempabumi yang
kuat, sangat berpotensi terhadap
kejadian gerak massa batuan
berupa longsor batuan (rock slide)
atau bahkan jatuhan batuan (rock
fall) yang sangat berbahaya dan
mengancam keselamatan
penduduk di sekitarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai
kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar
alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan
potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat
khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh:
 Jalur Perbukitan dan Pegunungan Blok Patahan
sepanjang Patahan Semangko di sisi barat Pulau
Sumatera, mulai dari Lampung; Lubuk Linggau di
Bengkulu; Sungai Penuh hingga Kerinci di Jambi; Sawah
Lunto, Bukit Tinggi, hingga Lubuk Sikaping di Sumatera
Barat; Padang Sidempuan, Taruntung, hingga
Sidikalang di Sumatera Utara; dan berlanjut hingga
Banda Aceh.
 Di sepanjang jalur patahan tersebut, terkadang terdapat
asosiasi antara batuan gunungapi tua sebagai dasar
formasi dengan endaapan batugamping terumbu di
bagian atas yang membentuk topografi karst, tetapi
keterdapatannya secara lokal-lokal saja (yang tidak
nampak jelas pada skala 1 : 250.000), seperti di sebelah
selatan Lho-nga, Aceh.
Pada dasarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki
pada bentanglahan ini mirip dengan bentanglahan
pegunungan dan perbukitan struktural patahan di
sekitarnya, yaitu:
 udara alam pegunungan atau perbukitan yang terasa
sejuk hingga dingin;
 potensi sumberdaya mineral-mineral bernilai ekonomi
tinggi, seperti: kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan
sebagainya, yang berpotensi untuk batu akik, batu
permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel,
dan sebagainya;
 potensi sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan,
industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan
lainnya;
 sungai yang berkembang berpola aliran rectangular,
dengan sungai utama searah pola lembah patahan
(terban) dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus
sungai utama mengikuti pola struktur patahan yang
ada; dan
 pemunculan mataair (spring) atau rembesan (sepage),
bersih masyarakat sekitarnya.
 Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
Bab 4
Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera
Barat, Jambi, dan
Sumatera Selatan
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Kep.
Riau, Sumatera
Barat, Jambi,
Sumatera Selatan,
dan Lampung
S1L Pegunungan
Struktural Lipatan
S2L Perbukitan
Struktural Lipatan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mempunyai genesis, struktur,
dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya
berbeda pada morfologinya.
 Untuk S1L, morfologi atau
topografi berupa pegunungan
dengan relief bergunung,
lereng sangat curam dengan
kemiringan >45%, beda tinggi
rerata >500 meter; sedangkan
untuk S2P, morfologi atau
topografi berupa perbukitan
dengan relief berbukit, lereng
curam dengan kemiringan 3045%, beda tinggi rerata 75500 meter.
 Secara genesis, bentanglahan
ini terbentuk akibat
pengangkatan tektonik, yang
membentuk struktur lipatan,
dengan kenampakan bidang
kelurusan (linement) yang
tegas membentuk jalur
punggungan (antiklinal) yang
berselang-seling dengan jalur
lembah (sinklinal) memanjang
sejajar punggung lipatan,
akibat sifat material batuan
penyusunnya yang relatif
lunak dan lentur (plastis).
 Material atau batuan utama
penyusunnya berupa batuanbatuan sedimen berlapis yang
lunak dan plastik, seperti:
batulempung (claystone),
 Kedua bentanglahan ini juga
dengan topografi pegunungan
atau perbukitan.
1 - 11
Permasalahan atau kerawanan
lingkungan yang berpotensi terjadi
pada bentanglahan ini dikontrol oleh
kondisi topografi, asal-usul
pembentukan (genesis), dan material
penyusunnya, yang antara lain:
 batuan lempung relatif bersifat
sebagai akuitard hingga akuiklud
(mudah jenuh air dan tidak
mampu menyimpan air dengan
baik), sehingga ketika musim
kemarau berpotensi terhadap
kekeringan dan kekurangan air
bersih;
 batuan lempung gampingan relatif
membentuk tanah yang miskin
hara, sehingga termasuk tanahtanah marginal yang kurang subur
dengan produktivitas rendah;
 tanah berlempung mempunyai
sifat kembang kerut yang tinggi,
sehingga berpotensi terhadap
rusaknya infrastruktur jalan aspal
dan bangunan;
 tanah berlempung bersifat labil
dan mudah bergerak perlahan,
sehingga pada lereng yang curam
berpotensi terhadap gerakan
tanah (soil creep) dan nendatan
(slump).
slide) dan jatuhan batuan (rock
fall) pada saat terjadi gempabumi
tektonik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
yang cukup potensial sebagai sumber air bersih
masyarakat sekitarnya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
keruangan wilayah ini memiliki potensi untuk
pengembangan kawasan wisata minat khusus bagi pecinta
alam dan pendidikan lingkungan, yang terkait dengan
fenomena alam geologis dan geografis.
 Bentanglahan ini umumnya berupa topografi
pegunungan atau perbukitan yang tinggi membentuk
punggunan antiklinal, yang umunya terlindungi dengan
vegetasi berupa tegakan hutan produksi, sehingga
udara masih terasa sejuk.
 Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang lunak
dan plastis yang relatif berumur tua, sejenis
batulempung, batupasir, dan batugamping dengan
percampurannya.
 Ketiga jenis batuan utama penyusunnya menunjukkan
hasil proses pengendapan pada lingkungan perairan,
baik parairan darat (danau, telaga, atau rawa-rawa)
maupun perairan laut dangkal (laguna atau zona laut
dangkal / lithoral) pada masa lalu (purba), yang
berasosiasi dengan tumbuhnya berbagai tumbuhan dan
tinggalnya berbagai fauna maupun kehidupan manusia
purba. Ketika terjadinya transisi zaman Tersier ke
zaman Kuarter yang ditandai dengan zaman periglasial,
yang mana bumi mengalami periode kering yang sangat
panjang (jutaan tahun), maka kehidupan tumbuhan,
hewan, dan manusia purba menjadi punah. Kemudian
disusul dengan proses tektonik berupa pengangkatan
daratan akibat penunjaman lempeng samudera di
bawah lempeng benua, yang menyebabkan proses
perlipatan pada daerah yang tersusun atas batuan yang
bersifat lunak dan plastis. Kondisi inilah yang
dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa
kehidupan masa lalu pada proses pengendapan
material dan perlipatan.
 Terjebaknya sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses
perlipatan inilah yang menyebabkan pembentukan
sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi, yang
sangat potensial dijumpai pada jalur perlipatan, seperti
yang terdapat di wilayah bagian timur Pulau Sumatera.
 Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batuan
lempung dan batugamping, relatif akan mengalami
Bab 4
S3L2 Lembah
antar Perbukitan
Struktural Lipatan
Aceh, Sumatera
Utara, Riau,
Sumatera Barat, dan
Sumatera Selatan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
berupa lembah di antara jalur
perbukitan lipatan dengan
relief datar, kemiringan lereng
<8%, dan berstruktur sebagai
sinklinal, yang diapit oleh dua
punggunan antiklinal dengan
topografi berupa perbukitan.
 Secara genesis, bentanglahan
ini terbentuk akibat
pengangkatan tektonik, yang
membentuk struktur lipatan,
dengan kenampakan bidang
kelurusan (linement) yang
tegas membentuk jalur
lembah (sinklinal) di antara
punggungan (antiklinal) yang
mengapitnya, akibat sifat
material batuan penyusunnya
yang relatif lunak dan lentur
(plastis).
 Material atau batuan utama
penyusunnya berupa batuanbatuan sedimen hasil
pengendapan material akibat
proses erosi di perbukitannya,
 Morfologi atau topografi
batulempung gampingan,
batupasir (sandstone),
batupasir gampingan,
batugamping (limestone),
batugamping napalan, atau
sejenisnya.
