BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Smartphone Addiction 2.1.1

advertisement
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Smartphone Addiction
2.1.1 DefinisiSmartphone
Menurut kamus oxford online Smartphone adalah telepon yang memiliki
kemampuan seperti komputer, biasanya memiliki layar yang besar dan sistem
operasinya mampu menjalankan tujuan aplikasi-aplikasi yang umum.
Backer (2010), menyatakan bahwa smartphone adalah telepon yang
menyatukan
kemampuan-kemampuan
terdepan;
ini
merupakan
bentuk
kemampuan dari Wireless Mobile Device (WMD) yang dapat berfungsi seperti
sebuah komputer dengan menawarkan fitur-fitur seperti personal digital assistant
(PDA), akses internet, email, dan Global Positioning System (GPS). Smartphone
juga memiliki fungsi-fungsi lainnya seperti kamera, video, games, media sosial,
MP3 players, sama seperti telepon biasa.
Menurut Technopedia (Technopedia.com), Smartphone adalah ponsel
dengan fitur yang sangat canggih. Sebuah smartphone khas memiliki resolusi
tinggi layar sentuh, konektivitas WiFi, kemampuan Web browsing, dan
kemampuan untuk menerima aplikasi canggih. Mayoritas perangkat ini berjalan
pada salah satu yang populer sistem operasi mobile Android, Symbian, iOS,
BlackBerry OS dan Windows Mobile.
12
Sedangkan menurut Park & Chen (2007) Smartphone adalah teknologi
informasi sebagai alat untuk melakukan mobile internet, yang mampu mengakses
Internet dengan kecepatan broadband mulai dari 144 kbps 2 MBps atau lebih.
Secara umum definisi smartphone adalah teknologi komunikasi yang
dapat menjalankan sistem operasi terbuka dan terhubung ke internet dengan ciri
khas layar sentuh, terdapat banyak aplikasi seperti chat (bbm, line, whatsApp)
media sosial atau jaringan sosial (path, facebook, twitter, instagram,dll), mp3,
games, kamera, video dan fitur lainnya.
2.1.2 SejarahSmartphone
Alexander Graham Bell adalah penemu telepon. Pada 1878 membuat
panggilan telepon pertama. Motorola memperkenalkan ponsel untuk umum
pertama kali tahun 1980. Ponsel ini tidak seperti ponsel sekarang dan beratnya
lebih dari 2 pound. Smartphone pertama dikembangkan oleh IBM dan BellSouth,
yang dikenalkan kepada publik pada tahun 1993 dan diberikan nama "Simon"
smartphone pertama yang dikeluarkan oleh IBM memiliki layar sentuh yang
mampu mengakses email dan mengirim fax dalam (Sarwar & Soomro,2013)
Menurut Reed (Sarwar & Soomro, 2013) Perbedaan smartphone sekarang
dan Smartphone awal adalah smartphone awalnya dimaksudkan untuk digunakan
oleh perusahaan sebagai perangkat perusahaan dan telepon. Smartphone telah
dikenal sejak enam tahun terakhir ketika Apple memperkenalkan Smartphone di
pasar konsumen, tetapi kenyataannya Smartphone telah di pasarkan sejak tahun
1993 (Sarwar & Soomro, 2013).
13
Smartphone era terbagi menjadi tiga tahap utama (Sarwar & Soomro,
2013). Tahap pertama murni dimaksudkan untuk perusahaan. Selama fase ini
semua Smartphone telah menargetkan perusahaan dan fitur dan fungsi yang sesuai
kebutuhan perusahaan. Era ini dimulai dengan munculnya Smartphone adalah
besar ekstensi pada ponsel biasa. Ponsel dapat membuat panggilan telepon dan
bahkan beberapa memiliki kemampuan merekam video tetapi mereka tidak
memiliki kemampuan GPS bersama dengan seluruh array dari aplikasi lain. Pesan
teks adalah salah satu yang terbesar bentuk komunikasi hari ini, terutama di
kalangan orang-orang muda.
Menurut Gartner (Suki & Suki, 2013) Penjualan smartphone menunjukkan
pertumbuhan yang kuat pada tahun 2012 dimana 154 juta Unit smartphone yang
terjual kepada pengguna akhir pada Agustus 2012, dengan Apple dan Samsung
memberikan kontribusi untuk ini penjualan positif. Faktor yang mempengaruhi
jumlah penerimaan terhadap penggunaan smartphone ini karena fungsi yang dapat
membantu pengguna dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi orang-orang
bisnis dan mahasiswa di universitas (Suki & Suki, 2013).
