8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa
2.1.1
Pengertian Komunikasi Massa
Perkembangan
teknologi komunikasi mutakhir belakangan ini
menyebabkan upaya merumuskan definisi ilmu komunikasi menjadi sulit
dilakukan. Perkembangan teknologi telah semakin mengaburkan garis batas
yang membedakan antara komunikasi publik dan komunikasi pribadi serta
antara komunikasi massa dan komunikasi interpersonal. Istilah ‘Komunikasi
Massa’ yang muncul pertama kali pada akhir tahun 1930-an memiliki banyak
pengertian
sehingga
sulit
bagi
para
ahli
untuk
secara
sederhana
mendefinisikan komunikasi massa. Istilah ‘massa’ menggambarkan sesuatu
(orang atau barang) dalam jumlah besar, sementara ‘komunikasi’ mengacu
pada pemberian dan penerimaan arti, pengiriman dan penerimaan pesan.4
Definisi Komunikasi Massa yang paling sederhana dikemukakan oleh
Bittner yang dikutip oleh Rakhmat lalu dikutip kembali oleh Elvinaro, yakni :
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
4
Morissan, dkk, 2010, Teori Komunikasi Massa, PT Gahlia Indonesia, Bogor, hal 6-7
8
9
pada sejumlah besar oarang (Mass communication is message communicated
through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut
dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan Media
Massa.5 Jadi jika terjadi proses komunikasi dengan khalayak banyak seperti
rapat dengan puluhan bahkan ribuan orang sekalipun namun tidak
menggunakan media massa sebagai salurannya, berarti tidak dapat disebut
sebagai Komunikasi Massa. Karena pada intinya komunikasi massa ialah
komunikasi yang menggunakan Media Massa.
Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh ahli
komunikasi lain, yaitu Gerbner. Maenurut Gerbner yang dikutip oleh
Rakhmat lalu dikutip kembali oleh Elvinaro “Mass communication is the
tehnologically and institutionally based production and distribution of the
most broadly shared continous flow of messages in industrial societies”.
(Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan
teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas
dimiliki orang dalam masyarakat industri).
Definisi komunikasi massa dari Meletzke berikut ini memperlihatkan
sifat dan ciri komunikasi massa yang satu arah dan tidak langsung sebagai
akibat dari penggunaan media massa, juga sifat pesannya yang terbuka untuk
semua orang. Dalam definisi Meletzke, yang dikutip oleh Rakhmat dan
5
Elvinaro Ardianto, dkk, 2007, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, Simbiosa Rekatama, Bandung,
hal 3
10
dikutip kembali oleh Elvinaro bahwa komunikasi massa diartikan sebagai
setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka
melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada
publik yang tersebar. Istilah tersebar menunjukan bahwa komunikan sebagai
pihak penerima pesan tidak berada di satu tempat, tetapi tersebar di berbagai
tempat.
Menyimak berbagai definisi komunikasi massa yang dikemukakan
para ahli komunikasi, Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi
massa tersebut yang dikutip oleh Elvinaro, menjadi : “komunikasi massa
diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak
yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik
sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat”.6
2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi antarpersonal dan
komunikasi kelompok. Perbedaannya terdapat dalam komponen-komponen
yang terlibat di dalamnya dan proses berlangsungnya komunikasi tersebut.
Namun, agar karakteristik komunikasi massa itu tampak jelas, maka
6
Ibid, hal 3, 4 dan 6
11
pembahasannya perlu dibandingkan dengan komunikasi antarpersonal.
Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut :7
1. Komunikator Terlembagakan
Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita
sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media
massa, baik media cetak maupun elektronik. Dengan menginat
kembali pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan
lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang
kompleks. Mari kita bayangkan secara kronologis proses penyusunan
pesan oleh komunikator sampai pesan itu diterima oleh komunikan.
Apabila pesan itu akan disampaikan melalui surat kabar, maka
prosesnya adalah sebagai berikut : komunikator menyusun pesan
dalam bentuk artikel, apakah atas keinginannya atau ata permintaan
media yang bersangkutan. Selanjutnya, pesan tersebut diperiksa oleh
penanggungjawab rubrik. Dari penanggung jawab rubrik diserahkan
kepada redaksi untuk diperiksa baik tidaknya pesan itu untuk dimuat
dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan dari lembaga
media massa itu. Ketika sudah baik, pesan dibuat setting-nya, lalu
diperiksa oleh korektor, disusun oleh lay-out man agar komposisinya
bagus, dibuat plate, kemudian masuk mesin cetak. Tahap akhir setelah
7
Ibid, hal 6-12
12
dicetak merupakan tugas bagian distribusi untuk mendistribusikan
surat kabar yang berisi pesan itu kepada pembacanya. Apabila media
komunikasi yang digunakan adalah televisi, tentu akan lebih banyak
lagi orang yang terlibat, seperti juru kamera (lebih dari satu), juru
lampu, pengarah acara, bagian make up, floor manager, dan lain-lain.
Selain itu, peralatan yang digunakan lebih banyak serta dana yang
digunakan lebih besar.
2. Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan
untuk
semua
orang
dan
tidak
ditujukan
untuk
sekelompokorang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa
bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa
atau opini. Namun tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi di
sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi
massa yang dikemas dalam bentuk apa pun harus memenuhi kriteria
penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian
besar komunikan. Dengan demikian, kriteria pesan yang penting dan
menarik itu mempunyai ukuran tersendiri, yakni bagi sebagian besan
komunikan. Ada peristiwa yang mempunyai kategori penting, tetapi
hanya penting bagi sekelompok orang. Peritiwa tersebut tentu saja
tidak dapat disampaikan melalui media massa.
13
3. Komunikannya Anonim dan Heterogen
Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen.
Pada
komunikasi
antarpersonal,
komunikator
akan
mengenal
komunikannya, mengetahui identitasnya, seperti : nama, pendidikan,
pekerjaan, tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan
perilakunya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak
mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan
media dan tidak tatap muka. Di samping anonim, komunikan
komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai
lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokan
berdasarkan faktor : usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar
belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi.
4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi
lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang
dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu,
komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang
bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. Effendy (1981)
mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan
kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari
14
komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam
keadaan terpisah. Sekarang mari kita perhatikan contoh berikut ini :
acara “Indonesian Idol” yang ditayangkan stasiun televisi RCTI
ditonton oleh jutaan pemirsa. Mereka secara serempak pada waktu
yang sama menonton acara tersebut selama hampir 120 menit, padahal
mereka berada di berbagai tempat di seluruh Indonesia.
5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Mulyana mengatakan yang dikutip oleh Elvinaro, Salah satu prinsip
komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan
dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi
komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan
menunjukan
bagaimana
cara
mengatakannya,
yang
juga
mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu.
Sementara Rakhmat menyebutnya sebagai proporsisi unsur isi dan
unsur hubungan, yang dikutip oleh Elvinaro. Dalam konteks
komunikasi massa, komunikator tidak harus selalu kenal dengan
komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana seorang
komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan
jenis medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut.