1 - 12
Permasalahan atau kerawanan
lingkungan yang berpotensi
terjadi pada bentanglahan ini
mirip dengan jalur perbukitan dan
pegunungan lipatannya, yang juga
dikontrol oleh kondisi topografi,
asal-usul pembentukan (genesis),
dan material penyusunnya, yang
antara lain:
 lempung relatif bersifat sebagai
akuitard hingga akuiklud (mudah
jenuh air dan tidak mampu
menyimpan air dengan baik),
sehingga ketika musim kemarau
berpotensi terhadap kekeringan
dan kekurangan air bersih;
 lempung bersifat mudah jenuh air,
sehingga berpotensi terjadinya
genangan dan banjir pada saat
musim penghujan, apalagi dipicu
oleh tingginya beban sedimen
terlaut dalam aliran sungai yang
menyebabkan proses
pendangkalan alur sungai sangat
cepat;
 lempung bersifat mudah menjerab
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang
juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang
sering disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol.
 Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai
kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar
alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan
potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat
khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh:
 Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal)
mulai dari Lhokseumawe hingga Langsa, yang mengapit
lembah aliran Sungai Lesten di Provinsi Aceh.
 Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal)
mulai dari Padang Sidempuan Sumatera Utara,
melewati Bangkinang Riau, dan Muara Tembesi Jambi,
hingga berlanjut sampai Palembang Sumatera Selatan.
 Bentanglahan ini umumnya berupa topografi cekungan
atau lembah sinklinal, yang relatif terbuka, sehingga
udara relatif terasa panas.
 Batuan penyusun berupa material lempung atau
lempung gampingan, bersifat lentur dan mempunyai
daya jerab (jebakan) yang tinggi, dan mudah jenuh air.
 Sesuai dengan genesis dan karakteristiknya, maka
dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa
kehidupan masa lalu pada saat proses pengendapan
material dan perlipatan, sehingga berpotensi terhadap
sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi.
 Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa
batulempung dan batugamping, relatif akan mengalami
pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang
juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang
disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol.
 Sungai yang berkembang berpola aliran treallis, dengan
sungai utama searah pola lembah sinklinal dengan
cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama
dengan jalur pendek dan alur rapat menuruni lereng
antiklinal di kanan dan kirinya.
 Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai
kawasan budidaya yang berpotensi sebagai kawasan
pertambangan minyak dan gas bumi.
Contoh:
5.
Kep. Riau dan Kep.
Bangka Belitung
Kep. Bangka
Belitung
D2 Perbukitan
Denudasional
D3 Lerengkaki
Perbukitan
Denudasional
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Denudasional
Bab 4
mempunyai genesis, struktur,
dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya
berbeda pada morfologinya.
 Untuk D2, morfologi atau
topografi berupa perbukitan
dengan relief berbukit, lereng
curam dengan kemiringan 3045%, beda tinggi rerata 75500 meter; sedangkan untuk
D3, morfologi atau topografi
berupa lereng perbukitan
dengan relief miring,
kemiringan 15-30%, beda
tinggi rerata 25-75 meter.
 Secara genesis, bentanglahan
 Kedua bentanglahan ini
dengan material utama
penyusunnya bersifat
lempungan (clay), lempung
bergamping, atau sejenisnya.








1 - 13
atau menjebak air dalam waktu
lama, sehingga berpotensi
terdapatnya jebakan-jebakan air
laut purba yang menyebabkan
airtanah berasa payau hingga asin
karena proses pertukaran kation
(connate water) atau akibat
evaporasi air laut purba yang
meninggalkan kristal garam dan
mencampuri airtanah (evaporate
water);
tanah lempungan relatif miskin
hara, sehingga termasuk tanahtanah marginal yang kurang subur
dengan produktivitas rendah;
tanah berlempung mempunyai
sifat kembang kerut yang tinggi,
sehingga berpotensi terhadap
rusaknya infrastruktur jalan aspal
dan bangunan;
tanah berlempung bersifat labil,
mudah bergerak perlahan, dan
daya dukung rendah, sehingga
pada lereng yang datar berpotensi
terhadap proses amblesan tanah
(soil creep) dan nendatan (slump).
Proses utama berupa denudasional
yang dicirikan oleh tingkat
pelapukan batuan yang telah
lanjut, erosi lereng, dan gerakan
massa batuan sangat potensial,
yang seringkali terjadi saat musim
penghujan.
Sementara pada musim kemarau,
maka berpotensi terhadap
ancaman kekeringan dan lahan
kritis, dan kekurangan air bersih.
Proses ini menyebabkan morfologi
perbukitan tidak teratur, banyak
alur-alur dan parit-parit erosional
(seperti dicakar-cakar), dan
degradasi lahan semakin
meningkat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dengan iklim basah, curah hujan bervariasi dari rendah
hingga tinggi, dan mempunyai perbedaan tegas antara
musim kemarau dan penghujan.
Material dominan adalah batuan-batuan beku
gunungapi tua dan batuan sedimen yang telah
mengalami pelapukan tingkat lanjut. Potensi
sumberdaya mineral berupa bahan galian C, seperti:
batu andesit, breksi, konglomerat, diabast, dan
batugamping napalan.
Tanah yang berkembang cukup intensif dengan solum
yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur
gumpal lemah, dan drainase agak terhambat, seperti:
Kambisol dan Latosol, serta terkadang juga terbentuk
tanah Podsolik berwarna cerah merah kekuningan yang
umumnya berkembang pada batuan dasar gunungapi
dengan kandungan besi yang tinggi. Ketiga jenis tanah
 Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah

di Sumatera Selatan.
Lembah Sinklinal di bagian tengah Provinsi Riau yang
melewati Kota Pekanbaru.
 Lembah Sinklinal mulai dari Prabumulih ke arah utara
Bab 4
D4 Lembah antar
Perbukitan
Denudasional
Kep. Riau dan Kep.
Bangka Belitung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
ini pada awalnya dapat
terbentuk akibat aktivitas
vulkanik tua berupa lairan
lava yang membentuk jalur
perbukitan, atau akibat
pengangkatan tektonik yang
membentuk jalur perbukitan
struktural (umumnya struktur
patahan) yang juga telah
berumur tua. Namun pada
perkembangan selanjutnya,
proses pelapukan batuan
sangat intensif dan akibat
morfologinya yang curam,
yang menyebabkan proses
erosional akibat air hujan
sangat intensif pula, dan juga
lebih diperparah dengan
proses gerakan massa tanah
berupa longsor lahan (land
slide) yang potensial. Efek dari
proses tersebut, maka
terbentuklah perbukitan
denudasional dengan lereng
yang tertoreh membentuk
alur-alur atau lembah-lembah
erosional yang sangat
kompleks.
 Material atau batuan utama
penyusunnya umumnya
berupa batuan-batuan beku
hasil proses aktivitas
gunungapi tua, seperti:
diabast, granit, andesit, gabro,
dan lainnya; atau batuan
sedimen yang telah
mengalami pelapukan tingkat
lanjut.
 Kedua bentanglahan ini
mempunyai genesis, struktur,
dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya
berbeda pada morfologinya.

1 - 14
Potensi ancaman bahaya dan
kerawanan lingkungan sangat
dipengaruhi kondisi perbukitan di
sekitarnya, yang antara lain:
 sebagai daerah terdampak longsor
merupakan dua jenis tanah yang
telah berkembang, solum tebal,
bertekstur lempung bergeluh, dan
cukup subur, tetapi mudah
mengalami longsor jika
mengalami kejenuhan tinggi (saat
penghujan) dan berada pada
lereng yang miring.