Smartphone diprogram untuk dapat melakukan kemampuan yang canggih
dan fitur yang membantu individu dalam pekerjaan sehari- dan kehidupan pribadi
(Suki & Suki, 2013). Sistem operasi mobile paling universal (OS) yang digunakan
oleh smartphone modern termasuk Apple iOS, Google Android, Microsoft
Windows Phone, Nokia Symbian, RIM dan BlackBerry OS (Jacob & Isaac , 2008)
14
2.1.3 DefinisiAddiction
Bagi banyak orang konsep kecanduan melibatkan konsumsi obat (misalnya
walker, Rachlin, dalam Graffiths,1995). Namun, sekarang ada gerakan yang
berkembang (misalnya Miller, Orford, dalam Graffiths,1995) yang memandang
sejumlah perilaku lain yang berpotensi adiktif. Istilah adiksi pernah terbatas pada
obat-obatan atau zat, tetapi kini juga diterapkan untuk perjudian, Internet, gaming,
penggunaan ponsel, dan kecanduan perilaku lainnya (Kim, dalam Kwon, dkk.
2013)
Kecanduan biasanya ditangani oleh departemen neuropsikiatri, merupakan
fenomena yang memanifestasikan toleransi, gejala penarikan, dan ketergantungan,
disertai oleh masalah sosial (O’brien, 2010). Kecanduan dianggap oleh WHO
(Davey & Davey, 2014) sebagai ketergantungan, seperti terus menerus
menggunakan sesuatu untuk kepentingan, kenyamanan, atau stimulasi, yang
sering menyebabkan keinginan ketika tidak ada.
Menurut young (2000) kecanduan internet sebagai istilah yang luas
mencakup berbagai perilaku dan masalah pengendalian impuls. Young
mengklaim kecanduan internet dapat dikategorikan kedalam lima subtype
spesifik, yaitu kecanduan internet yaury cybersexual addiction, cyber-relationship
addiction , net compulsions,information overload dan computer addiction.
Addiction menurut kamus oxford online adalah Fakta atau kondisi yang
kecanduan zat atau kegiatan tertentu. Orang yang bisa berhenti minum obat,
alkohol atau yang lainnya. Menurut Griffiths (1995) kecanduan teknologi adalah
15
perilaku kecanduan non-kimia yang melibatkan interaksi manusia dengan mesin.
Berupa pasif misalnya televisi atau aktif misalnya game komputer dan biasanya
mendorong dan memperkuat ciri yang dapat berkontribusi dengan kecenderungan
kecanduan. Kategori kecanduan teknologi tidak ekslusif dan berisi kegiatan
adiktif yang bisa ditempatkan di bawah kecanduan lainnya. Misalnya, kecanduan
akibat mesin (kecanduan judi)
Kuss, dkk (2013) ada beberapa penelitian tentang kecanduan perilaku,
seperti olahraga (Griffiths, Szabo, & Terry, dalam Kuss dkk., 2013), belanja
(Clark &Calleja, dalam kuss dkk., 2013), game (Lemmens, Valkenburg, & Peter,
dalam kuss dkk., 2013), pekerjaan (Andreassen, Griffiths, Hetland, & Pallesen,
dalam kuss dkk., 2013), dan kecanduan jejaring sosial (Andreassen, Torsheim,
Brunborg, & Pallesen, dalam kuss dkk., 2013).
Shaffer et al (dalam Kuss, dkk.,2013) Semua kecanduan berkembang
melalui anteseden serupa distal yang meningkatkan kerentanan, termasuk
neurobiologi dan konteks psikososial. Anteseden proksimal seperti peristiwa
negatif tertentu atau terus menggunakan zat psikoaktif dan keterlibatan dalam
perilaku
dapat
menyebabkan
perubahan
individu.
Kecanduan
dapat
mengembangkan yang berbeda dalam ekspresi mereka (misalnya, kecanduan
narkoba, atau kecanduan internet), tetapi berbagi beberapa domain penting, seperti
gejala, sejarah kecanduan, psikologi, sosiologi dan pendekatan pengobatan. Selain
itu, kecanduan seperti mungkin tidak spesifik untuk objek tertentu atau perilaku
dan satu substansi atau perilaku.
16
2.1.4 Aspek- aspekaddiction
Berdasarkan brown (Terry, Szabo and Griffiths, 2004) komponen umum
addiction, Griffiths (Terry, Szabo and Griffiths, 2004) telah merumuskan itu
dalam terang teori dan diterapkan ke perilaku seperti olahraga, sex, perjudian,
video game, dan Internet. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Salience : ini terjadi ketika suatu kegiatan tertentu menjadi yang paling
penting dalam hidup seseorang dan mendominasi pemikiran mereka, bisa
dikatakan terlalu fokus dan adanya distorsi kognitif, perasaan (ngidam),
dan perilaku ( kerusakan disosialisasikan tingkah laku).