Itulah sebabnya mengapa perlu ada cara penulisan lead untuk media
cetak, lead untuk media elektronik (radio maupun televisi), cara
15
menulis artikel yang baik, dan seterusnya. Semua itu menunjukan
pentingnya unsur isi dalam komunikasi massa.
6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan
komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator
aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan,
namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana
halnya terjadi dalam komunikasi antarpersonal. Dengan kata lain,
komunikasi massa itu bersifat satu arah. Dalam komunikasi
antarpersonal, komunikator dan komunikan saling mengendalikan arus
informasi,
sedangkan
pada
komunikasi
massa
tidak
terjadi
pengendalian arus informasi.
7. Simulasi Alat Indra Terbatas
Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu
kelemahannya, adalah stimulasi alat indra yang terbatas. Pada
komunikasi antarpersonal yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat
indra pelaku komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat
digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat,
mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam
komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media
16
massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada
radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar,
sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra
penglihatan dan pendengaran.
8. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect)
Komponen umpan balik atau yang lebih populerdengan sebutan
feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi
antarpersonal,
komunikasi
kelompok,
dan
komunikasi
massa.
Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang
disampaikan komunikan. Dalam proses komunikasi massa, umpan
balik bersifat tidak langsung (indirect) dan tertunda (delayed). Artinya,
komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui
bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya.
Tanggapan khalayak bisa diterima lewat telepon, email, atau surat
pembaca. Proses penyampaian feedback lewat telepon, email atau
surat pembaca itu menggambarkan feedback komunikasi massa
bersifat
indirect.
Sedangkan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menggunakan telepon, menulis surat pembaca, mengirim email itu
menunjukan bahwa feedback komunikasi massa bersifat tertunda
(delayed).
17
2.1.3
Fungsi Komunikasi Massa
Para pakar mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi,
kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi
komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Elvinaro, yaitu terdiri dari
surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan),
transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan).8
1.
Surveillance (Pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama :
(a). warning or beware surveillance (pengawasan peringatan); (b).
instrumental surveillance (pengawasan instrumental).
Fungsi
pengawasan
peringatan
terjadi
ketika
media
massa
menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung
merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan
militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman.
Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran
informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak delam
kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang dimainkan di
bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru,
8
Ibid, hal 14-17
18
ide-ide tentang mode, resep masakan dan sebagainya, adalah contoh-contoh
pengawasan instrumental.
2.
Interpretation (Penafsiran)
Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media
massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan
penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media
memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan.
Contoh nyata penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk
rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini
yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif (sudut
pandang) terhadap berita yang disajikan pada halaman lainnya.
Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa
untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi
antarpersonal atau komunikasi kelompok.
3.
Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat
yang sama tentang sesuatu.
19
Contoh kasus di Indonesia adalah kasus Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) yang sebelumnya menjabat Menko Polkam dalam jajaran Kabinet
Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri. Ketika beliau jarang
diajak rapat kabinet dan kemudian mengundurkan diri, maka tayangan
beritanya di televisi, radio siaran dan surat kabartelah menaikan pamor Partai
Demokrat yang mencalonkan SBY sebagai Presiden.
Dalam Pemilu 2004 lalu, perolehan suara Partai Demokrat mencuat
dan mengalahakan partai besar sebelumnya, seperti Partai Amanat Nasional
(PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Masyarakat yang tersebar telah
dipertalikan oleh media massa untuk memilih Partai Demokrat. Kelompokkelompok yang memiliki kepentingan yang sama tetapi terpisah secara
geografis dipertalikan atau dihubungan oleh media.
4.
Transmission Of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut
sosialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu
mengadopsi prilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili
gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa
memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang
mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran
yang kita amati dan harapan untuk menirunya. Sebuah penelitian menunjukan
20
bahwa banyak remaja belajar tentang perilaku berpacaran dari menonton film
dan acara televisi yang mengisahkan tentang pacaran, termasuk pacaran yang
agak liberal atau bebas.
Diantara semua media massa, televisi sangan berpotensi untuk
terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda, terutama anakanak yang telah melampaui usia 16 tahun, yang banyak menghabiskan
waktunya menonton televisi dibanding kegiatan lainnya, kecuali tidur.
Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya disfungsi jika
televisi menjadikan salurannya terutama untuk sosialisasi (penyebaran nilainilai). Sebagai contoh, maraknya tayangan kekerasan di stasiun televisi dapat
membentuk sosialisasi bagi anak muda yang menontonnya, yang membuat
anak muda berfikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan
persoalan hidup.
5.
Entertainment (Hiburan)
Sulit dibantah lagi bahwa kenyataannya hampir semua media
menjalankan
fungsi
hiburan.
Televisi
adalah
media
massa
yang
mengutamakan sajian hiburan. Hampir tiga perempat bentuk siaran televisi
setiap hari merupakan tayangan hiburan. Memang ada beberapa stasiun
televisi dan radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan berita. Demikian
21
halnya pula dengan majalah. Tetapi, ada beberapa majalah yang lebih
mengutamakan berita seperti Time dan News Week, Tempo dan Gatra.
Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi,
khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikhendakinya. Melalui berbagai
macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan.
Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan memuat cerpen,
komik, teka-teki silang (TTS), dan berita yang mengandung human interest
(sentuhan manusiawi).
Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain
tujuannya, adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena
dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi
dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.
Sementara itu, Effendy mengemukakan yang dikutip oleh Elvinaro
fungsi komunikasi massa secara umum :9
1. Fungsi Informasi
Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa
adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media mssa yang
bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai
9
Ibid, hal 18-19
22
makhluk sosial akan selalu merasa haus akan informasi yang
terjadi. Sebagian informasi didapat bukan dari sekolah, atau tempat
bekerja, melainkan dari media. Kita belajar musik, politik,
ekonomi, hukum, seni, sosiologi, psikologi, komunikasi, dan hal
lain dari media.
2. Fungsi Pendidikan
Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya
(mass education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal
yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan
media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturanaturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa
melakukannya melalui drama, cerita, diskusi dan artikel.
3. Fungsi Memengaruhi
Fungsi memengaruhi dari media massa secara implisit terdapat
pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya.
Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan
televisi ataupun surat kabar, seperti contoh berikut:
Keluarga petani yang hidup di desa mempunyai kebiasaan
mencuci rambut dengan menggunakan air rendaman sapu merang
yang telah dibakar lebih dahulu. Apa yang terjadi setelah keluarga
23
petani tersebut memiliki televisi dan menonton tayangan iklan
shampo yang dibintangi artis favoritnya ? kebiasaan yang sudah
berlangsung sejak lama, sekarang mengalami perubahan. Dari
mencuci rambut dengan memakai air reendaman sapu merang
yang dibakar diganti dengan shampo yang ada dalam iklan di
televisi.