 Sementara tanah Litosol adalah
tanah tipis dan miskin hara,
sehingga umumnya hanya tumbuh
semak belukar atau savana.
 Tanah Kambisol dan Latosol
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dengan iklim lebih sejuk dan basah dibanding
perbukitan di sekitarnya.
Material dominan adalah bahan-bahan koluvium hasil
proses pengendapan material terdegradasi dari
 Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah



ini mempunyai kesuburan menengah dan berpotensi
untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan
produksi, yang tersebar pada lerengkaki perbukitan.
Sementara pada perbukitannya, tanah relatif lebih tipis
dan langsung kontak dengan batuan induk, serta miskin
hara, yang disebut dengan tanah Litosol.
Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif,
maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon
(dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng,
dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi
sungai yang lebih besar. Namun demikian sifat aliran
sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi
debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan
dengan kemarau.
Airtanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada lembahlembah sempit yang ada, itupun dalam jumlah yang
sangat terbatas. Umumnya airtanah dijumpai dalam
bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan
yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang
masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk
mataair kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk
lereng atau lerengkaki perbukitan (contact spring atau
topographic spring), dengan debit aliran yang
umumnya kecil.
Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini
adalah hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan
kebun campur; sehingga secara keruangan berpotensi
untuk dikembangkan sebagai kawasan lindung dan
konservasi tanah dan air.
6.
Organik
Bab 4
O1 Dataran
Gambut
Sumatera Utara,
Riau, Jambi,
Sumatera Selatan,
dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000




mirip dengan perbukitannya,
kecuali pada morfologi atau
topografinya yang berupa
lembah di antara jajaran
perbukitan denudasional,
dengan relief datar, lereng 38%, beda tinggi rerata <25
meter.
Proses pembentukan
bentanglahan ini mengikuti
dengan proses pembentukan
perbukitannya. Namun pada
perkembangan selanjutnya,
proses yang dominan pada
bentanglahan ini adalah
deposisional material hasil
pelapukan batuan, erosi, dan
longsor lahan dari lerengkaki
perbukitan di sekitarnya.
Material atau batuan utama
penyusunnya umumnya
berupa bahan-bahan koluvium
yang tercampur aduk sebagai
hasil proses deposisional
material rombakan lerengkaki
perbukitan di sekitarnya.
Topografi berupa dataran,
dengan morfologi atau relief
datar hingga landai,
kemiringan lereng secara
umum 0-3%, hingga
berombak (3-8%).
Asal proses utama adalah
aktivitas organik, yaitu hasil
pembusukan sisa aktivitas
vegetasi lahan basah, seperti
rawa-rawa pada dataran
rendah (low land), yang
kemudian membentuk
lapisan gambut yang relatif
tebal dengan penyebaran luas
di dataran rendah bagian
 Karakteristik bentanglahan ini


1 - 15
Sesuai dengan genesisnya,
menyebakan lingkungan pada
bentanglahan ini secara relatif rentan
atau berpotensi terhadap ancaman:
 kualitas sumberdaya air dan tanah
yang rendah, karena sifat
kemasaman yang sangat tinggi
(pH sangat rendah, mencapai <4),
atau kandungan sulfat (SO4=) yang
tinggi akibat proses reduksi
bahan-bahan organik yang
menghasilkan lepisan pirit;
 kegiatan pembakaran lahan untuk
meningkatkan fungsinya sebagai
lahan pertanian, sistem ladang
berpindah, khususnya saat musim
lahan dan gerakan massa batuan
lainnya, yang seringkali terjadi saat
musim penghujan;
 daerah terdampak banjir dan
genangan saat hujan maksimal;
dan
 daerah terdampak kekeringan dan
kekurangan air bersih.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(sedimen organik), sebagai hasil proses pembusukan
dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan
perairan daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa.
Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan
humus, sebagai bahan organik yang berpotensi
menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan
tepung batugamping.
Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah,
kebun, ladang, atau bentuk usaha pertanian lainnya,
dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak.
 Secara genetik, material penyusun berupa gambut
umum terjadi pada bentanglahan seperti ini.
 Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang




lerengkaki perbukitan di sekitarnya, yang berpotensi
terhadap pembentukan tanah yang lebih intensif.
Tanah yang berkembang berupa tanah Aluvial akibat
pengendapan sungai yang mengalir pada lembah
tersebut, atau tanah Kambisol dan Latosol dengan
solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir,
struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat.
Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah
hingga tinggi, dan berpotensi untuk pengembangan
lahan perkebunan dan hutan produksi, atau bahkan
sawah tadah hujan yang cukup produktif.
Sungai yang mengalir relatif bersifat epimeral atau
perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi
antara musim penghujan dengan kemarau.
Airtanah dangkal dengan penyebaran terbatas. Pada
tekuk-tekuk lereng perbukitan banyak dijumpai
rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah
lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih
padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair
kontak dan terpotong lereng (contact spring atau
topographic spring), dengan debit aliran yang
umumnya kecil.
Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini
adalah permukiman, kebun campur, sawah, dan hutan
produksi terbatas, sehingga secara keruangan
berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan
budidaya terbatas.
7.
A Dataran
O2 Pulau
Terumbu Karang
Kota-kota Provinsi
Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Kep.
Riau, Sumatera
Barat, Bengkulu,
Kep. Bangka
Belitung, dan
Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Antropogenik
Bab 4
 Morfologi dataran dengan

dengan morfologi atau relief
datar hingga landai,
kemiringan lereng secara
umum 0-3%, hingga
berombak (3-8%).
Asal proses utama adalah
aktivitas organik (terumbu
karang) pada zona laut
dangal (lithoral), yang
kemudian mengalami
pengangkatan daratan atau
penurunan muka air laut,
sehingga terumbu karang
muncul ke permukaan dan
mengalami metamorfosis
membentuk batugamping
terumbu (CaCO3).
 Topografi berupa dataran,
timur Sumatera.
1 - 16
Perkembangan wilayah berpotensi
Lingkungan secara relatif rentan atau
berpotensi terhadap ancaman:
 pencemaran airtanah dan perairan
lautnya oleh aktivitas pariwisata;
 kerusakan ekosistem terumbu
karang;
 kenaikan permukaan air laut dan
tsunami pada daerah yang
berhadapan dengan zona
penunjaman samudera, seperti di
pantai barat Sumatera; serta
 kekeringan dan degradasi
sumberdaya air.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(hujan konveksi), yang umum terjadi pada
bentanglahan seperti ini.
 Secara genetik, material penyusun adalah batuan
sedimen organik atau non klastik berupa batugamping
terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan
dan metamorfosis terumbu karang.
 Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian
golongan C, berupa batugamping terumbu dan pasir
marin sebagai hancuran batugamping terumbu.
 Sifat material batugamping terumbu yang banyak
diaklas dan lubang-lubang pelarutan, menyebabkan
material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik.
Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau
airtanah bebas dengan potensi sangat terbatas dan
input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik
pantainya yang bermaterial pasir. Mataair juga relatif
sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak berkembang
sistem hidrologi permukaan.
 Kondisi batugamping terumbu yang relatif masih segar,
belum memugkinkan proses pembentukan tanah secara
baik. Kemungkinan masih berupa bahan induk tanah
yang berupa material pasir terumbu berwarna putih,
dan bersifat lepas-lepas (granuler).
 Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata
alam dan jasa lingkungan, permukiman dan berfungsi
sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan
perairan laut dangkal (taman laut).