2. Mood modification : ini mengacu pada pengalaman subjektif seseorang
sebagai konsekuensi dari terlibatnya dalam kegiatan tertentu dan dapat
dilihat sebagai strategi coping yaitu, mereka mengalami bangkitnya gairah
untuk melarikan diri dari perasaan yang tidak diinginkan
3. Tolerance : ini adalah proses dimana adanya peningkatan aktivitas tertentu
yang diperlukan untuk mencapai efek tertentu
4. Withdrawal : Ini merupakan perasaan yang tidak menyenangkan atau efek
fisik yang terjadi ketika suatu aktivitas dihentikan atau tiba-tiba berkurang,
misalnya, gemetar, kemurungan, lekas marah dll
5. Conflict : ini mengacu pada konflik antara pecandu dan orang di sekitar
mereka, konflik dengan kegiatan lain seperti pekerjaan, kehidupan sosial,
hobi dan minat, atau dari dalam diri individu itu sendiri terkait dengan
kegiatan tertentu
17
6. Relapse : ini adalah kecenderungan berulang dengan pola sebelumnya.
Suatu kegiatan yang telah diobati Setelah bertahun tahun akan kambuh
lagi.
2.1.5 Smartphone Addiction
Smartphone addiction merupakan teori yang dikembangkan dari teori
internet addiction oleh young. Adapun definisi dari internet addiction atau
kecanduan internet adalah istilah menyeluruh karakteristik lima isu terkait
masalah internet: kecanduan seksual cyber, kecanduan hubungan maya, dorongan
menggunakan internet, informasi yang berlebihan, dan kecanduan game komputer
(young, dkk., 1999). Gejala kecanduan internet termasuk isolasi sosial,
perselisihan keluarga, perceraian, kegagalan akademik, kehilangan pekerjaan dan
memiliki banyak utang (Young, dkk., 1999).
Griffiths (Terry, dkk., 2004), mengartikan adiksi adalah suatu perilaku yang
dianggap sebagai kebiasaan yang tetap dilanjutkan, bahkan ketika suatu perilaku
tersebut mengarah pada efek negatif dan memiliki konsekuensi tertentu seperti
kehilangan kontrol atas perilaku yang dilakukannya.
Griffiths (Terry, dkk., 2004), secara umum perilaku adiktif adalah
kompleks, dalam definisi terakhir, adiksi dibatasi untuk obat dan konsumsi
alkohol, baru-baru ini sejumlah perilaku telah dilihat sebagai berpotensi adiktif
seperti olahraga, seks, perjudian, video game, menggunakan internet dan lainnya.
Sedangkan menurut dsm IV adiksi didefinisikan sebagai substansi pola maladiptif
18
dimana pengguna mengarah pada penurunan klinis yang signifikan atau adanya
tekanan pada diri sendiri yang terjadi setiap saat dalam waktu 12 bulan.
Menurut Wieland (kim, 2013) Kecanduan smartphone adalah gangguan
psikologis muncul tanda-tanda gejala fisik dan psikologis. Orang yang ketagihan
internet atau smartphone tidak melakukan aktivitas fisik yang banyak, mereka
umumnya mengabaikan kesehatan mereka, dan juga adanya tanda fisik yang
negatif seperti sikap tubuh yang buruk, sakit punggung, sakit kepala migrain,
kebersihan pribadi yang buruk, makan yang tidak teratur, dan adanya gangguan
tidur dapat mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, pola sekresi hormon, jantung
dan gangguan pola pencernaan.
Dari beberapa definisi yang ada dapat disimpulkan smartphone addiction
adalah perilaku yang dianggap sebagai kebiasaan bahkan ketika suatu perilaku
tersebut mengarah pada efek negatif dan memiliki konsekuensi tertentu seperti
adanya gangguan makan dan adanya gangguan tidur.
2.1.6 KarakteristikSmartphoneAddiction
Menurut DSM V seseorang yang terkena kecanduan memiliki beberapa
karakteristik yaitu adanya toleransi (meningkatkan penggunaan sesuai dengan
yang diinginkan), penarikan diri, terus menerus menggunakan meskipun tahu
bahwa berdampak negatif, kehilangan kontrol, adanya upaya untuk mengurangi
namun seringkali tidak berhasil, mengurangi keterlibatannya dalam kegiatan
sosial.