Selanjutnya DeVito menyebutkan fungsi komunikasi massa secara
khusus yang dikutip oleh Elvinaro, adalah : meyakinkan (to persuade),
menganugerahkan
status,
membius
(narcotization), menciptakan
rasa
kebersatuan, privatisasi dan hubungan parasosial.10
1. Fungsi Meyakinkan (to Persuade)
Fungsi
komunikasi
massa
secara
umum
antara
lain
memberikan hiburan khalayaknya. Namun ada fungsi yang tidak
kalah penting dari media massa yaitu fungsi meyakinkan atau
persuasi. Menurut DeVito, persuasi bisa datang dalam bentuk :
a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau
nilai seseorang;
b. Mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang;
10
Ibid, hal 19-24
24
c. Menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan
d. Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai
tertentu.
Mengukuhkan. Usaha untuk melakukan persuasi, kita pusatkan
kepada upaya mengubahatau memperkuat sikap atau kepercayaan
khalayak agar mereka bertindak dengan cara tertentu. Elvinaro
mengutip
kata
Mar’at.
Menurut
Mar’at,
sikap
adalah
kecenderungan berperilaku dengan cara tertentu. Sikap merupakan
produk dari proses sosialisasi, di mana seseorang bereaksi sesuai
dengan rangsang yang diterimanya. Jikat kita bersikap pada objek
tertentu, berarti terjadi penyesuaian diri terhadap objek tersebut
dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, sehingga muncul
kesediaan orang itu untuk bereaksi pada objek.
Media dengan semua sumber daya dan kekuatan yang ada,
tidak terkecuali, lebih sering mengukuhkan atau membuat
kepercayaan, sikap, nilai dan opini khalayak menjadi kuat.
Komunikasi yang dikira dapat mengubah sikap, sering kali hanya
merupakan pengukuhan terhadap sikap yang sudah ada.
Mengubah. Media akan mengubah orang yang tidak memihak
pada suatu masalah tertentu. Menurut DeVito, media juga
25
menghasilkan banyak perubahan yang kita anggap sepele. Sebagai
contoh mungkin sangat dipengaruhi oleh media. Kecuali untuk
pabrik dan penjual kertass tisu, pilihan kita terhadap kertas tisu
tidaklah penting.
Menggerakan. Dilihat dari sudut pengiklan (advertiser), fungsi
terpenting
media
massa
adalahmenggerakan
(activating)
konsumen untuk mengambil tindakan. Media berusaha mengajak
pembaca atau pemirsa untuk membeli dan menggunakan produk
merek tertentu. Setelah suatu sikap dibentuk atau suatu pola
perilaku
dimantapkan,
media
berfungsi
menyalurkan
dan
mengendalikannya ke arah tertentu.
Menawarkan Etika. Fungsi persuasif dari media massa lainnya
adalah mengetikakan (ethicizing). Dengan mengungkapkan secara
terbuka tentang adanya penyimpangan tertentu dari suatu norma
yang berlaku (misalnya, skandal Pangeran Charles dengan
Camila), media merangsang masyarakat untuk mengubah situasi.
Mereka menyajikan etik kolektif kepada pembaca dan pemirsa.
2. Fungsi Menganugerahkan Status
Penganugerahan status (status conferal) terjadi apabila berita
yang disebarluaskan
melaporkan
kegiatan
individu-individu
26
tertentu sehingga prestise (gengsi) mereka meningkat. Misalnya,
Ekonomi Bisnis Indonesia menyajikan rubrik profil dan views
pengusaha di halaman depan, sehingga menaikkan prestise mereka
sebagai pengusaha. Dengan memfokuskan kegiatan media massa
pada orang-orang tertentu, masyarakat menganugerahkan kepada
orang-orang tersebut suau status publik (public status) yang tinggi.
Kegiatan ini dalam dunia public relations disebut publicity
(publisitas).
Lebih lanjut dikatakan bahwa “komunikasi massa mempunyai
fungsi mengakhlakkan kalau komunikasi itu memperkuat kontrol
sosial
atas
anggota-anggota
masyarakat
yang
membawa
penyimpangan prilaku ke dalam pandangan masyarakat.
3. Fungsi Membius (Narcotization)
Salah satu fungsi media massa yang paling menarik dan paling
banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotization). Ini
berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu,
penerima percaya bahwa tindakan tertentu harus diambil. Sebagai
akibatnya, pemirsa atau penerima terbius ke dalam keadaan pasif,
seakan-akan berada dalam pengaruh narkotik.
27
Misalnya, televisi telah menayangkan tentang kematian tragis
Putri Diana. Media membuat tayangan sedemikian rupa sehingga
pemirsa seolah-olah terbius oleh tayangan tersebut.
4. Fungsi Menciptakan Rasa Kebersatuan
Fungsi komunikasi massa yang tidak banyak disadari oleh kita
semua adalah kemampuannya untuk membuat kita merasa menjadi
anggota suatu kelompok. Sebagai contoh, seseorang yang sedang
sendirian, kesepian di rumah yang besar, duduk di ruang keluarga
sambil minum teh dan menonton televisi. Acara yang ditayangkan
televisi membuat orang tersebut merasa menjadi anggota keluarga,
karena merasa terhibur dan menyatu dengan acara tersebut.
5. Fungsi Privatisasi
Privatisasi adalah kecenderungan bagi seseorang untuk
menarik diri dari kelompok sosial dan mengucilkan diri ke dalam
dunianya sendiri. Beberapa ahli berpendapat bahwa berlimpahnya
informasi yang dijejalkan kepada kita telah membuat kita merasa
kekurangan. Laporan yang gencar tentang perang, inflasi,
kejahatan, dan pengangguran membuat sebagian orang merasa
begitu putus asa sehingga mereka menarik diri ke dalam dunia
mereka sendiri.
28
Dalam banyak hal, ini dilakukan dalam bentuk memusatkan
perhatian
pada masalah-masalah sepele, contohnya baju atau
kosmetik apa yang harus dibeli, restoran mana yang akan
dikunjungi untuk makan malam atau film apa yang akan ditonton
dan di bioskop mana dan sebagainya.
2.2
Media Massa
2.2.1 Pengertian Media Massa
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media
massa (media cetak dan elektronik). media massa (saluran) yang dihasilkan
oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan
media massa yakni, media tradisional seperti kentongan, angklung, gamelan,
dan lain-lain. Jadi, disini jelas media massa menunjuk pada hasil produk
teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.11
Dari sekian banyak devinisi bisa dikatakan media massa bentuknya
antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar,
majalah, tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa
yang sudah sangat modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media
11
Nurudin, 2013, Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Pers, Jakarta, hal 3-4
29
massa, yakni ditemukannya internet.12 Media massa itu tidak berdiri sendiri.
Di dalamnya ada beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan
informasi sebelum informasi itu sampai kepada audience-nya. Mereka yang
bertugas itu sering disebut sebagai gatekeeper.13 Pidato politisi bisa menjadi
proses komunikasi massa jika disiarkan oleh media massa dan dinikmati oleh
ribuan atau jutaan audience.
Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi
yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang
luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis
komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan
media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang
tak terbatas.14
2.2.2
Bentuk-bentuk Media Massa
Media Massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua katagori, yakni
media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi
kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan
12
Ibid, hal 4-5
Ibid, hal 7
14
Ibid, hal 9
13
30
media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran,
televisi, film, media on-line (internet).15
A. Surat Kabar
Berbicara tentang surat kabar, ungkap Agee dan kawankawannya yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan,
orang akan tertuju kepada Sundy Time yang terbit di New York,
dengan oplah nasional setiap minggunya. Koran-koran dengan
sirkulasi nasional ini dikenal dengan surat kabar metropolitan,
yang selain terbit di New York, terdapat pula di Washington,
Chicago, Los Angeles.
Surat kabar merupakan media massa yang paling tua
dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah
mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya
mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Prototipe pertama
surat kabar di terbitkan di Bremen Jerman pada tahun 1609. Di
Inggirs, surat kabar pertama yang masih sederhana terbit pada
tahun 1621. Surat kabar harian yang pertama di Amerika Serikat
adalah Pennsylvania Evening Post dan Daily Advertiser yang terbit
pada tahun 1783.
15
Elvinaro Ardianto, dkk, 2007, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, Simbiosa Rekatama, Bandung,
hal 103-150
31
Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan
perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan
Belanda, penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal
kemerdekaan, serta zaman orde lama dan serta orde baru. Surat
kabar sebagai media massa dalam masa orde baru mempunyai misi
menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat
mencerdaskan rakyat Indonesia.
Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan,
dan persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar
adalah informasi. Hal ini sesui dengan tujuan utama khalayak
membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa
yang terjadi di sekitarnya. Karakteristik surat kabar sebagai media
massa
aktualitas,
mencakup : publisitas, periodesitas, universalitas,
dan
terdokumentasikan.
Surat
kabar
dapat
dikelompokan pada berbagai katagori. Dilihat dari ruang
lingkupnya, maka katagorisasinya adalah surat kabar lokal,
regional, dan nasional.
B. Majalah
Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada
pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah
membuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru
32
dalam dunia media massa cetak di Amerika. Menurut Dominick
yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto dan kawan-kawan, klasifikasi
majalah dibagi ke dalam lima katagori utama, yakni : (1) general
consumer magazine (majalah konsumen umum); (2) business
publication (majalah bisnis); (3) literacy reviews and academic
journal (kritik sastra dan majalah ilmiah); (4) newsletter (majalah
khusus terbitan berkala); (5) public relations magazines (majalah
humas).
Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama
setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah
diawali
dari
negara-negara
Eropa
dan
Amerika.
Sejarah
keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai
menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada
tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja
pimpinan Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan perkata dari
Ki Hadjar Dewantoro selaku Menteri Pendidikan pertama RI.
Mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi
utama media berbeda satu dengan yang lainnya. Majalah berita
seperti Gatra mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi
tentang berbagai peristiwa dalam dan luar negeri, dan fungsi
berikutnya adalah hiburan. Majalah wanita dewasa Femina,
meskipun isinya relatif menyangkut berbagai informasi dan tips
33
masalah kewaanitaan, lebih bersifat menghibur. Fungsi informasi
dan mendidik mungkin menjadi prioritas berikutnya. Majalah
pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberi pendidikan
mengenai cara bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya
mungkin informasi.
Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat
dibedakan
dengan
surat
kabar
karena
majalah
memiliki
karakteristik tersendiri, yaitu : Penyajian lebih dalam, Nilai
aktualitas lebih lama, Gambar / foto lebih banyak, Kover sebagai
daya tarik.
C. Radio
Sebelum tahun 1950-an, ketika televisi menyedot banyak
perhatian khalayak radio siaran, banyak orang memperkirakan
bahwa radio siaran berada diambang kematian. Radio adalah
media massa elektronik tertua yang luwes. Selama hampir satu
abad lebih keberadaanya, radio siaran telah berhasil mengatasi
persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi
kabel, electronic games dan personal casset players.
Keunggulan radio siaran adalah berada dimana saja : di tempat
tidur (ketika orang akan tidur dan bangun tidur), di dapur, di dalam
mobil, di kantor, dijalanan, di pantai, dan berbagai tempat lainnya.
34
Radio memiliki kemampuan menjual bagi pengiklan yang
produknya dirancang khusus untuk khalayak tertentu.
Radio Siaran (broadcasting) yang digunakan sebagai alat atau
media komunikasi massa, mula-mula diperkenalkan oleh David
Sarnoff pada tahun 1915. Radio siaran juga dapat melakukan
fungsi kontrol sosial seperti surat kabar, di samping empat fungsi
lainnya yakni memberi informasi, menghibur, mendidik, dan
melakukan persuasi. Faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan
radio siaran tersebut adalah daya langsung, daya tembus, dan daya
tarik.
Mark W. Hall dalam buku Broadcast Journalism yang dikutip
oleh Elvinaro Erdianto dan kawan-kawan bahwa perbedaan
mendasar antara media cetak dengan radio siaran ialah media cetak
dibuat untuk konsumsi mata, sedangkan radio siaran untuk
konsumsi telinga.
D. Televisi
Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang
paling berpengaruh pada kehidupan mansia. 99% orang Amerika
memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisimereka dijejali
hiburan, berita, dan iklan. Televisi mengalami perkembangan
secara dramatis, terutama melalui pertumbuhan televisi kabel.
35
Tahun
1948
merupakan
tahun
penting
dalam
dunia
pertelevisian, dengan adanya perubahan dari televisi eksperimen
ke televisi komersial di Amerika. Karena perkembangan televisi
yang sangat cepat, dari waktu ke waktu media ini memiliki
dampak terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari. Secara
bertahap, layar televisi berkembang dari diagonal 7 inci kemudian
12, 17, 21, 24, sampai 39 inci. Penonton televisi kini lebih selektif.
Jam
tayang
televisi
bertambah.
Penerimaan
pprogramnya
mengalami peningkatandari waktu ke waktu. Sistem penyampaian
program lebih berkembang lagi.
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai
pada
tanggal
24
Agustus
1962,
bertepatan
dengan
dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau
Asean Games di Senayan. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada
diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.
Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi siaran
lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi (RCTI), yang bersifat
komersial. Secara berturut-turut berdiri stasiu televisi, Surya Citra
Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas
Televisi (ANTV), Indosiar, TV7, Lativi, Metro Tv, Trans Tv,
Global Tv, dan televis-televisi daerah seperti Bandung TV, JakTV,
36
Bali TV, dan lain-lain. Karakteristik televisi adalah Audiovisual,
Berpikir dalam Gambar, dan Pengoprasian Lebih Kompleks.
E. Film
Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio
siaran dan televis. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas
populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an.
Industri film adalah industri bisnis. Dari catatan sejarah perfilman
di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul Lady Van Java
yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Faktorfaktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar
lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi
psikologis. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film
berita, film dokumenter, dan film kartun.
F. Komputer dan Internet
Lebih dari lima orang Amerika dewasa menggunakan internet
di rumah, kantor, atau sekolah, dan di atas 10% menggunakannya
setiap hari. Dari karakteristik jenis kelamin hampir sama
banyaknya lelaki dan perempuan yang menggunakan web (situs).