Pada prinsipnya potensi sumberdaya alam mempunyai
 Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah

pembakaran lahan adalah
pencemaran udara yang sangat
tinggi, hingga mengganggu
pandangan (bagi penerbangan dan
transportasi darat), sampai
kesehatan manusia; serta
dampak pencemaran udara dapat
mencapai jarak sangat jauh,
hingga ke negara tetangga,
bergantung arah dan kecepatan
angin, seperti: Malaysia dan
Singapura.
kemarau;
 dampak dari kegiatan
Perkotaan
dan Kabupaten di
seluruh Ekoregion
Sumatera
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi
rerata <25 meter.
 Asal-usul terbentuk pada
dasarnya karena proses utama
aliran sungai (fluvial) yang
mengendapkan bahan-bahan
aluvium dari berbagai sumber
di daerah hulu (hinterland)
dan diendapkan di bagian
bawah (low land), yang
kemudian dikembangkan oleh
manusia untuk wilayah
perkotaan.
 Material atau batuan utama
penyusun berupa bahanbahan aluvium hasil
pengendapan aliran sungai,
berupa batu dan kerakal
membentuk lapisan di bagian
bawah, kemudian di atasnya
terbentuk lapisan kerikil,
pasir, dan yang paling atas
lapisan dengan ukuran
material sedimen halus,
berupa debu dan lempung.
kemiripan dengan dataran aluvial, sesuai dengan genesis
bentanglahannya, yaitu:
 beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi
dan panas bagi yang berkembang di wilayah pesisir;
 material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil
proses pengendapan aliran sungai;
 tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial
yang sangat subur;
 berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan
akuifer sangat baik dan persebaran sangat meluas,
airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan
kualitas baik;
 sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial),
akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), dan
berpola aliran dendritik;
 pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat
produktif untuk permukiman, yang berselang-seling
dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan
produktivitas sangat tinggi; dan
 pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat
mudah.
1 - 17
memicu munculnya berbagai masalah,
seperti:
 masalah pemanfaatan lahan dan
konflik penataan ruang, berupa
konversi lahan sawah menjadi
lahan-lahan permukiman;
 tumpang tindih kepentingan
dalam pengembangan
infrastruktur wilayah perkotaan;
 permasakahan sampah dan
limbah perkotaan, yang
menyebabkan pencemaran air,
tanah, dan udara, yang bergantung
kepada tingkat perkembangan
wilayahnya; serta
 permasalahan banjir kota akibat
penutupan permukaan tanah oleh
bangunan dan jalan, serta sistem
drainase perkotaan yang buruk
atau tidak memadahi, yang
menyebabkan proses infiltrasi air
hujan menjadi terhambat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Penginderaan Jauh, Peta Ekoregion, Peta Geologi, Perumusan dari Berbagai Sumber Bacaan, dan Verifikasi Lapangan (2015)
Bab 4
Genesis
Bentanglahan
Vulkanik
Fluvial
1.
2.
Vegetasi alpin
Vegetasi pegunungngan
bawah
Pertanian, perkebunan dan
hutan Dipterocarpaceae
Gambut dan dipengaruhi
Air tawar
Gambut dan Dipengaruhi
Air tawar
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera
Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Kep. Bangka
Belitung, dan Lampung
V1 Kerucut dan Lereng
Gunungapi
V2 Kaki Gunungapi
V3 Dataran Kaki
Gunungapi
F1 Dataran Fluviovulkanik
F2 Dataran Aluvial
Ekosistem Hayati
Provinsi
Ekoregion
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000
Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Hayati
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Tabel 02
Bab 4
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
Harimau Sumatera
(Panthera Tigris
Sumatraensis),
Monyet/Kedih (Presbytis
Thomasi), Burung
Rangkong (Buceros
Rhinocerous
Harimau Sumatera
(Panthera Tigris
Sumatraensis),
Monyet/Kedih (Presbytis
Thomasi), Burung
Rangkong (Buceros
Rhinocerous
Tidak ada fauna di kubah
lava
Kekhasan Fauna
1 - 18
kebakaran , konversi hutan
menjadi pemukiman, pertanian
dan perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan, kebakaran
kebakaran , konversi hutan
menjadi pemukiman, pertanian
dan perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan, kebakaran
Kondisi lingkungan yang
ekstrim
Permasalahan
Sumberdaya Hayati
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
jenis-jenis species
Rubiaceae, Euphorbiaceae,
Pandanus,Eugenia dan
Gramineae
jenis-jenis species
Rubiaceae, Euphorbiaceae,
Pandanus,Eugenia dan
Gramineae
Famili Dipterocarpaceae
Hutan, semak dll
Lumut dan tumbuhan
bawah
Kekhasan Flora
Potensi Sumberdaya Hayati
Marin
Struktural
3.
4.
Bab 4
S3P1 Lembah antar
Pegunungan Struktural
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Hutan dipterokarpa
hutan pegunungan bawah
hutan pegunungan atas
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
S1P Pegunungan
Struktural Patahan
S2P Perbukitan
Struktural Patahan
formasi pes-caprea) dan
yang berbentuk perdu dan
pohon
(formasi Barringtonia)
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan, dan
Lampung
M2 Dataran Pesisir
dengan Pantai Berpasir
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung
formasi pes-caprea) dan
yang berbentuk perdu dan
pohon
(formasi Barringtonia)
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung
M1 Dataran Pesisir
dengan Pantai
Berlumpur
Mangrove dan dipengaruhi
Air asin
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Kep. Bangka
Belitung, dan Lampung
F3 Dataran Fluviomarin
Ekoregion Sumatera 1:250.000
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
family Crustacea, ikan,
penyu, beragam burung
laut
family Crustacea, ikan,
penyu, beragam burung
laut
Aves, ikan, udang
Periopthalmus sp. (ikan
gelodok atau anal-anal),
berbagai jenis molusca,
Uca sp., kepiting
1 - 19
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
kebakaran ¸Lahan kritis,
penambangan illegal, konversi
lahan,
kebakaran ¸Lahan kritis,
penambangan illegal, konversi
lahan,
Lahan kurang subur
Lahan kurang subur
kebakaran , konversi hutan
menjadi pemukiman, pertanian
dan perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan, kebakaran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Jenis-jenis
Dipterocarpaceae marga
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
ketapang (Terminalia
catapa), sawo kecik
(Manilkara kauki), waru
laut (Hisbiscus sp.), keben
(Baringtonia asiatica) dan
nyamplung (Calophyllum
inophyllum).
ketapang (Terminalia
catapa), sawo kecik
(Manilkara kauki), waru
laut (Hisbiscus sp.), keben
(Baringtonia asiatica) dan
nyamplung (Calophyllum
inophyllum).
jenis-jenis species
Rhizophora sp, Avicennia
sp, Sonneratia sp,
Bruguiera sp, Ceriops sp,
Nypa sp.
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
Bab 4
hutan pegunungan atas
hutan pegunungan bawah
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi, dan
Sumatera Selatan
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Barat, dan
Sumatera Selatan
S3P2 Lembah antar
Perbukitan Struktural
Patahan
S1L Pegunungan
Struktural Lipatan
S2L Perbukitan
Struktural Lipatan
S3L2 Lembah antar
Perbukitan Struktural
Lipatan
Hutan dipterokarpa
Hutan dipterokarpa
Bengkulu, dan Lampung
Patahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
1 - 20
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan, kebakaran
kebakaran , konversi hutan
menjadi pemukiman, pertanian
dan perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
kebakaran , konversi hutan
menjadi pemukiman, pertanian
dan perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan, kebakaran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
Jenis-jenis
Dipterocarpaceae marga
Anisoptera, Balanocarpus,
Cotylelobium,
Dipterocarpus,
Dryobalanops, Hopea,
Parashorea, Shorea, Upuna
dan Vatica d
Anisoptera, Balanocarpus,
Cotylelobium,
Dipterocarpus,
Dryobalanops, Hopea,
Parashorea, Shorea, Upuna
dan Vatica d
Denudasional
Organik
Antropogenik
6.