19
Menurut Young (Kuss dkk., 2013) Seseorang yang kecanduan Internet dapat
terus berpikir bagaimana mereka akan menggunakan Internet di waktu berikutnya,
adanya dorongan tak terkendali, yang disertai dengan hilangnya kontrol, senang
dengan menggunakannya, dan terus menggunakan meskipun menyebabkan
masalah pada perilaku mereka. Modifikasi suasana hati terjadi ketika seseorang
menggunakan zat atau perilaku untuk meningkatkan suasana hati depresi dan
melarikan diri kehidupan nyata mereka. Penggunaan internet membuat mereka
merasa lebih baik dan memungkinkan mereka melupakan masalah sehari-hari.
Young (1996) mengembangkan delapan item kuisioner singkat yang
dimodifikasi dari kriteria pathalogical gambling untuk menyediakan instrumen
skrining penggunaan Internet adiktif:
1. Apakah Anda merasa asyik dengan internet (berpikir tentang aktivitas
sebelumnya on-line atau mengantisipasi berikutnya on-line sesi)?
2. Apakah Anda merasa perlu untuk menggunakan Internet dengan
meningkatnya jumlah waktu untuk mencapai kepuasan?
3. Apakah Anda berulang kali melakukan upaya gagal untuk mengontrol,
mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet?
4. Apakah Anda merasa gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung
ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan Penggunaan
internet?
5. Apakah Anda tetap on-line lebih lama daripada yang dimaksudkan?
6. Apakah Anda membahayakan atau mempertaruhkan hilangnya hubungan
yang signifikan, pekerjaan, pendidikan atau peluang karir karena Internet?
20
7. Apakah Anda berbohong kepada anggota keluarga, atau orang lain untuk
menyembunyikan luasnya Keterlibatan dengan Internet?
8. Apakah anda menggunakan internet sebagai cara melarikan diri dari
masalah atau menghilangkan dysphoric sebuah suasana hati (misalnya,
perasaan tidak berdaya, rasa bersalah, kecemasan, depresi)?
Delapan pertanyaan tersebut di adaptasi agar dapat dimengerti oleh
responden dan kata internet disesuaikan atau diganti dengan smartphone.
Responden dianggap "kecanduan" ketika menjawab "ya" lima (atau lebih) dari
delapan pertanyaan. Young (1996) menyatakan bahwa memotong skor "lima"
konsisten dengan sejumlah kriteria yang digunakan untuk patologis Perjudian dan
dipandang sebagai jumlah yang memadai untuk membedakan yang normal dan
penggunaan internet adiktif.
Menurut Peele (2007) ada enam karakteristik untuk menentukan seseorang
terkena adiksi smartphone yaitu 1. Zat yang digunakan bersifat kuat dan
menyerap perasaan dan pikiran, 2 dapat diduga dan andal diproduksi, 3
memberiksn sensasi penting dan emosi yang kuat, seperti merasa baik tentang diri
mereka sendiri, atau diri mereka sendiri, atau tidak adanya khawatir atau nyeri 4.
Menghasilkan perasaan yang hanya sementara, untuk durasi tertentu,5. Merusak
keterlibatan lain dan kepuasan, 6. Mendapatkan hal yang kurang dari kehidupan
mereka ketika jauh dari adiksi, orang dipaksa semakin kembali ke pengalaman
adiktif sebagai satu-satunya sumber kepuasan.
21
2.1.7 Faktor yang MempengaruhiSmartphone Addiction
Faktor penyebab kecanduan telepon genggam menurut Yuwanto (2010)
dalam penelitiannya mengenai mobile phone addict mengemukakan beberapa
faktor penyebab kecanduan telepon genggam yaitu:
1. Faktor internal
Faktor internal terdiri atas faktor-faktor yang menggambarkan
karakteristik individu. Tingkat sensation seeking yang tinggi (individu
yang memiliki tingkat sensation seeking yang tinggi cenderung lebih
mudah mengalami kebosanan dalam aktivitas yang sifatnya rutin), selfesteem yang rendah, kepribadian ekstraversi yang tinggi, kontrol diri yang
rendah, habit menggunakan telepon genggam yang tinggi, expectancy
effect yang tinggi, dan kesenangan pribadi yang tinggi dapat menjadi
prediksi kerentanan individu mengalami kecanduan telepon genggam.