Pengguna internet menggantungkan pada situs untuk memperoleh
berita.
37
Industri media komputer memiliki beberapa bidang utama,
antara lain : pabrik perangkat keras komputer, pembuat perangkat
lunak komputer (pembuatan program-program yang menjalankan
mesin komputer).
2.3
Film Sebagai Media Massa
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual
di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film
televisi, dan film video laser setiap minggunya. Film Amerika diproduksi di
Hollywood. Film yang dibuat disini membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap,
perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Industri film adalah industri
bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film
adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orangorang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Menurut
Dominick yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto meskipun pada kenyataannya adalah
bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadangkadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang keluar dari kaidah artistik
film itu sendiri.16
16
Ibid, hal 143
38
Jenis Film
2.3.1
Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenisjenis
film
agar dapat
memanfaatkan
film
tersebut sesuai dengan
karakteristiknya. Film dapat dikelompokan pada jenis film cerita, film berita,
film dokumenter, dan film kartun.17
a. Film Cerita
Film Cerita (story film), adalah jenis film yang mengandung
suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung
bioskopdengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan
sebagai barang dagangan.
Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita
fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga
ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi
gambarnya. Cerita sejarah yang pernah diangkat menjadi film
adalah G.30 S PKI, Janur Kuning, Serangan Umum 1 Maret, dan
yang baru-baru ini dibuat adalah Fatahilah. Sekalipun film cerita
itu fiktif, dapat saja bersifat mendidik karena mengandung ilmu
pengetahuan dan teknologi tinggi.
17
Ibid, hal 148-149
39
b. Film Berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta,
peristiwa yyang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berit, maka
film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita
(news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Jadi
berita juga harus penting atau menarik atau penting sekaligus
menarik. Film berita dapat langsungterekam dengan suaranya, atau
film beritanya bisu, pembaca berita yang membacakan narasinya.
Dalam hal ini terpenting adalah peristiwanya terekam secara utuh.
c. Film Dokumenter
Film Dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh
Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”
(creative treatment of actuality). Film dokumenter merupakan
hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan
tersebut.
Banyak kebiasaan masyarakat Indonesia yang dapay diangkat
menjadi film dokumenter, diantaranya upacara kematian orang
Toraja, upacara ngaben di Bali.
40
d. Film Kartun
Film Kartun (Cartoon film) dimuat untuk dikonsumsi anakanak. Dapat dipastikan, kita semua mengenai tokoh Donald Bebek
(Dounald Duck), Putri Salju (Snow White), Miki Tikus (Mickey
Mouse) yang diciptakan oleh seniman Amerika Serikat Walt
Disney.
Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun bisa juga
mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam bahwakalau
ada tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akhirnya tokoh baiklah
yang selalu menang.
2.3.2 Karakteristik Film
Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar
lebar, pengmbilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.18
a. Layar yang Luas / Lebar
Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun
kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini
ada layar televisi yang berukuran jumbo, yang bisa digunakan pada
saat-saat khusus dan biasanya di ruangan terbuka, seperti dalam
pertunjukan musik dan sejenisnya.
18
Ibid, hal 145-147
41
Layar
film
yang
luas
telah
memberikan
keleluasaan
penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan di film.
Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskopbioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton
seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.
b. Pengambilan Gambar
Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar
atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauhatau
extrame long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan
pemandangan menyeluruh. Shot, tersebut dipakai untuk memberi
kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film
menjadi lebih menarik. Perasaan kita akan tergugah melihat
seseorang (pemain film) sedang berjalan di gurun pasir pada
tengah hari yang amat panas.
Manusia yang berjalan tersebut terlihat bagai benda kecil yang
bergerak di tengah luasnya padang pasir. Di samping itu, melalui
pano-ramic shot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit
gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah
tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah
berkunjung ke tempat tersebut. Sebaliknya, pengambilan gambar
pada televisi lebih sering dari jarak dekat.
42
c. Konsentrasi Penuh
Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton
film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main
sudah tiba, pintu-pintu di tutup, lampu dimatikan, tampak di depan
kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut.
Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar
karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata tertuju pada
layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada laur cerita.
Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita
akan tertawa terbahak-bahak manakala adegan film lucu, atau
sedikit senyum dikulum apabila ada adegan yang menggelitik.
Namun
dapat pula kita
menjerit
ketakutan
bila adegan
menyeramkan (biasanya anak-anak) dan bahkan menangis melihat
adegan menyedihkan.
d. Identifikasi Psikologis
Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop
telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang
disajikan. Karena penghayatan kita yang amat mendalam,
seringkali
secara
tidak
sadar
kita
menyamakan
(mengidentifikasikan) pribadi kita dengan salah seorang pemeran
dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang
43
berperan. Menurut Effendy yang dikutip oleh Elvinaro Ardianto
gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi
psikologis.
Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya
sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai
waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadapcara
berpakaian atau model rambut. Hal ini disebut imitasi. Katagori
penonton yang mudah terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak
dan generasi muda, meski kadang-kadang orang dewasa pun ada.
2.4
Teks
Teks merupakan elemen multimedia yang menjadi dasar untuk menyampaikan
informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan membutuhkan
tempat penyimpanan yang paling kecil. Teks merupakan cara yang paling efektif
dalam mengemukakan ide-ide kepada pengguna, sehingga penyampaian informasi
akan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.19
2.5
Elemen - Elemen dalam Gambar
Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat
dan berkesan. Sebuah gambar bila tepat memilihnya, bisa memiliki nilai yang sama
19
Fred T. Hofstetter. Multimedia Literacy. 2001. Hal 16
44
dengan ribuan kata, secara individual juga mampu untuk memikat perhatian. Gambar
berdiri sendiri dan selalu memiliki subjek yang mudah dipahami sebagai simbol yang
jelas dan mudah dikenal.
Misalnya sebuah foto mobil sport yang melaju dengan cepat di jalan bebas
hambatan, foto tersebut memberikan konotasi pengertian yang pasti atau gambar
seekor harimau dipadu dengan mobil sport, maka akan tercipta informasi mengenai
kecepatan dan keindahan. Pembuatan suatu gambar dimaksudkan untuk mendukung
suatu pengertian riil dan diungkapkan melalui berbagai bentuk gambar yang disebut
logo, ilustrasi, karikatur dan sebagainya.
Gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk suatu tayangan
berdurasi. Ada banyak elemen dalam mebuat gambar yang baik, teknik pengambilan
suatu gambar akan sangat menentukan hasil suatu gambar yang baik. Teknik
pengambilan suatu gambar dapat memiliki kode-kode yang mempunyai makna
tersendiri. Kode-kode tersebut menginformasikan hampir seluruh aspek tenatang
keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat bagi analisis seni popular
dan media. Berbagai elemen terdapat dalam kode, terutama yang berhubungan
dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara lebih detail. Jelasnya dapat
diperlihatkan melalui tabel berikut:20
20
Keith Selby and Ron Coedery, How to Study Television, London, Mc Millisan, 1995
45
Tabel 2.1 : Elemen-Elemen Bahasa Gambar
Camera Angle
Camera Distance
Lens
Camera Movement
Signified
Signifier
High (looking up)
Power, authority
Low (looking down)
Disempowerment
Eye Level
Equality
Big Close Up
Emotion, internal focalization
Close-Up
Intimacy, internal focalization
Medium Shot
Involvement,
focalization
Long Shot
Distance, context, external
focalization
Wide Angle
Dramatic emphasis
Normal
Diegetic reality
Telephoto
Voyeurism
internal
Pan (camera rotates on fixed Context, external focalization
point)
Tracking (camera runson track Involvement, pace, internal
parallel to action)
focalization
Tilt (following movement up Effect of movement – drama
and down)
or humor
Crane (high shot moving Entrance to or withdrawal
quickly to or from subject)
from diegetic
Focus
Lighting
Handheld
Participation
point of view
in
diegetic,
Zoom in
Surveillance,
focalization
Zoom Out
Relation of subject to context
Sharp Focus
Diegetic reality; anticipation
Soft Focus
Interpersonal function; mood
Selective Focus
Significance; privileging
High Key
High modality; positive mood
Low Key
Low modality; uncertainty;
external
46
negative mood
2.6
Back Lighting
Interpersonal function; high
value
Fill (closest to natural light)
Diegetic reality
Representasi
Menurut Turner, makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat,
berbeda dengan film sekadar sebagai refleksi dari realitas. Film selalu mempengaruhi
dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya.
Dengan kata lain film tidak bisa dipisahkan dari konteks masyarakat yang
memproduksi dan mengkonsumsinya. Selain itu sebagai representasi dari realitas,
film juga mengandung muatan ideologi pembuatnya sehingga sering digunakan
sebagai alat propaganda.
Representasi adalah tindakan menghadirkan atau merepresentasikan sesuatu
baik orang, peristiwa, maupun objek lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya
berupa tanda atau simbol. Representasi ini belum tentu bersifat nyata tetapi bisa juga
menunjukan dunia khayalan, fantasi, dan ide-ide abstrak.21
21
Stuart Hall. 1997. Representation: Cultural Representations dan Signifying Practices. London: Sage
Publications. hal 28
47
2.7
Feminisme
Teori feminis berusaha menganalisis berbagai kondisi yang membentuk
kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam pemahaman cultural mengenai
apa artinya menjadi perempuan. Awalnya teori feminis diarahkan oleh tujuan politis
gerakan perempuan-yakni kebutuhan untuk memahami subordinasi perempuan dan
eksekusi atau marjinalisasi perempuan dalam berbagai wilayah kultural maupun
social. Kaum feminis menolak pandangan bahwa ketidaksetaraan antara laki-laki,
perempuan lebih sering dijadikan objek dibanding pencipta pengetahuan. Teori
feminis adalah soal berfikir untuk kita sendiri-perempuan menghasilkan pengetahuan
tentang perempuan dan gender bagi perempuan.22
Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa kaum
perempuan pada dasarnya ditindas. Dalam usaha mengakhiri penindasan tersebut,
mereka masuk berselisih mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan terjadi.
Dengan demikian, feminisme laki-laki, melakukan berbagai perjuangan diantaranya
untuk transformasi system dan struktur yang tidak adil menuju system bagi
perempuan maupun laki-laki.
Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan kesetaraan gender.
Feminis membedakan antara gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin merujuk pada
bagaimana laki-laki dan perempuan dipandang secara biologis, sementara gender
merupakan peran ideologis dan material yang dibentuk serta dilekatkan oleh
masyarakat terhadap kedua jenis kelamin tersebut. Gender kemudian digunakan
22
Jackson, stevi, Jackie Jones, 2009, Teori-teori Feminis Kontemporer, hal 1
48
untuk menjustifikasi perlakuan tidak adil serta menjadi dasar ideologi suatu bentuk
ketidakadilan sosial.
Secara umum, istilah feminisme merujuk pada pengertian sebagai ideologi
pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah
keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.23
Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminisme dikaitkan
dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses
produksi maupun resepsi.
Dalam dunia sastra, dikenal istilah kritik sastra feminisme, yaitu cara
menganalisis posisi perempuan ditengah-tengah masyarakat. Bagaimana perempuan
di posisikan di dalam teks sastra dan kaitannya dengan konstruksi budaya patriarkal
yang telah mendominasi peradaban. Dasar pemikiran berperspektif feminis adalah
upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya
sastra.24
Laki-laki dan perempuan telah direpresentasikan oleh media sesuai dengan
stereotip-stereotip kultural untuk mereproduksi peranan-peranan jenis kelamin secara
tradisional.
23
Kasiyan. 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Ombak: Yogyakarta. Hal. 73
Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Pustaka
Widyatama: Yogyakarta. Hal. 146
24
49
2.8
Feminisme Eksistensialis
Buku yang di tulis oleh Simone De Beauvoir, yaitu The Second Sex yang
dirilis pada tahun 1949 yang pada bukunya membahas bab tentang teori Feminisme
Eksistensialis. Eksistensialisme untuk perempuan dengan mengadopsi bahasa
ontologis dan bahasa etis eksistensialisme, Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki
dinamai “laki-laki” sang Diri, sedangkan “perempuan” sang Liyan. Jika Liyan adalah
ancaman bagi Diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki. Karena itu, jika
laki-laki ingin tetap bebas, ia harus mensubordinasi perempuan terhadap dirinya.
Jelas, opresi gender bukanlah sekedar untuk opresi. Jauh dari itu. Orang kulit hitam
mengetahui bagaimana rasanya diopresi oleh orang kulit putih, dan orang miskin tahu
bagaimana rasanya diopresi oleh orang kaya.
Tetapi, menurut Dorothy Kauffman McCall, opresi perempuan oleh laki-laki
unik karena dua alasan : “pertama, tidak seperti opresi ras dan kelas, opresi terhadap
perempuan merupakan fakta historis yang saling berhubungan, suatu peristiwa dalam
waktu yang berulangkali dipertanyakan dan diputarbalikan. Perempuan selalu
tersubordinasi laki-laki. Kedua, perempuan telah menginternalisasi cara pandang
asing bahwa laki-laki adalah esensial dan perempuan adalah tidak esensial”.25
Meskipun “fakta” reproduksi ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
seringkali jauh lebih sulit bagi perempuan untuk menjadi diri, terutama jika ia telah
mempunyai anak, menurut Beauvoir, fakta itu dapat membuktikan dengan cara
25
Rosemarie Putnam Tong, 1998, Feminist Thought, Jalasutra, Yogyakarta, hal 262
50
apapun mitos sosial bahwa kapasitas perempuan untuk menjadi diri, secara intristik,
memang lebih rendah dari pada laki-laki.