7.
A Dataran Perkotaan
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Kep. Bangka
Belitung, dan Lampung
Kota-kota Provinsi dan
hutan rawa gambut
dataran rendah
Sumatera Utara, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, dan
Lampung
O1 Dataran Gambut
O2 Pulau Terumbu
Karang
Hutan dipterokarpa
Kep. Riau dan Kep. Bangka
Belitung
D4 Lembah antar
Perbukitan
Denudasional
Ruang Terbuka Hijau
Vegetasi batuan
gamping/terumbu
Hutan dipterokarpa
Kep. Bangka Belitung
D3 Lerengkaki
Perbukitan
Denudasional
Hutan dipterokarpa
Kep. Riaudan Kep. Bangka
Belitung
D2 Perbukitan
Denudasional
Ekoregion Sumatera 1:250.000
5.
Bab 4
Domestika fauna (fauna
ikan, lobster, kepitingnya,
udang-udangan, kerang,
oyster
Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae),
Tapir Asia (Tapirus in dicus,
vulnerable), Beruang Madu
(Helarctos malayanus,
vulnerable), Mentok Rimba
(Cairina scutulata,
Endangered), Bangau
Storm (Ciconia stormi,
Endangered).
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
1 - 21
tanaman monokultur dan Invasi
Lahan kurang subur dan
terbatas
kebakaran ¸Tanah yang asam,
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan,
kebakaran
konversi hutan menjadi
pemukiman, pertanian dan
perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan, kebakaran
kebakaran , konversi hutan
menjadi pemukiman, pertanian
dan perkebunan
illegal logging, perambahan
hutan dan perburuan liar.
Ketidakjelasan tapal batas
hutan – pemicu konflik
penggunaan lahan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Berbagai bentuk Ruang
oleh pandan dan
ganggang Eucheuma,
Gelidium dan Sargassum.
jenis-jenis pohon yang
umum terdapat adalah
Alstonia scholaris,
Combretocarpus
rotundatus, Dactylocladus
stenostachys, Ganua pierrei, Gonystylus bancanus,
Palaquium cochlearifolium,
Tetramersitaglabra,
Tristania maingayi dan T.
obovata
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae,
Fagaceae, Laura-ceae,
Podocarpaceae dan
Theaceae
harimau sumatera
(panthera tigris), beruang
madu (helarctos
malayanus), gajah
sumatera (elephas
maximus), dan orang utan
(pongo pymaeus)
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Kabupaten di seluruh
Ekoregion Sumatera
Perkotaan
Terbuka Hijau (RTH) :
taman, tanaman perindang,
Genesis
Bentanglahan
Vulkanik
1.
Jumlah penduduk masih
sedikit, sudah mulai
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
V1 Kerucut dan Lereng
Gunungapi
V1 Kaki Gunungapi
1 - 22
Persoalan sosial yang
muncul adalah tingkat
pendidikan dan
keterampilan masyarakat
yang masih rendah.
2. Persoalan ekonomi utama
adalah rendahnya
produktivitas lahan
sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat
tinggi.
3. Persoalan kesehatan
utama adalah tingkat
kesakitan yang masih
relatif tinggi dan akses
kesehatan masyarakat
yang rendah
4. Persoalan ekonomi
berdampak pada
pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi
kawasan
1. Kualitas sumber daya
manusia yang terbatas
1.
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
flora dan fauna Eksotik
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kondisi sosial masih kuat.
Sistem kekeluargaan dan
Sistem kekeluargaan dan
kekerabatan masih sangat
tinggi. Masyarakat sangat
mendukung lingkungan.
Berbagai budaya
dikembangkan untuk
mempertahankan
kelestarian lingkungan.
Masyarakat memahami
bahwa lingkungan sebagai
sumber kelangsungan
hidup.
Kondisi ekonomi rendah,
sektor ekonomi yang
berkembang adalah sektor
ekonomi primer.
Pertanian menjadi
tumpuan ekonomi
masyarakat. Pengolahan
lahan masih minimal,
dominasi pada tanaman
tahunan. Kehidupan
ekonomi sangat
tergantung pada lahan.
Jumlah penduduk masih
sedikit dengan kepadatan
rendah. Struktur penduduk
muda, dominan pada usia
anak dan remaja. Tingkat
kelahiran tinggi, angka
kematian dan kesakitan
juga tinggi. Angka migrasi
rendah
Telah mulai ada
pengolahan lahan dengan
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
peliharaan) dan fauna
pengganggu seperti kucing,
anjing, ayam, kecoa, tikus,
cicak
Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000
Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
No
Tabel 03
Sumber: Hasil Interpretasi Peta Ekoregion, Peta Kawasan Hutan, Perumusan dari Berbagai Sumber Bacaan, dan Verifikasi Lapangan (2015)
Bab 4
Genesis
Bentanglahan
Fluvial
2.
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera
Selatan, dan Lampung
F1 Dataran Fluviovulkanik
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
Provinsi
V3 Dataran Kaki
Gunungapi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
Jumlah penduduk besar,
kepadatan terus
meningkat. Struktur
Jumlah penduduk telah
berkembang. Kepadatan
penduduk meningkat
bahkan menuju tinggi.
Struktur penduduk telah
berubah dari struktur
muda ke struktur dewasa.
Potensi tenaga kerja
optimal. Fertilitas dan
mortalitas rendah,
dinamika penduduk
ditentukan oleh
perkembangan migrasi
penduduk.
berkembang. Tingkat
kepadatan masih rendah.
Struktur penduduk muda,
dominan pada usia anak
dan remaja. Tingkat
kelahiran masih tinggi,
Angka migrasi masih
rendah. Dinamika jumlah
penduduk ditentukan oleh
kelahiran dan kematian.
Kondisi Kependudukan
Budaya pertanian masih
kuat, namun telah
bergeser ke sistem
Hubungan sosial dan
kekerabatan bergeser ke
hubungan ekonomi. Telah
terjadi pemanfaatan
sumber daya secara
optimal bahkan ke arah
berlebihan. Persoalan
lingkungan semakin
terlihat. Kearifan lokal
telah mulai ditinggalkan,
berubah menjadi ekonomi
berbasis pada pasar
(market oriented).
kekerabatan masih sangat
tinggi. Masyarakat sangat
mendukung lingkungan.
Berbagai budaya
dikembangkan untuk
mempertahankan
kelestarian lingkungan.
Kondisi Sosial Budaya
1 - 23
1. Kepadatan penduduk
mulai terus meningkat,
sehingga daya dukung
1. Persoalan sosial yang ada
adalah melemahnya norma
sosial masyarakat ke
norma modern yang
berbasis sistem
individualis.
2. Terjadi degradasi lahan
dan menurunnya sumber
daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang
berlebihan
3. Kearifan lokal mulai
luntur, budaya memelihara
lingkungan telah berubah
menjadi sistem ekonomi
pasar
menjadi persoalan sosial
utama masyarakat.
2. Persoalan ekonomi utama
adalah rendahnya
produktivitas lahan
sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat
tinggi.
5. Persoalan kesehatan
utama adalah tingkat
kesakitan yang masih
relatif tinggi dan akses
kesehatan masyarakat
yang rendah
6. Persoalan ekonomi
berdampak pada
pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi
kawasan
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pengolahan lahan telah
bervariasi, semakin
kompleks, dan menuju ke
arah agribisnis. Telah
terjadi penurunan
kontribusi sektor
pertanian terhadap
ekonomi masyarakat.
Sektor industri berbasis
pertanian dan jasa
kemasyarakatan mulai
berkembang. Struktur
ekonomi masyarakat telah
lebih kompleks, bervariasi
sejalan dengan
perkembangan industri,
perdagangan, dan jasa.