2. Faktor situasional
Faktor Situasional terdiri atas faktor-faktor penyebab yang
mengarah pada penggunaan telepon genggam sebagai sarana membuat
individu merasa nyaman secara psikologis ketika menghadapi situasi yang
tidak nyaman. Tingkat yang tinggi dalam stres, kesedihan, kesepian,
kecemasan, kejenuhan belajar, dan leisure boredom (tidak adanya kegiatan
saat waktu luang) dapat menjadi penyebab kecanduan telepon genggam.
3. Faktor sosial
Faktor Sosial terdiri atas faktor penyebab kecanduan telepon
genggam sebagai sarana berinteraksi dan menjaga kontak dengan orang
22
lain. Faktor ini terdiri atas mandatory behavior dan connected presence
yang tinggi. Mandatory behavior mengarah pada perilaku yang harus
dilakukan untuk memuaskan kebutuhan berinteraksi yang distimulasi atau
didorong dari orang lain. Connected presence lebih didasarkan pada
perilaku berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari dalam diri.
4. Faktor eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar diri individu, faktor ini terkait
dengan tingginya paparan media tentang telepon genggam dan
fasilitasnya.
2.2 Loneliness
2.2.1 DefinisiLoneliness
Peplau dan Pelman (dalam Pratiwi, 2009) mengungkapkan definisi
loneliness kedalam tiga pendekatan yaitu:
1. Need for intimacy, berhubungan dengan salah satu sifat dasar manusia
yaitu adanya kebutuhan untuk berhubungan dekat. Pendekatan ini
menekankan aspek afektif dari kesepian. Tokoh yang menggunakan
pendekatan antara lain adalah Weiss (dalam Syah, 2010) menyebutkan
bahwa loneliness bukan dikarenakan “sendirian” tetapi terjadi disebabkan
tanpa adanya suatu hubungan nyata yang diinginkan. Loneliness selalu
muncul sebagai respon dari ketidakhadiran hubungan yang istimewa.
Sedangkan menurut Sullivan (dalam Syah, 2010) kesepian merupakan
23
pengalaman tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kebutuhan
intimacy (terutama interpersonal intimacy) yang tidak dapat terpenuhi dan
Fromm-Riechmann (dalam pratiwi, 2009) menambahkan need for intimacy
merupakan pengalaman universal dan akan menetap pada individu
sepanjang hidupnya.
2. Cognitive process, pendekatan ini menekankan pada persepsi dan evaluasi
seseorang mengenai hubungan sosialnya, pendekatan ini berpandangan
loneliness merupakan hasil ketidakpuasan seseorang dengan hubungan
sosialnya (fladers sandles & johson dalam peplau pelman, dalam Zahrani,
2014). Menurut Gierveld dalam Victor, Scambler, Bond (2009) loneliness
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan antara kenyataan dan
keinginan akan hubungan interpersonal yang tidak dapat diterima,
khususnya ketika seseorang merasakan ketidakmampuan pribadi untuk
mewujudkan hubungan interpersonal yang diinginkan, serta situasi dimana
adanya keinginan hubungan yang intim belum terealisasi.
3. Sosial inforcement, pendekatan ini mendefinisikan loneliness sebagai
keadaan yang diakibatkan perasaan tidak puas karena tidak dipenuihinya
kebutuhan seseorang akan hubungan sosial yang menurut standarnya
adalah hubungan yang memuaskan. Tokoh yang menggunakan pendekatan
ini adalah Young. Penekanan pendekatan ini pada sosial needs seseorang.
Menurut Russell (dalam Zahrani, 2014) loneliness merupakan adanya
kepribadian dinamis dalam individu dari sitem-sistem psikofisik yang menentukan
karakteristik perilaku dan berpikir, kemudian adanya keinginan individu pada
24
kehidupan sosial dan kehidupan lingkungannya, dan juga adanya depresi, yang
merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, berpusat pada
kegagalan.
Dari berbagai padangan loneliness yang ada, dapat disimpulkan loneliness
merupakan perasaan yang muncul karena seseorang kurang memiliki hubungan
dekat dengan orang lain, bukan karena mereka sendiri dan merupakan pengalaman
yang tidak menyenangkan antara kenyataan dan keinginan akan hubungan
interpersonal yang tidak dapat diterima oleh individu.
2.2.2 AspekLoneliness
Menurut Russel (1996) loneliness didasari tiga aspek yaitu, personality,
social desirability, depression.
a. Personality atau kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu
dari sistem-sistem psikofisik yang menetukan karakteristik perilaku dan
berpikir
b. Social desirability, yaitu kehidupan sosial yang diinginkan individu pada
kehidupan dilingkungannya
c. Depression, merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga,
berpusat pada kegagalan.