Beauvoir berulang-ulang mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan
psikologis tentang perempuan misalnya, peran utamanya dalam reproduksi psikologis
relatif terhadap peran sekunder laki-laki, kelemahan fisik perempuan, relatif terhadap
kekuatan fisik laki-laki, dan peran tidak aktif yang dimainkannya dalam hubungan
seksual adalah relatif terhadap peran aktif laki-laki dapat saja benar, namun
bagaimana kita menilai fakta ini bergantung pada makhluk sosial.26
Tentu saja pendapat Beavoir bahwa, “adalah baik untuk menuntut seorang
perempuan tidak harus merasa rendah karena, katakanlah, datang bulannya; bahwa
perempuan harus menolak untuk dibuat merasa konyol karena kehamilannya; bahwa
seorang perempuan harus dapat merasa bangga akan tubuhnya, dan seksualitas
perempuannya”. Tidak ada alasan sama sekali untuk terjebak dalam narsisisme liar,
dan membangun, berdasarkan sesuatu yang sudah merupakan “takdir”, suatu sistem
yang kemudian menjadi kebudayaan dan kehidupan perempuan.
Beauvoir tidak sependapat bahwa perempuan harus menekan hal-hal kodrati
itu. perempuan mempunyai hak penuh untuk menjadi bangga sebagai perempuan,
seperti juga laki-laki bangga menjadi laki-laki. Pada akhirnya, laki-laki memang
berhak untuk bangga atas kelaki-lakiannya, dengan syarat, tentu saja, bahwa laki-laki
tidak mengambil hak perempuan untuk juga memiliki kebanggaan yang sama
26
Ibid, hal 263
51
menjadi perempuan. Setiap orang dapat menjadi bahagia dengan tubuhnya. Tetapi
tidak selayaknya kita menempatkan tubuh sebagai pusat dari jagad ini.
Bahwa setiap perempuan harus menggariskan nasibnya sendiri, harus
dimengerti dengan hati-hati. Beauvoir menyadari situasi hukum, politik, ekonomi,
sosial, dan kebudayaan yang menghambat perempuan. Ia menyadari bagaimana
perempuan membiarkan dirinya terikat dan terhambat oleh situasi-situasi tersebut.
Beauvoir berkeras bahwa tidak ada satu pun dari pembatasan itu yang dapat secara
total memenjarakan perempuan. Perempuan ditentukan nasibnya dan, pada saat yang
sama , bebas dari patriarki. “Manusia”, menurut Carol Ascher, “membuat keputusan
untuk melepaskan diri dari atau bertahan dengan harus menghadapi tingkat hambatan
yang berbeda-beda. Pada kondisi tertentu tidak ada keputusan positif yang mungkin
diambil. Meskipun begitu, keputusan tetap diambil, dan setiap individu harus
bertanggung jawab atas keputusan tersebut”.
Jadi, ketika Beauvoir meminta perempuan untuk mentransendensi pembatas
imanensi mereka, Beauvoir tidak sedang meminta perempuan untuk menegasi diri,
melainkan untuk melepaskan semua beban yang menghambat kemajuan mereka
menuju Diri / selfhood yang autentik. Tentu saja, sebagian beban tersebut terlalu
besar untuk ditanggung oleh perempuan sebagai individu, tetapiu beban itu dapat
disingkirkan melalui tindak pemberdayaan kolektif berskala kecil ataupun besar. Apa
yang berlaku sekarang tidaklah harus bermakna apa yang seharusnya terjadi. Tidak
52
ada seorang pun atau sesuatu pun yang dapat menghambat perempuan yang
berketetapan hati untuk maju. 27
2.8.1
Karakteristik Feminisme Eksistensialis
Teori Eksistensialis adalah teori yang memandang suatu hal dari sudut
keberadaan manusia, teori yang mengkaji cara manusia berada di dunia
dengan kesadarannya. Jadi, teori feminisme eksistensialis merupakan kajian
ang melihat adanya ketimpangan pengakuan terhadap perempuan.
Feminisme eksistensialis berargumen perempuan itu bukan terlahir
sebagai perempuan namun menjadi perempuan. Mengapa demikian, karena
nilai-nilai yang harus dimiliki perempuan seperti kelembutan, ramah, atau
pandai mengerjakan pekerjaan domestik tidak dimiliki sejak lahir tapi
diajarkan oleh masyarakat dimana dia tinggal. Femininitas menurut de
Beauvoir adalah nilai-nilai yang membelenggu perempuan.
Jadi karakteristik Feminisme Eksistensialis adalah dimana perempuan
memiliki kemampuan yang sama terutama dibidang domestik, dan perempuan
juga mampu berkiprah diranah politik. Yang artinya perempuan yang mampu
menunjukan kemampuan dirinya. Perempuan yang percaya diri, perempuan
yang mandiri, dan perempuan berani, yang mampu menunjukan kemampuan
dirinya dalam bidang yang gemari. Bukan perempuan yang terkekang dan
tidak berkembang melainkan perempuan yang mampu memberontak untuk
27
Ibid, hal 281-282
53
berusaha memperjelas keberadaan dalam kehidupan bermasyarakat juga
sosial, dan politik, itu adalah karakteristik feminisme eksistensialis.
2.9
Analisis Wacana
Mills (1994) mengatakan, lalu Foucault mengatakan kembali yang dikutib
oleh Rachmat Kriyantono bahwa wacana sebagai bidang dari semua pernyataan
(statement), kadang sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang
sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Sementara Eriyanto
mendefinisikan analisis wacana sebagai suatu upaya pengungkapan maksud
tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Wacana
merupakan praktik sosial (mengkonstruksi realitas) yang menyebabkan sebuah
hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan dengan konteks sosial,
budaya, ideologi tertentu. Di sini bahasa dipandang sebagai faktor penting untuk
merepresentasikan maksud si pembuat wacana.28
2.10
Semiotika
Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala
yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda
lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.
Menurut Preminger ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat
28
Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana , Jakarta, hal 262
54
dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika mempelajari sistem-sistem,
aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan
tanda-tanda
tersebut
mempunyai arti.
Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotika adalah Ferdinand de Saussure,
seorang ahli linguistik dari swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dan
logika Amerika. Kajian semiotika menurut Saussure lebih mengarah kepada
penguraian sistem tanda yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan Peirce lebih
menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat.
Analisis Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang
tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya
amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna
tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna
tanda tersebut berada. Yang dimaksud dengan “tanda” ini sangat luas. Pierce
membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Dapat
dijelaskan sebagai berikut :29
a. Lambang : suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya
merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini
adalah tanda yang di bentuk karena adanya consensus dari para pengguna
tanda. Warna merah bagi masyarakat Indonesia adalah lambang berani,
mungkin di Amerika bukan.
29
Rachmat Kriyantono, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Kencana , Jakarta, hal 265-266
55
b. Ikon : suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa
hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam
berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Patung kuda adalah
ikon dari seekor kuda.
c. Indeks : suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya timbul
karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah suatu tanda yang
mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Asap
merupakan indeks dari adanya api.
Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk
merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika
kita membaca teks atau narasi / wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic
dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi
dibalik sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya
menemukan makna ‘berita di balik berita’.