Basis ekonomi masyarakat
bertumpu pada sektor
pertanian yang lebih
ditanami tanaman
semusim. Pertanian telah
mulai berkembang. Sektor
pertanian masih menjadi
tumpuan ekonomi
masyarakat. Struktur
ekonomi masyarakat
sangat dipengaruhi oleh
sektor pertanian.
Peternakan telah mulai
berkembang. Pengolahan
lahan dan peternakan
berlangsung saling dukung
satu sama lain.
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
No
Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Kep. Bangka
Belitung, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Kep. Bangka
Belitung, dan Lampung
Ekoregion
F2 Dataran Aluvial
F3 Dataran Fluviomarin
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis
Bentanglahan
Bab 4
Jumlah penduduk besar,
kepadatan penduduk
sedang. Struktur penduduk
muda, ditandai dengan
tingkat kelahiran tinggi.
Migrasi keluar menuju
perkotaan mulai
berkembang.
Hubungan sosial dan
kekerabatan kuat.
Kehidupan sosial pesisir
dominan. Kearifan lokal
terkait dengan budidaya
perikanan masih terjaga.
Terjadi pergeseran norma
sosial menuju norma
ekonomi. Bisnis keuangan
telah melunturkan nilai
sosial dan kekerabatan.
Kearifan lokal memudar,
eksploitasi sumber daya
mulai berkembang.
Kehidupan berbasis bisnis
terus berkembang (market
oriented).
ekonomi modern berbasis
pasar. Telah terjadi
pemanfaatan sumber daya
secara optimal. Persoalan
lingkungan semakin
terlihat.
Kondisi Sosial Budaya
3.
2.
1.
5.
4.
3.
2.
1.
4.
3.
2.
1 - 24
lingkungan terhadap
penduduk menurun.
Terjadi perpaduan budaya
lokal dengan budaya
pendatang sehingga
konflik sosial meningkat
Terjadi degradasi dan alih
fungsi lahan sebagai akibat
pengolahan lahan yang
kompleks.
Kearifan lokal mulai
ditinggalkan dengan
diganti gaya hidup modern
yang konsumtif.
Kepadatan penduduk
tinggi, konflik lahan
meningkat
Alih fungsi lahan terjadi,
daya dukung lingkungan
terhadap penduduk
menurun.
Konflik sosial antara
penduduk pendatang
dengan penduduk lokal
meningkat.
Terjadi degradasi lahan
sebagai akibat pengolahan
lahan yang kompleks.
Kearifan lokal mulai
ditinggalkan dengan
diganti gaya hidup modern
yang konsumtif.
Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
terbatas.
Persoalan kemiskinan
dominan terjadi sebagai
akibat dari sumber daya
alam yang terbatas
Sebagai akibat kemiskinan
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sektor perikanan lebih
dominan, baik perikanan
primer hasil dari laut
maupun budidaya
perikanan tambak.
Pertanian dan peternakan
juga berkembang.
Struktur ekonomi
Telah terjadi
perkembangan sektor
industri dan jasa yang
didukung oleh produksi
pertanian. Agrobisnis dan
agropolitan berkembang.
Struktur ekonomi
masyarakat lebih
kompleks. Industri,
perdagangan, jasa
kemasyarakatan
berkembang.
kompleks. Pengolahan
lahan telah bervariasi,
menuju ke arah agribisnis.
Struktur ekonomi
masyarakat telah lebih
kompleks, bervariasi
sejalan dengan
perkembangan industri
yang berbasis pada hasilhasil pertanian.
penduduk bergeser dari
struktur muda ke struktur
dewasa. Fertilitas masih
tinggi, namun cenderung
mengalami penurunan.
Migrasi meningkat,
seirama dengan
kemudahan akses wilayah.
Potensi sumber daya yang
lebih optimal
menyebabkan jumlah
penduduk terus
berkembang. Kepadatan
penduduk tinggi. Struktur
penduduk dewasa,
dominan pada penduduk
usia produktif. Rasio
ketergantungan menurun,
tenaga kerja optimal.
Fertilitas dan mortalitas
rendah, dinamika
penduduk ditentukan oleh
perkembangan migrasi
masuk.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Genesis
Bentanglahan
Marin
Struktural
3.
4.
Budidaya pertanian belum
berkembang. Tanaman
lebih banyak berfungsi
lindung, berupa tanaman
keras.
Jumlah penduduk sedikit.
Kepadatan rendah,
merupakan kawasan
lindung. Tingkat migrasi
ke luar tinggi.
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan, dan
Lampung
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
M2 Dataran Pesisir
dengan Pantai Berpasir
S1P Pegunungan
Struktural Patahan
1 - 25
1. Keterbatasan sumber daya
manusia dalam bentuk
penduduk usia produktif
karena migrasi ke
perkotaan
2. Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
terbatas.
3. Persoalan kemiskinan
dominan terjadi sebagai
akibat dari sumber daya
alam yang terbatas
4. Belum optimalnya upaya
pelestarian sumber daya
pesisir dan sekitarnya.
1. Persoalan kemiskinan
dominan terjadi sebagai
akibat dari sumber daya
alam yang terbatas
2. Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
terbatas.
3. Belum optimalnya upaya
pelestarian sumber daya
pesisir dan sekitarnya.
1. Keterbatasan sumber daya
tenaga kerja produktif
sebagai dampak dari
jumlah penduduk yang
rendah
2. Persoalan sosial yang
muncul adalah tingkat
pendidikan dan
keterampilan masyarakat
yang masih tinggi, maka
upaya untuk melestarikan
sumber daya wilayah
pantai menjadi terkendala.
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Aturan pengelolaan lahan
lebih banyak diintervensi
pemerintah daerah
dengan status lahan
sebagai kawasan lindung.
Budaya lokal terkait
dengan pemeliharaan
fungsi kawasan
Sistem sosial budaya
masyarakat bernuansa
kepesisiran. Kearifan
lokal berhubungan dengan
bagaimana mengelola
sumber daya pesisir dan
perikanan.
Struktur ekonomi
masyarakat ditopang oleh
perikanan, baik perikanan
tangkap maupun budidaya
tambak. Pertanian,
peternakan, perdagangan,
dan jasa berkembang
sejalan dengan sumber
daya perikanan.
Dataran pesisir dengan
pantai berpasir
mendukung pertumbuhan
penduduk. Jumlah
penduduk sedang. Tingkat
fertilitas tinggi. Struktur
penduduk muda, dominan
usia anak-anak dan remaja.
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung
M1 Dataran Pesisir
dengan Pantai
Berlumpur
Kondisi Sosial Budaya
Sistem sosial budaya
masyarakat bernuansa
kepesisiran. Kearifan
lokal berhubungan dengan
bagaimana mengelola
sumber daya pesisir dan
perikanan.
masyarakat berbasis dari
hasil laut dan pertanian
pesisir. Pariwisata dan
perdagangan mulai
berkembang.
Kondisi Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk relatif
sedang. Tingkat fertilitas
tinggi, tingkat kematian
juga relatif tinggi. Migrasi
penduduk sekitar pesisir
cenderung negatif.
Struktur penduduk muda,
dominan usia anak-anak
dan remaja.
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Struktur ekonomi
masyarakat ditopang oleh
perikanan, baik perikanan
tangkap maupun budidaya
tambak. Kondisi pantai
berlumpur lebih
berpotensi untuk
pengembangan tambak.
Perdagangan dan jasa
berkembang sejalan
dengan sumber daya
perikanan.
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
No
Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung
Ekoregion
S2P Perbukitan
Struktural Patahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis
Bentanglahan
Bab 4
Budidaya pertanian mulai
berkembang, walau pun
masih dominan tanaman
keras. Tanaman lebih
banyak berfungsi lindung.