25
2.2.3 Tipe Loneliness
Weiss
(Taylor, Peplau, dan Sears,2006) mengidentifikasikan dua jenis
kesepian, yaitu emotioal loneliness dan social loneliness
1. Emotional loneliness
Kesepian jenis ini terjadi ketika seseorang tidak memiliki figur
yang memiliki hubungan kedekatan yang intim (intimate attachment
figure) dengan satu orang khusus seperti kedekatan yang terjadi antara
anak dan orang tua, atau kedekatan orang dewasa dengan pasangannya.
Menurut Weiss (Perlman & Peplau, 1998) ada beberapa gejala
emotional loneliness diantaranya adalah sebagai berikut; cemas,
mengutarakan kesendirian, kecenderungan untuk salah menafsirkan
bermusuhan, menginginkan kasih sayang dari orang lain
2. Social loneliness
Terjadi ketika seseorang kurang merasakan integrasi sosial dan
tidak adanya keteterlibatan dalam masyarakat atau dalam komunitas yang
dapat diberikan oleh jaringan pertemanan atau teman sekerja. Menurut
Weiss (Perlman & Peplau,1998) Adapun gejala sosial loneliness adalah
sebagai berikut; merasa bosan, gelisah, marjinalitas
Back dan Young (Murphy & Kupshik, 2006) membedakan tiga jenis
kesepian
yaitu: sementara, transisional/situasional, dan kronis. Kesepian
sementara termasuk suasana hati yang singkat dan merasakan kesepian sesekali
saja. kesepian ini hanya berlangsung antara beberapa menit atau beberapa jam dan
gejalanya tidak berat.
26
Kesepian transisional/situasional ini melibatkan seseorang yang memiliki
suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain sampai adanya perubahan
yang terjadi dalam hubungan tersebut. (misalnya: perceraian, kehilangan, pindah
ke kota yang baru) dan bisa dimanifestasikan dalam penyakit fisik atau mental
yang ringan, seperti sakit kepala, gangguan tidur, kecemasan). kesepian
situasional dapat menjadi pengalaman yang sangat menyedihkan
Kesepian Kronis dapat terjadi ketika seseorang kurang memiliki hubungan
sosial yang memuaskan berlangsung dua tahun atau lebih dan bukan muncu
karena suatu peristiwa traumatis. Saat kesepian situasional berlanjut pada waktu
yang lama,kesepian tersebut dapat menjadi kronis.
2.2.4 PenyebabLoneliness
Peplau dan Perlman (dalam sekarsari, 2009) membagi dua kelompok
penyebab loneliness. Kelompok pertama menyangkut kejadian atau perubahan
yang memicu timbulnya kesepian (precipitate event). Kelompok kedua
menyangkut faktor-faktor yang memungkinkan individu merasa kesepian atau
tetap merasa kesepian sepanjang waktu (Predisposing and maintaining factors).
1. Precitipate Events
Menurut Peplau dan Perlman (dalam sekarsari, 2009) ada dua jenis
perubahan yang dapat memicu kesepian. Perubahan yang paling umum
terjadi adalah perubahan dalam hubungan sosial seseorang yang mengarah
pada titik terendah dari level optimal. Misalnya hubungan dekat yang
berakhir
dengan
kematian,
perceraian,
atau
perpisahan
sering
27
menyebabkan kesepian. Pemisahan fisik dari orang yang dicintai, seperti
ketika anak-anak meninggalkan rumah untuk pergi kuliah atau ketika
keluarga pindah ke lingkungan baru, adalah penyebab umum yang
membuat seseorag merasa kesepian. Kesepian tidak hanya dipengaruhi
oleh ada atau tidak adanya hubungan, tetapi juga oleh aspek kualitas dalam
hubungan sosial sehingga penurunan kepuasan dalam hubungan dapat
menyebabkan kesepian.
2. Predisposing and Maintaining factors
Berbagai faktor personal dan situasional meningkatkan seseorang
untuk merasa kesepian. Faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa seseorang akan menjadi kesepian, dan juga membuat
orang yang kesepian untuk membangun kembali hubungan sosial yang
memuaskan.
Kesepian sering dikaitkan dengan sikap meremehkan diri dan
harga diri yang rendah (Peplau dan Perlman dalam sekarsari, 2009).
Mijuskovic (dalam Pratiwi,2009) juga melaporkan tiga karakteristik
kepribadian yang dapat memicu kesepian, yaitu self esteem yang rendah
dan merasa kasihan pada diri sendiri (feelings of selfpity), apatis dan self
encounciuosness.