Dengan menggunakan semiotika dalam studi media massakita dapat
mengajukan berbagai pertanyaan : mengapa misalnya sebuah media tertentu selalu –
untuk tidak mengatakan terus menerus –menggunakan frase, istilah, kalimat atau
frame tertentu manakala menggambarkan seseorang atau sekelompok orang ? Apa
yang sebenarnya menjadi sebab, alasan, pertimbangan, latar belakang dan tujuan
media tersebut mengambil langkah tersebut.30
30
Indiawan Seto Wahyu Wibowo, 2013, Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi
Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, hal 8
56
Hubungan analisis wacana dengan semiotika adalah metode semiotika ini
menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari semua isi berita (teks), termasuk
cara pemberitaan (frame) maupun istilah-istilah yang digunakannya. Peneliti diminta
untuk memperhatikan koherensi makna antar bagian dalam teks itu dan koherensi
teks dengan konteksnya. Little john (1996) mengatakan yang dikutip oleh Alex
Sobur. Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis masalah
yang hendak diulas dalam analisis semiotika. Pertama, masalah makna (the problem
of meaning). Bagaimana orang memahami pesan ? informasi apa yang dikandung
dalam struktur sebuah pesan ? Kedua, masalah tindakan (problem of action) atau
pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga,
masalah koherensi (problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana
membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti
(sensible).
2.11
Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol
mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat bahasa
adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat
tertentu dalam waktu tertentu. Buku ini ditulis Barthes sebagai upaya untuk
mengeksplisitkan kode-kode narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes
berpendapat bahwa Sarrasine ini terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses
yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda mode. Lima kode yang
57
ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna
konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomik atau
kode kultural.
Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk
mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode semik atau
kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca
menyusun tema atau teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam
teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Kode simbolik
merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya
menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa
makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi
menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi
psikoseksual yang melalui proses.
Kode proaretik atau kode tindakan / lakuan dianggapnya sebagai
perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang
bersifat naratif. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini
merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh
budaya. Tujuan analisis Barthes ini, menurut Lechete, bukan hanya utnuk
membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, namun
lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian
yang paling meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk
buatan, dan bukan tiruan dari yang nyata.
58
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda
adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda,
membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes mengulas sistem
pemaknaan tataran ke-dua, sistem ke-dua ini disebut konotatif dan denotatif atau
sistem pemaknaan tataran pertama.
Tabel 2.2 : Peta Tanda Roland Barthes
1. Signifier
2.
(penanda)
Signified
(petanda)
3. Denotative sign
(tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
6.
5.
CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda
(1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga
penanda konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar
memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi kebenarannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan
konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti
59
oleh Barthes. Pengertian umum, denotasi biasanya di mengerti sebagai makna
harfiah, makna yang “sesungguhnya”. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik
dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode tertentu.31
Roland Barthes juga membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis
makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang
signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada tabel dibawah
ini :32
Tabel 2.3 Signifikasi Dua Tahap Barthes
First Order
Second Order
Culture
Reality
Signs
Connotation
Form
Signifier
Denotation
Signified
Content
Myth
31
Alex Sobur, 2004, Semiotika Komunikasi, PT. Ramaja Rosdakarya, Bandung, hal 63-71
Alex Sobur, 2012, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 127
32
60
Melalui tebel diatas menjelaskan : signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas
eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari
tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi
tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu
dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan
kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek;
sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam
tingkat subjektif, sehingga kehadirannya tidak disadari.
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif, misalnya,
mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya. Sedangkan mitos masa
kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan
kesuksesan.33
Menurut Barthes, segala sesuatu yang tetap, mapan, stabil merupakan mitos.
Mitos merupakan pemaknaan yang dibekukan oleh kekuasaan. Ketika manusia
33
Ibid, hal 128
61
memaknai sesuatu sesuai dengan ‘makna resmi’ yang seolah-olah inheren secara
alamiah dalam tanda, maka ia telah tenggelam dalam mitos.
Setiap hari manusia selalu memaknai benda secara subjektif. Bunga mawar,
contohnya, sering digunakan untuk mengungkapkan cara cinta. Bunga mawar
memuat tiga aspek : penanda (signifier = mawar), petanda (signified = perasaan
cinta), dan tanda (sign = bunga mawar sebagai ungkapan rasa cinta). Disini perlu
dibedakan antara mawar sebagai penanda dengan mawar sebagai tanda. Mawar
sebagai penanda merupakan suatu potensi yang selalu siap dimaknai (misalnya,
mawar dimaknai sebagai gadis cantik yang sering melukai hati lelaki). Sedangkan
tanda adalah sesuatu yang bersifat penuh, definit, dan mapan. Dalam mitos selalu
ditemukan konsep triadik : penanda, petanda, dan tanda. Sifat penanda yang kosong,
potensial, dan terbuka membuat bekembangnya proses pemaknaan. Terdapat satu
pergeseran dari makna denotatif menjadi makna konotatif. Melalui pemaknaan
sekunder yang dimapankan, mitos muncul ke permukaan.
Prinsip utama mitos adalah ‘mengubah sejarah menjadi alamiah’ (turn history
into nature). Dapat dipahami mengapa para ‘konsumen’ mitos tidak menyadari
adanya motivasi dan kepentingan
yang
termanifestasi secara tersembunyi
(terselubung) dalam suatu mitos. Mereka cenderung memandang mitos sebagai
sesuatu yang alamiah. Proses pembentukan mitos ini kemudian memunculkan
ideologi. Jika dimapankan dan dibekukan terus dan tersebar pada satu wilayah
konvensi, maka mitos berkembang menjadi ideologi. Proses pembentukan ideologi
62
terjadi sama seperti proses pembentukan mitos, hanya disertai dengan daya
pemaknaan yang melampaui daya individual (supraindividual).34
2.12
Individualisme
Sarjana-sarjana yang membahas teori individualisme adalah Herbert Spencer
(1820-1903) dan Horald J. Laski (1893-1950). Dengan semangat renaissance,
manusia telah menemukan kembali kepribadiannya. Manusia sebagai individu hidup
bebas dan merdeka, tidak ada yang di bawah oleh orang lain, semua dalam
kedudukan taraf yang sama. Individu itu selalu hendak menonjolkan diri sebagai aku.
Dia pusat kekuasaan yang selalu berusaha memperbesar kekuasaannya. Oleh karena
itu, individu saling berhadapan, senantiasa mengadu tenaga dalam perebutan
kekuasaan (Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1983). Dalam hal ini peneliti
membahas Individualisme karena peneliti melihat adanya kecenderungan nilai
Individualisme dalam film Laura & Marsha.35
34
Bagus Takwin, 2009, Akar-akar Ideologi; Kajian Konsep Ideologi dari Plato Hingga Bourdleu, Jalasutra,
Yogyakarta, hal 105-106
35
Dr. H. Syahrial Syarbaini, M.A. 2011, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-nilai Karakter Bangsa di
Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor, hal 57
Download