Jumlah penduduk masih
sedikit, mulai berkembang,
cenderung mengelompok .
Kepadatan rendah,
merupakan kawasan
lindung. Tingkat migrasi
ke luar tinggi.
Pengelolaan lahan lebih
banyak untuk upaya
perlindungan lahan.
Kebijakan dibuat untuk
melindungi fungsi
kawasan sebagai satuan
lindung. Budaya lokal
terkait dengan
pemeliharaan fungsi
kawasan
Kondisi Sosial Budaya
3.
1 - 26
yang masih rendah.
Persoalan ekonomi utama
adalah rendahnya
produktivitas lahan
sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat
tinggi.
4. Persoalan kesehatan
utama adalah tingkat
kesakitan yang masih
relatif tinggi dan akses
kesehatan masyarakat
yang rendah
5. Persoalan ekonomi
berdampak pada
pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi
kawasan
1. Penduduk usia produktif
terbatas yang disebabkan
tingkat migrasi keluar
tinggi
2. Tingkat pendidikan dan
keterampilan masyarakat
yang masih rendah.
3. Persoalan ekonomi utama
adalah rendahnya
produktivitas lahan
sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat
tinggi.
4. Persoalan kesehatan
utama adalah tingkat
kesakitan yang masih
relatif tinggi dan akses
kesehatan masyarakat
yang rendah
5. Persoalan ekonomi
berdampak pada
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
No
Kehidupan masyarakat
berbasis pertanian.
Kondisi masyarakat
dominan pada ikatan
sosial yang kuat.
Kekerabatan dan kegotong
royongan masih dominan.
Kearifan lokal terkait
dengan budidaya
pertanian. Hak ulayat atas
lahan masih dominan.
Sumber daya air cukup
dan potensial untuk
mendukung kegiatan
ekonomi masyarakat.
Sektor pertanian
berkembang, budidaya
pertanian cukup
bervariasi.
Pertanian didukung
industri rumah tangga
berbasis pertanian. Usaha
Peternakan dan
perdagangan juga
berkembang.
Sektor ekonomi telah
bervariasi. Dukungan
sektor pertanian optimal.
Pertanian telah menuju
agribisnis. Industri
berkembang, usaha
peternakan, perdagangan,
dan jasa kemasyarakatan
juga telah berkembang.
Konsentrasi penduduk
berada di lembah antar
pegunungan. Jumlah
penduduk telah
berkembang. Kepadatan
penduduk meningkat.
Struktur penduduk
mengarah ke struktur
dewasa. Potensi tenaga
kerja cukup optimal.
Fertilitas masih tinggi.
Aspek migrasi masih
rendah.
Konsentrasi penduduk
berada di lembah antar
perbukitan. Jumlah
penduduk menuju tinggi.
Kepadatan penduduk
meningkat. Struktur
penduduk mengarah ke
struktur dewasa. Potensi
tenaga kerja cukup
optimal. Fertilitas
menurun, aspek migrasi
lebih berkembang.
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Sumatera Selatan,
dan Lampung
S3P1 Lembah antar
Pegunungan Struktural
Patahan
S3P2 Lembah antar
Perbukitan Struktural
Patahan
1 - 27
Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
rendah.
2. Mulai terjadi konflik
antara masyarakat
pendatang dengan
penduduk lokal sebagai
dampak migrasi yang
berkembang
3. Pertanian berkembang,
terjadi eksploitasi
terhadap lahan
4. Persoalan sosial yang ada
adalah melemahnya norma
sosial masyarakat .
5. Terjadi degradasi lahan
dan menurunnya sumber
daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang
berlebihan
1.
Pertanian berkembang,
terjadi eksploitasi
terhadap lahan
2. Persoalan sosial yang ada
adalah melemahnya norma
sosial masyarakat .
3. Terjadi degradasi lahan
dan menurunnya sumber
daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang
berlebihan
1.
pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi
kawasan
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Nilai sosial dan budaya
masyarakat masih kuat.
Kehidupan masyarakat
berbasis pertanian.
Kekerabatan dan kegotong
royongan masih dominan.
Kearifan lokal terkait
dengan budidaya
pertanian. Hak ulayat
akan lahan masih dominan
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis
Bentanglahan
Bab 4
No
Peran kawasan adalah
fungsi lindung. Aturan
pengelolaan lahan lebih
banyak diintervensi
pemerintah. Adanya
budaya lokal terkait
dengan pemeliharaan
fungsi kawasan.
Budidaya pertanian belum
berkembang. Tanaman
lebih banyak berfungsi
lindung, berupa tanaman
keras.
Budidaya pertanian mulai
berkembang, walau pun
masih dominan tanaman
keras. Tanaman lebih
banyak berfungsi lindung.
Kegiatan ekonomi
masyarakat adalah
kegiatan ekonomi primer,
utamanya terkait dengan
pengolahan lahan. Sektor
pertanian berkembang,
budidaya pertanian cukup
bervariasi.
Pertanian didukung
Jumlah penduduk sedikit.
Kepadatan rendah,
merupakan kawasan
lindung. Tingkat migrasi
ke luar tinggi.
Jumlah penduduk masih
sedikit, mulai berkembang,
cenderung mengelompok .
Kepadatan rendah,
merupakan kawasan
lindung. Tingkat migrasi
ke luar tinggi.
Lembah antar perbukitan
adalah lokasi strategis bagi
bagi perkembangan
penduduk. Jumlah
penduduk telah
berkembang. Kepadatan
penduduk meningkat.
Struktur penduduk
mengarah ke struktur
Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi, dan
Sumatera Selatan
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Jambi, Sumatera Selatan, dan
Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Barat, dan
Sumatera Selatan
S1L Pegunungan
Struktural Lipatan
S2L Perbukitan
Struktural Lipatan
S3L2 Lembah antar
Perbukitan Struktural
Lipatan
1 - 28
Jumlah penduduk sedikit,
jumlah tenaga potensial
terbatas.
2. Kemiskinan masih tinggi
sebagai dampak dari
sumber daya lahan yang
terbatas.
3. Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
rendah.
4. Penduduk lokal memiliki
kewenangan yang terbatas
dalam mengelola lahan
1. Peran kawasan sebagai
kawasan lindung
berbenturan dengan
kepentingan ekonomi
masyarakat.
2. Jumlah penduduk sedikit,
jumlah tenaga potensial
terbatas.
3. Kemiskinan masih tinggi
sebagai dampak dari
sumber daya lahan yang
terbatas.
4. Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
rendah.
5. Penduduk lokal memiliki
kewenangan yang terbatas
dalam mengelola lahan
1. Jumlah penduduk
berkembang, mulai terjadi
konflik peruntukan lahan
2. Perkembangan sektor
pertanian mengarah pada
degradasi lahan.
3. Persoalan kualitas sumber
daya manusia yang masih
rendah.
1.
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kehidupan sosial budaya
masih kuat. Sistem
kekerabatan berbasis
perdesaan cukup
berkembang. Kearifan
lokal yang berkembang
adalah berbagai
pelestarian di bidang
pertanian dan pengolahan
Peran pemerintah dalam
mengelola kawasan
perbukitan masih
dominan. Status lahan
lebih banyak sebagai
kawasan lindung. Budaya
lokal yang berkembang
terkait dengan
pemeliharaan fungsi
kawasan
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis
Bentanglahan
Bab 4
Genesis
Bentanglahan
Denudasional
5.
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riaudan Kep. Bangka
Belitung
D2 Perbukitan
Denudasional
D3 Lerengkaki
Perbukitan
Denudasional
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
industri rumah tangga
berbasis pertanian. Usaha
Peternakan dan
perdagangan juga
berkembang.
keterbatasan sumber daya
alam menyebabkan
kondisi ekonomi rendah,
sektor ekonomi yang
berkembang adalah sektor
ekonomi primer.