Menurut Peplau dan Perlman (1982) Kualitas pribadi dapat
mempengaruhi perilaku seseorang sendiri dalam situasi sosial dan
berkontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan. Kualitas
pribadi dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap
28
perubahan dalam hubungan sosial yang sebenarnya nya, sehingga
mempengaruhi seberapa efektif orang tersebut dalam menghindari,
meminimalkan, atau mengurangi kesepian.
Taylor, Peplau, dan Sears (2006) menyatakan bahwa pengalaman
masa kecil yang dialami seseorang dapat ikut berpengaruh pada loneliness,
misalnya seseorang yang semasa kecilnya mengalami perceraian orang tua
akan lebih mungkin merasakan loneliness dikemudian hari.
Peplau, Russell & Heim (dalam Pratiwi, 2009) ingin memperbaiki
kecenderungan
memandang terlalu
tinggi
faktor personal
dalam
menyebabkan kesepian dan “menyalahkan" kesulitan sosial yang dialami
seseorang merupakan penyebab kesepian. Menurut Peplau dan Perlman
(dalam sekarsari, 2009) Faktor lain yang menjadi peluang seseorang
merasa kesepian adalah faktor budaya dan situasional. Slater (dalam
pratiwi, 2009) menggambarkan bahwa institusi situasional seperti sekolah
dalam negeri dan perusahaan yang menekankan individualisme dan
kesuksesan kompetisi mungkin mendorong kesepian.
Berscheid & Walster (Peplau dan Perlman,1982) menyatakan
sejumlah faktor yang meningkatkan interaksi sosial, kohesivitas kelompok
mungkin mempengaruhi kesepian. Misalnya, Individu yang tinggal atau
bekerja di lokasi terpencil secara fisik harus lebih rentan terhadap
kesepian. Kesepian paling umum dipengaruhi oleh persaingan antara
individu, kebutuhan, keinginan atau keterampilan, dan realitas lingkungan
sosial-nya
29
2.2.5 ManifestastiKesepian
Beberapa manifestasi kesepian dapat diidentifikasi menurut Peplau dan
Perlman (1982). Manifestasi kesepian dibagi menjadi lima kategori yaitu: masalah
afektif, motivasi, kognitif, perilaku, serta sosial dan medis.
1. Manifestasi Afektif
Fromm-Reichmann (Peplau dan Perlman,1982) menggambarkan
kesepian sebagai suatu keadaan yang menyakitkan dan menakutkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Anderson,dkk (Baron & Byrne, 2006)
Loneliness memunculkan efek negatif seperti perasaan depresi, kecemasan,
ketidakbahagiaan,
ketidakpuasan,
pesimisme
terhadap
masa
depan,
menyalahi diri sendiri dan rasa malu.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Russell, dkk (Peplau dan
Perlman, 1982) menemukan mahasiswa yang kesepian cenderung merasa
mudah marah, menutup diri, kosong, canggung, tegang, gelisah dan cemas.
2. Manifestasi Motivasi
Ada dua pandangan berbeda mengenai manifestasi motivasi, yang
pertama berpandangan kesepian dapat meningkatkan motivasi. Seperti
Sullivan (peplau dan Perlman 1982) kesepian adalah kekuatan yang dapat
memotivasi individu untuk memulai interaksi sosial dengan tujuan
mengatasi kesepian meskipun mereka cemas saat melakukannya.
Pandangan yang kedua adalah kesepian dapat menurunkan motivasi
seperti
yang
dikemukakan
oleh
Fromm-Reichmann
(Peplau
dan
30
Perlman,1982) yaitu, kesepian benar- benar dirasakan secara mendalam dan
menyebabkan putus asa pada harapan. Weiss (Peplau dan Perlman,1982)
menyatakan bahwa orang yang kesepian kehilangan makna tugasnya.
3. Manifestasi Kognitif
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa pada umumnya orang
yang kesepian
kurang
berkonsentrasi
secara
efektif
(Peplau
dan
Perlman,1982). Jones, Freemon dan Goswick (Peplau dan Perlman,1982)
menyatakan orang kesepian biasanya sangat terfokus pada dirinya sendiri.
Weiss (Peplau dan Perlman,1982) juga menyatakan bahwa orang yang
kesepian bersikap sangat waspada dalam hubungan interpersonalnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Peplau dkk (Peplau dan Perlman 1982)
menemukan bahwa orang orang yang kesepian dapat menjelaskan alasan
stress mereka.