Pertanian yang dapat
dilakukan adalah
pertanian lahan kering.
Pengolahan lahan masih
minimal, dominasi pada
tanaman tahunan.
Pertanian masih
sederhana. Telah mulai
ada pengolahan lahan
dengan ditanami tanaman
semusim. Sektor
pertanian masih menjadi
tumpuan ekonomi
masyarakat. Struktur
ekonomi masyarakat
sangat dipengaruhi oleh
sektor pertanian.
dewasa. Potensi tenaga
kerja cukup optimal.
Fertilitas masih tinggi.
Aspek migrasi masih
rendah.
Jumlah penduduk jarang.
Struktur penduduk muda,
dominan pada usia anak
dan remaja. Tingkat
kelahiran tinggi, angka
kematian dan kesakitan
juga tinggi. Angka migrasi
rendah
Perkembangan jumlah
penduduk mulai terlihat.
Tingkat kepadatan masih
rendah. Struktur penduduk
muda, dominan pada usia
anak dan remaja. Tingkat
kelahiran masih tinggi,
Angka migrasi masih
rendah. Dinamika jumlah
penduduk ditentukan oleh
kelahiran dan kematian.
Sistem kekeluargaan dan
kekerabatan masih sangat
tinggi. Masyarakat sangat
mendukung lingkungan.
Berbagai budaya
dikembangkan untuk
mempertahankan
kelestarian lingkungan.
Sistem kekeluargaan dan
kekerabatan masih sangat
tinggi. Masyarakat
memahami bahwa
lingkungan sebagai
sumber kelangsungan
hidup.
lahan.
Kondisi Sosial Budaya
1 - 29
Persoalan kemiskinan
sebagai akibat
keterbatasan sumber daya
lahan
2. Keterbatasan sumber daya
tenaga kerja produktif
sebagai dampak dari
jumlah penduduk yang
rendah
3. Persoalan konflik terkait
dengan fungsi lahan
sebagai kawasan lindung
dengan kepentingan
ekonomi masyarakat
4. Persoalan ekonomi
berdampak pada
pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi
kawasan
1. Kemiskinan masih menjadi
persoalan serius sebagai
akibat keterbatasan
sumber daya lahan
2. Keterbatasan sumber daya
tenaga kerja produktif
sebagai dampak dari
jumlah penduduk yang
rendah
3. Persoalan konflik terkait
dengan fungsi lahan
sebagai kawasan lindung
dengan kepentingan
ekonomi masyarakat
4. Persoalan ekonomi
1.
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Genesis
Bentanglahan
Organik
6.
Sektor ekonomi berbasis
pertanian. Dukungan
sektor pertanian optimal.
Pertanian telah menuju
agribisnis. Usaha
peternakan dan
perdagangan mulai
berkembang.
Budidaya pertanian belum
berkembang. Tanaman
lebih banyak berupa
semak belukar.
Penduduk hidup dan
berkembang di lembah
antar perbukitan
Denudasional. Jumlah
penduduk menuju tinggi.
Kepadatan penduduk
meningkat. Struktur
penduduk mengarah ke
struktur dewasa. Potensi
tenaga kerja cukup
optimal. Fertilitas masih
dominan. Migrasi ke luar
daerah juga berkembang
Jumlah penduduk sedikit.
Kepadatan rendah,
merupakan kawasan
lindung. Tingkat migrasi
ke luar tinggi.
Jumlah penduduk sangat
sedikit. Kepadatan rendah,
merupakan kawasan
Kep. Riau dan Kep. Bangka
Belitung
Sumatera Utara, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, dan
Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Kep. Riau, Sumatera Barat,
Bengkulu, Kep. Bangka
D4 Lembah antar
Perbukitan
Denudasional
O1 Dataran Gambut
O2 Pulau Terumbu
Karang
Peran kawasan adalah
fungsi lindung. Aturan
pengelolaan lahan lebih
Peran kawasan adalah
fungsi lindung. Aturan
pengelolaan lahan lebih
banyak diintervensi
pemerintah.
Nilai sosial dan budaya
masyarakat masih kuat.
Kehidupan masyarakat
berbasis pertanian.
Kekerabatan dan kegotong
royongan masih dominan.
Kearifan lokal terkait
dengan budidaya
pertanian.
Kondisi Sosial Budaya
1 - 30
1. Isu utama persoalan sosial
adalah kualitas sumber
daya manusia yang masih
rendah
2. Kemiskinan masih menjadi
persoalan serius sebagai
akibat keterbatasan
sumber daya lahan
3. Keterbatasan sumber daya
tenaga kerja produktif
sebagai dampak dari
jumlah penduduk yang
rendah
4. Persoalan konflik terkait
dengan fungsi lahan
sebagai kawasan lindung
dengan kepentingan
ekonomi masyarakat
1. Kehidupan ekonomi
masyarakat dalam kondisi
kemiskinan sebagai akibat
1. Jumlah penduduk yang
terus meningkat
berdampak pada konflik
pengelolaan lahan
2. Keterbatasan kualitas
sumber daya manusia,
tingkat pendidikan dan
keterampilan masih
rendah
3. Persoalan kemiskinan
masih dominan
berdampak pada
pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi
kawasan
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Budidaya perikanan lebih
dominan. Struktur
ekonomi penduduk di
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
Antropogenik
7.
A Dataran Perkotaan
Ekoregion
Kota-kota Provinsi dan
Kabupaten di seluruh
Ekoregion Sumatera
Belitung, dan Lampung
Provinsi
Jumlah penduduk sangat
tinggi. Kepadatan
penduduk tinggi. Struktur
penduduk telah kompleks,
telah mengarah pada
struktur tua. Migrasi lebih
dominan sebagai penentu
pertambahan jumlah
penduduk daripada
fertilitas dan mortalitas
lindung. Tingkat migrasi
ke luar tinggi.
Kondisi Kependudukan
Struktur ekonomi
masyarakat telah berubah.
Telah terjadi pergeseran
dari struktur ekonomi
primer menuju struktur
ekonomi sekunder dan
bahkan tersier. Sekor jasa
telah berkembang pesat.
Perdagangan, keuangan,
informasi, perbankan,
perhotelan dan jasa
kemasyarakatan semakin
maju.
topang oleh hasil dari laut.
Kondisi Sosial Ekonomi
Sistem kekerabatan dan
kekeluargaan telah pudar.
Kegiatan lebih dominan
pada nilai ekonomi
daripada nilai sosial.
Pranata sosial masyarakat
berbasis ekonomi.
banyak diintervensi
pemerintah.
Kondisi Sosial Budaya
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
4.
3.
2.
1.
3.
2.
1 - 31
keterbatasan sumber daya
lahan
Keterbatasan sumber daya
tenaga kerja produktif
sebagai dampak dari
jumlah penduduk yang
rendah
Persoalan konflik terkait
dengan fungsi lahan
sebagai kawasan lindung
dengan kepentingan
ekonomi masyarakat
Telah terjadi lunturnya
norma sosial sebagai
akibat perkembangan
kehidupan modern yang
pesat
Degradasi lahan, polusi,
dan kelangkaan sumber
daya telah terjadi karena
perkembangan industri
dan jasa kemasyarakatan
Sistem kekerabatan dan
sosial budaya telah luntur,
diganti dengan budaya
modern yang konsumtif
Terjadi banyak konflik
sosial karena struktur
sosial masyarakat yang
kompleks
Permasalahan
Sumberdaya Sosial,
Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumber: Hasil Interpretasi Peta Ekoregion, Data Potensi Desa, Data Kabupaten Dalam Angka, Perumusan dari Berbagai Sumber Bacaan, dan Verifikasi Lapangan (2015)
Genesis
Bentanglahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
Download