4. Manifestasi perilaku
Dalam manifestasi perilaku kesepian, sulit untuk membedakan
perilaku yang menyertai kesepian dan strategi perilaku untuk mengatasi
kesepian. Menurut Peplau dan Perlman (1982) Ada tiga manifestasi tingkah
laku yang mungkin terjadi pada orang kesepian. Pertama, orang yang
kesepian mungkin menunjukkan kecemasan atau depresi, atau beberapa
karakteristik perilaku yang berbeda. Kedua, tingkah laku orang yang
kesepian menunjukkan bahwa mereka sangat terfokus pada diri sendiri.
Ketiga, (Fromm-Reichmann, dalam Peplau dan Perlman,1982) orang-orang
kesepian sulit untuk mengatakan bahwa merasa kesepian kepada orang lain.
31
Moustakas (dalam pratiwi, 2009) menyatakan bahwa orang yang
kesepian menjadi mudah curiga dan terluka hatinya, bahkan untuk kritik
yang halus sekalipun. Kesepian yang dialami individu biasanya disertai
dengan tingkah laku yang menunjukan ketidakbahagiaan, kesedihan yang
mendalam, kepurapuraan, kepalsuan dan kegagalan mencari makna
eksistensi yang sering menimbulkan kekuatan akan munculnya kesepian
5. Manifestasi Sosial dan Medis
Menurut Peplau dan Perlman (dalam Andini,2009) individu yang
mengalami loneliness cenderung minum minuman keras sebagai respon
terhadap masalah personal dan perasaan stress. Sedangkan cutrona, dkk
(dalam Rokach,2007) mengatakan loneliness berhubungan dengan tingkat
bunuh diri.
Kesepian telah menunjukkan hubungan dosis-respons dengan resiko
kesehatan jantung di usia dewasa muda (Caspi, Harrington, Moffit, dalam
Hawkey & Capiopo, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Paloutzan dan
Ellison serta Rubenstein dan Shaver (Peplau dan Perlman,1982) bahwa
kesepian dapat menyebabkan kecemasan atau depresi dengan gejala fisik
seperti gangguan pola makan dan pola tidur, sakit kepala dan mual-mual.
Selain itu, Bukti untuk hubungan antara kesepian dan masalah sosial
dilaporkan oleh Brennan dan Auslander (Peplau dan Perlman,1982)
menemukan bahwa kesepian dikaitkan dengan nilai yang buruk, pengusiran
dari sekolah, melarikan diri dari rumah, dan terlibat dalam tindakan nakal
seperti pencurian, perjudian dan vandalisme.
32
2.2.6 HubunganAntara LonelinessdanSmartphone Addiction
Smarphone addiction menjadi masalah yang serius baru-baru ini (Park,
dkk., 2014). Mahasiswa rata-rata menggunakan smartphone selama sekitar
sembilan jam setiap hari. Itu lebih lama daripada para pelajar menghabiskan
waktu untuk tidur. Bahkan, penggunaan telepon seluler yang diperpanjang
menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadikan kecanduan, menurut sebuah studi
baru (Kowalski,2014).
Kecanduan adalah jenis kebiasaan yang tidak terkendali dan tidak sehat
(Kowalski,2014). Banyak orang yang kecanduan smartphone (smartphone
addiction) adalah orang yang kurang percaya diri dan sulit menjalin hubungan
sosial dengan orang lain dan merasa bahwa mereka perlu terus menerus
melakukan kontak dengan yang lainnya (Singh, Chopra, & Kaur, 2014).
Xu dan Tan (dalam Griffiths, Kuss, Demetrovics,2014) menunjukkan bahwa
transisi pengguna media sosial dari normal menjadi bermasalah ketika seseorang
menganggap media sosial adalah hal yang penting (atau bahkan eksklusif) sebagai
mekanisme untuk menghilangkan stres, kesepian, atau depresi.
Kesepian telah ditemukan sebagai salah satu prediktor terkuat dari
kecanduan game dikalangan pemain game online (Parsons, Seay & Kraut dalam
Lemmens, Valkenburg, & Peter, 2009). Kemudian hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Andini (2009) terdapat hubungan yang signifikan antara social
loneliness dan intensitas penggunaan internet pada mahasiswa.
Penelitian lain yang berkaitan dengan loneliness dan smartphone addiction
juga menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara self esteem,
33
loneliness dan faktor demografi terhadap kecenderungan adiksi smartphone
(Zahrani, 2014).
2.3 Kerangka Pemikiran
Loneliness(X)
Smartphone
Addiction(Y)
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, peneliti mengajukan hipotesis :
Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara loneliness dengan
smartphone addiction pada mahasiswa.
Download